Kesementaraan dari gemerlapnya dunia |
Richard Baxter (12 November 1615 – 8 December 1691) seorang teolog dari Inggris, mengatakan beberapa prinsip penting di dalam kekristenan.
Yang pertama adalah bahwa kekristenan itu banyak berurusan dengan hati, sebab di dalam hatilah Tuhan bertakhta, sekaligus di dalam hati pulalah si iblis seringkali melakukan pekerjaanya yang jahat.
Apa yang dikatakan oleh Baxter ini, pula sejalan dengan Injil yang mencatat perkataan Tuhan Yesus demikian: 20 Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, 21 sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, 22 perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. (Mark 7:20-22)
Itu sebabnya, penting sekali bagi kita orang percaya untuk senantiasa menjaga hati kita, sebab apabila tidak, maka hati kita ini sangatlah mudah untuk diselewengkan. Tetapi dengan cara apakah kita menjaga hati tersebut? Kita akan jauh lebih mudah menjaga hati kita, apabila kita memiliki visi terhadap kekekalan, yaitu dimana Tuhan bertakhta. Dengan visi yang benar, kita tahu bagaimana mengarahkan hati secara benar, kita tahu patokannya ada dimana. Sehingga pada gilirannya, apabila kita sudah tahu arah yang benar dan sudah tahu patokannya apa, maka kita akan lebih mudah menilai ketika hati kita sudah menyimpang.
Yang kedua adalah bahwa pemahaman atau pengenalan kita akan Allah harus terus menerus bertumbuh. Hal itu dikarenakan Pribadi Allah adalah pribadi yang incomprehensible atau tidak bisa dimengerti secara penuh. Pribadi Allah itu sedemikian luasnya, sehingga apabila kemampuan pengertian kita dibandingkan dengan luas Pribadi Allah, maka pengertian kita itu hanya diibaratkan sebagai sendok yang kecil dibandingkan dengan lautan yang sangat luas. Bagaimana mungkin kita mencoba meraih seluruh air laut dengan sebuah sendok yang kecil seperti itu?
Oleh karena Pribadi Allah sedemikian luas seperti itu, maka janganlah kita menjadi orang yang lekas berpuas diri dengan pengenalan akan Allah yang masih sangat sedikit. Janganlah kita merasa sudah terlalu mengenal Allah, sebab hal itu sangatlah tidak mungkin.
Tetapi disisi lain, hal ini juga bukan berarti bahwa Tuhan sama sekali tidak bisa dikenal, sebagaimana yang dipahami oleh penganut paham Agnostik. Incomprehensibility of God adalah sebuah paradox dengan Tuhan yang mau menyatakan diri-Nya. Di satu sisi, ada hal-hal yang sudah dinyatakan oleh Tuhan dan kita bertanggungjawab untuk mengerti dan mengenal apa yang sudah dinyatakan itu. Tetapi di sisi lain kita harus sadar bahwa untuk hal-hal yang sudah dinyatakan itupun, kita bahkan masih harus bergumul untuk memahaminya secara tuntas.
Incomprehensibility of God bukanlah alasan untuk kita tidak mau belajar atau alasan bagi manusia untuk berbuat sesuka hati. Sebaliknya, Incomprehensible of God justru seharusnya dapat mendorong kita untuk dengan rendah hati mengakui keterbatasan kita, sambil tetap berusaha sungguh-sungguh untuk mencari pengenalan akan Allah yang lebih dalam.
Yang ketiga, apa yang menggerakkan kita untuk mengisi hari-hari dengan bijaksana, agar kita tidak salah memilih komunitas, salah memilih agama, salah mempelajari sesuatu? Baxter mengatakan ada dua hal yaitu, wajah dari kematian (the face of death) dan dekatnya pada kekekalan (nearness to eternity). Dua hal ini harus jadi pertimbangan dalam kita membuat pilihan-pilihan dalam hidup.
Akan tetapi, kedua hal inipun harus kita kaitkan dengan Tuhan, sebab apabila tidak, maka kita akan temukan bahwa sebetulnya di dalam dunia modern pun ada istilah YOLO (You Only Live Once), yang secara substansi sangat mirip dengan model kesadaran yang diutarakan oleh Baxter.
Sepintas Yolo memang mengingatkan manusia akan kematian atau keterbatasan hidup, akan tetapi tanpa penghayatan akan kehadiran Tuhan, maka aplikasinya bisa sangat berbeda. Alkitab mencatat demikian: tetapi lihat, di tengah-tengah mereka ada kegirangan dan sukacita, membantai lembu dan menyembelih domba, makan daging dan minum anggur, sambil berseru: "Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati!" (Yesaya 22:13)
Perlu kita sadari bahwa apa yang dituliskan oleh Yesaya tersebut sesungguhnya adalah sebuah ungkapan yang negatif atau sindiran dari Alkitab mengenai prinsip Yolo tersebut. Kesadaran akan kematian yang tidak menyertakan kehadiran Tuhan, bukan membuat seseorang hidup secara bijaksana, tetapi justru membuat manusia berusaha memakai waktu yang tersisa tersebut untuk melampiaskan hawa nafsunya.
