Tuesday, November 15, 2022

Ketika sumber daya kita terlalu minim

 


Ada kalanya dalam kehidupan ini kita diperhadapkan pada persoalan yang jauh lebih besar daripada kemampuan kita untuk menyelesaikannya. Dan dalam kondisi itu, tidak jarang kita menyesali diri; “mengapa aku memiliki begitu banyak keterbatasan di dalam hidup ini?” [Baca juga: Apa yang dimaksud dengan menjadi manusia baru? Klik disini.]

Itu sebabnya, mengapa banyak orang di dunia ini yang kepingin menjadi kaya, karena sulit dipungkiri bahwa untuk hal-hal tertentu, kekayaan memang dapat menolong seseorang untuk lebih mampu menerobos keterbatasan-keterbatasan yang ada di dalam hidup ini. [Baca juga: Apa resep hidup berkelimpahan dan berhasil? Klik disini.]

Tidak usah jauh-jauh, urusan menyekolahkan anak saja misalnya, orang yang punya uang tidak terlalu bingung mau menyekolahkan anaknya di mana. Pilihannya begitu banyak. Sumber daya (resources) yang tersedia lebih besar daripada kebutuhan yang ada. Tetapi orang yang benar-benar tidak punya uang, jangankan memikirkan sekolah dimana, untuk urusan makanpun mungkin tidak punya banyak pilihan. [Baca juga: Apa yang lebih penting dari kekayaan? Klik disini.]

Dalam pekerjaan saya sehari-hari sebagai business consultant, saya sering bertemu dengan orang-orang yang punya banyak resources, banyak sekali bahkan, sehingga ketika bisnis mereka dihadapkan pada persoalan senilai ratusan miliar atau bahkan triliunan rupiah sekalipun (entah karena rugi ataupun macet), mereka masih tetap bisa menjalankan kehidupan secara normal, masih naik mobil dan tinggal di rumah mewah, masih bisa berpikir jernih dan masih punya uang pula untuk membayar jasa konsultan seperti saya, yang diminta membantu mencarikan jalan keluar bagi persoalan bisnis mereka.

Di sisi lain, seorang kawan saya yang bergerak di dalam industri peternakan, pernah men-sharing-kan foto orang yang sedang gantung diri (menyeramkan sekali). Ketika saya tanya apa yang terjadi, kawan saya bilang orang itu bunuh diri karena usaha ternaknya gagal dan dia gak punya uang untuk bayar utang usahanya. Tragis sekali bukan?

Menurut jalan dunia, orang yang punya banyak resources adalah orang yang beruntung sedangkan orang yang gak punya modal adalah orang yang sangat malang hidupnya. Lantas, bagaimana dengan sudut pandang Alkitab sendiri tentang hal ini?

Dalam tulisan sebelumnya kita membaca bahwa Tuhan Yesus berniat memberi makan ribuan orang yang datang kepada-Nya. Lalu apa komentar para murid mendengar keinginan hati Sang Guru? Seorang dari mereka yang bernama Filipus menjawab: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." (Yohanes 6:7)

Filipus tidak berbeda dengan kita yang punya sudut pandang terbatas. Kita sering melihat persoalan sebagai sesuatu yang jauh lebih besar dari kekuatan kita. Dan dalam hal ini, siapa yang bisa menyalahkan Filipus? Kalau kita ada disitu, sangat mungkin kita juga akan berpikir serupa. “Manusia begini banyak, kita gak punya cukup uang, Yesus ini apa-apaan sih?”

Filipus bukan saja tidak punya uang, tetapi ia juga tidak punya ide sedikitpun untuk bagaimana menyelesaikan persoalan semacam ini. Satu-satunya suara yang mirip seperti pengharapan muncul dari salah seorang murid yang lain, yaitu Andreas saudara Simon Petrus, yang berkata kepada Yesus: "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?" (Yohanes 6:8-9)

Logika Andreas sangat manusiawi, siapa yang bisa berharap pada lima roti dan dua ikan, ketika yang mereka hadapi adalah ribuan manusia? Bagi saya, situasi ini benar-benar bisa membawa pada perasaan putus asa. Dan yang agak mengganggu menurut saya adalah, masalah ini ditimbulkan oleh Tuhan sendiri. “Mengapa Tuhan Yesus malah menjerumuskan kita ke dalam masalah yang gak perlu? Memangnya kita uda ada perjanjian dengan mereka, bahwa siapapun yang datang tidak perlu bayar tapi malah dapat dinner gratis? Kan enggak..? Udah tenang-tenang pelayanan selesai, tinggal istirahat, sekarang malah harus pusing dengan urusan konsumsi yang gak masuk akal. Yesus ini sebetulnya pecinta olahraga ekstrim yang suka memacu adrenalin atau gimana ya?”