Kesadaran akan death and eternity bersama dengan Tuhan menolong kita untuk tidak membuang-buang waktu. Di dunia ini kita tidak punya banyak waktu. Sangat disayangkan apabila waktu yang sedikit itu hanya dipakai untuk mengejar kenikmatan dunia, sebab kenikmatan dunia apapun ada batasnya. Suatu kenikmatan yang semula begitu kita kejar, pada gilirannya pasti akan menjadi biasa-biasa saja. Mungkin sebelum kita memiliki mobil tertentu, kita sangat memimpikan bahwa suatu saat akan memiliki dan mengendarai mobil tersebut. Akan tetapi setelah kita pada akhirnya memiliki mobil tersebut, ternyata hati kita tidak sepuas yang kita bayangkan. Ternyata masih ada kekosongan yang perlu diisi pula dengan hal-hal lain yang belum kita miliki. Dan proses ini akan terus saja terjadi seumur hidup manusia. Merasa kosong dan merasa butuh mengisinya dengan berbagai keinginan yang kita sangka dapat memuaskan kita.
Tetapi apabila kesadaran akan keterbatasan di dalam dunia ini kita kaitkan dengan Pribadi Allah, maka kita akan melihat hidup ini secara berbeda. Kita bukan lagi semata-mata menghabiskan usia kita untuk mencari kenikmatan semata-mata, tetapi mulai bersungguh-sungguh untuk mencari panggilan Allah dan wajah-Nya di dunia ini.
Orang yang mengenal Tuhan, bukan saja ia akan memilih sorga daripada neraka, tetapi ia juga akan memilih sorga daripada kehidupan di dunia ini. Sebab kenikmatan dan kesenangan di dunia ini hanyalah sampah apabila dibandingkan dengan kenikmatan dan kesenangan yang Tuhan berikan.
Baxter mengatakan banyak orang lebih ingin memiliki dunia ketimbang panggilan sorga. Mungkin hal ini disebabkan karena dunia lebih kelihatan sedangkan Tuhan tidak. Dan disebabkan karena bergaul dengan Tuhan juga dianggap sulit, banyak tantangan, ada penderitaan, seolah-olah terkekang dlsb. Tetapi ini adalah tanda bahwa orang itu belum memiliki mata rohani, karena mereka sendiri belum dilahirkan kembali.
Orang yang melihat Tuhan, pasti ingin meninggalkan dunia ini dan mengikut Tuhan, seperti Matius dan murid Tuhan yang lain. Atau seperti orang yang menemukan mutiara yang berharga itu, yang kemudian menjual segalanya demi memiliki mutiara tersebut.
Baxter melihat begitu banyak perpecahan di jamannya, ketika kekristenan ada begitu banyak pendapat. Baxter mengatakan apabila kita sungguh-sungguh melihat Allah, maka kita akan lebih mudah rekonsiliasi dalam sebuah perselisihan. Apabila orang melihat Tuhan, maka orang tidak lagi terlalu fokus melihat pada pendapat orang lain yang sedang menentang pendapat kita, tetapi lebih fokus mencari kehendak Tuhan di dalam diskusi tersebut. Bukan berarti kita tidak boleh ada perbedaan, melainkan agar kita melihat perbedaan secara lebih proporsional. Good news-nya bukan bahwa semua orang tiba-tiba akan menjadi sama dengan kita, tetapi bahwa semua orang akan sama-sama melihat Allah.
Yang keempat, Baxter juga mengatakan bahwa kita terlalu mudah sedih waktu kesenangan temporer kita dirusak. Manusia mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang remeh (vanity). Kita terlalu banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang sebetulnya tidak terlalu penting, tetapi enggan investasi waktu untuk mengenal Tuhan.
Apa yang disampaikan oleh Baxter ini merupakan sebuah tantangan bagi umat manusia. Dari sejarah masa lampau hingga hari ini, kita melihat bahwa ada kesalahan dalam konsep nilai yang dianut manusia. Manusia seringkali terlalu tertarik pada hal-hal yang sementara tetapi lupa kepada hal-hal yang bersifat kekal, itu sebabnya :
- Hati manusia seringkali menyimpang
- Enggan memiliki pengenalan akan Allah
- Mengaplikasi kesadaran akan kematian secara keliru
- Terlalu sibuk mengejar hal-hal yang remeh.
Semoga diwaktu kita yang singkat ini, kita dapat memilih apa yang benar. Amin.