Kita juga bisa jengkel pada Tuhan ketika melihat bagaimana kehidupan kita digeser ke sana sini, masuk masalah ini dan itu. Kita pikir Tuhan itu seharusnya ada di sana untuk melindungi kita, tetapi yang terjadi justru Dia yang seolah-olah menjerumuskan kita ke dalam jurang masalah.

Mungkinkah kegalauan hati kita terhadap situasi ini adalah suatu pertanda bahwa kita memang kurang mengenal kepribadian Tuhan? Alkitab menyaksikan bahwa demi suatu tujuan yang lebih mulia, Tuhan tidak segan-segan membawa orang yang dikasihi-Nya masuk ke dalam suatu kesulitan. Kita mungkin kurang menyukainya, tetapi ini adalah fakta Alkitab.

Selain orang yang sangat saleh, Ayub juga telah memiliki hidup yang sangat mapan. Menurut jalan pikiran kita seharusnya jalan hidup Ayub adalah jalan hidup yang mulus dan lancar hingga akhir menutup mata. Tetapi menurut Tuhan, orang seperti Ayub pun harus masuk ke dalam badai kehidupan terlebih dahulu sebelum ia benar-benar mengenal siapakah Tuhan itu.

Yusuf sudah enak-enak punya orang tua yang sangat sayang pada dia, tetapi Tuhan malah mengirim Yusuf ke Mesir sebagai seorang budak. Musa seharusnya sudah tenang dan mapan hidupnya sebagai gembala, tetapi ia malah dipanggil untuk memimpin sejumlah besar bangsa yang keras kepala untuk mengembara di padang gurun. Mengapa Tuhan versi Alkitab kerap melakukan hal semacam ini kepada anak-anak-Nya? Inilah misteri Tuhan yang harus kita terima jika kita mengaku percaya kepada-Nya.

Bahkan Bapa sendiripun sudah memberi contoh, ketika Yesus datang ke dunia, di awal pelayanan-Nya Ia dikirim ke padang gurun untuk dicobai dan di akhir pelayanan-Nya Ia di kirim ke golgota untuk disalib. Dapatkah kita menerima sosok Allah seperti yang diberitakan oleh Alkitab? Adakah hal ini mengguncangkan iman kita terhadap Dia? Orang-orang di atas bukit itu terguncang dan pergi, kalau kita bagaimana? Adakah hal ini justru semakin membuat kita bertekad untuk lebih memahami dan mengenal Dia?

Di dalam penjara Yohanes Pembaptis mendapat pesan: “… berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku." (Lukas 7:23) Kita adalah orang yang berbahagia jika semua fakta ini justru menjadikan kita semakin ingin mengenal Dia dan bukan menjadi kecewa.

Dari berbagai catatan Alkitab yang saya sebutkan tadi, kita dapat menyimpulkan bahwa Tuhan dengan sengaja dapat membawa orang-orang yang dikasihi-Nya masuk ke dalam keadaan di mana mereka sadar bahwa apapun yang mereka miliki itu ternyata tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan yang ada di depan mereka. Mereka akan melihat bahwa sumber daya mereka sangat minim dan persoalan di depan sangat besar. Hanya dengan cara ini, manusia dapat benar-benar belajar apa artinya bergantung kepada Tuhan.

Menurut dunia, orang yang beruntung adalah orang yang sumberdayanya selalu cukup sehingga ia bisa selalu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Tetapi menurut Alkitab, kita justru adalah orang yang dikasihi Allah jika Ia mengizinkan kita mengalami suatu keadaan yang terpojok sedemikian rupa hingga satu-satunya kemungkinan adalah berlari kepada-Nya, bukan kepada apapun yang lain.

Kalau kita punya 10 M lalu diperhadapkan pada masalah senilai 100 juta, kita sulit memaknai apakah persoalan itu selesai karena Tuhan atau karena si 10 M itu? Tapi apabila kita cuma punya 5 roti dan yang harus makan adalah 5000 orang, maka kalau itu bukan pertolongan Tuhan lalu apalagi namanya?

Kiranya hal ini semakin membuat kita mengerti apa yang dimaksud dengan: "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah (Lukas 6:20)”. Kalau kita baca Matius saja, maka kita selalu masuk ke dalam pemahaman miskin secara rohani, tetapi jika kita baca Lukas maka nuansanya berbeda. Lukas jelas-jelas mengkaitkan istilah miskin dan kaya dengan harta yang dimiliki seseorang.

Ayub tidak akan pernah benar-benar mengetahui apakah selama ini ia menyembah Tuhan demi Pribadi Tuhan itu sendiri atau dia menyembah Tuhan karena apa yang ia miliki. Baru setelah segalanya dicabut dari hidupnya, Ayub sungguh-sungguh mengenal Siapa yang dia sembah. Di atas bukit itu, para murid juga diperhadapkan pada masalah kekurangan sumber daya demi membawa mereka pada pengenalan yang lebih baik terhadap Kristus.

Bagaimana dengan hidup kita selama ini? Apakah kita termasuk orang yang selalu memiliki kelimpahan sedemikian rupa sehingga tidak pernah mendapat kesempatan melihat Tuhan bekerja di hadapan kita? Ataukah kitapun pernah berada dalam situasi dimana apa yang kita miliki tidak cukup sehingga mau tidak mau kita harus belajar bergantung kepada Tuhan?

Apa yang kita pelajari selama kita menghadapi kesulitan di dalam hidup ini? Apakah segala kesulitan itu hanya menjadikan kita semakin ahli dalam menyelesaikan berbagai masalah saja? Ataukah melalui kesulitan itu kita justru berjumpa dengan Tuhan Yesus secara Pribadi sehingga kita semakin mengenal Dia?

Mulai sekarang, ketika kesulitan di dalam hidup datang menghadang, marilah kita tidak menyesali diri lagi atas segala keterbatasan kita. Tetapi bawalah apapun yang ada pada kita ke hadapan Tuhan dan biarkan Tuhan bekerja di dalam kuasa-Nya, bukan demi agar masalahnya selesai saja, tetapi terutama agar kita dapat semakin mengenal Dia.

Kiranya Tuhan berbelas kasihan pada kita. Amin.

 

Saturday, October 22, 2022

Bagaimana Alkitab telah membawa perubahan bagi dunia

Serie tulisan: Bukti eksternal ke-Ilahi-an Alkitab


Jeffrey Dahmer nampak tidak jauh berbeda dengan orang lain pada umumnya, bahkan ia nampak begitu biasa. Namun jika kita mengetahui seluk beluk kehidupannya, mungkin sekali kita akan bergidik ngeri dibuatnya. Betapa tidak, ia didakwa bersalah atas 17 pembunuhan. Ketika FBI menggeledah apartemennya mereka menemukan 11 mayat yang sudah terpotong-potong. Dan dari penelitian forensik diketahui bahwa Dahmer suka memakan korban-korbannya itu. Di lemari esnya tersimpan koleksi jantung dan tengkorak beberapa korban. Padahal tidak ada sifat garang yang menonjol dalam keseharian hidup Dahmer, sehingga tidak ada yang curiga atau takut untuk bergaul dengan dia, malah ia cenderung luwes di dalam pergaulan. Kalau pun ia akhirnya tertangkap, itu dikarenakan salah seorang calon korbannya, yaitu seorang remaja laki-laki Asia, berhasil melarikan diri lewat jendela rumah Dahmer dalam keadaan telanjang, berdarah-darah dan hampir mati. Kita sulit membayangkan ada orang yang bisa lebih kejam dan “sakit” daripada pria yang satu ini. Ada yang mengatakan, di ruang pengadilan pun dia tampak sangat tenang. Wajahnya hampir tanpa ekspresi, beku dan kosong. [Baca juga: Mengapa kekristenan tidak mengakui Apocrypha sebagai Kitab Suci? Klik disini.]

Tetapi semua itu masih kalah menghebohkan daripada berita selanjutnya setelah ia dikurung dalam sel. Dahmer mengaku menyesal, amat menyesal bahkan. Ia akhirnya menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, dibaptis, sering membaca buku-buku Kristen dan setia beribadah di kapel penjara. Terus terang, kalau nabi Yunus[1] masih hidup, ia pasti geleng-geleng kepala melihat semua ini.

Alkitab tidak diragukan lagi menjadi sebuah buku yang mengubah dunia. Para pembunuh, pemerkosa, teroris, penjajah dan berbagai penjahat lain yang tidak terbilang banyaknya telah diubah hidupnya oleh Alkitab. Bahkan wajah dunia inipun akan jauh berbeda jika Alkitab tidak pernah dituliskan.

Meskipun demikian bukan semua orang senang pada pengaruh Alkitab. Friederich Nietzsche, filsuf ateis yang membenci kekristenan sangat berharap agar Alkitab tidak pernah ditulis. Ia begitu benci pada Yesus Kristus sehingga pernah berkata: “Yesus mati terlalu dini.” Nietzche percaya bahwa Yesus Kristus sendiri akan menarik kembali ajaran-ajaran-Nya jika saja Ia berhasil mencapai usia yang lebih matang.

Dengan berapi-api Nietzsche pernah berkata: “Saya mengutuk ajaran Kristen; saya membawa tuduhan yang paling menyakitkan dari semua tuduhan yang seorang penuduh bisa pernah simpan di mulutnya terhadap Gereja Kristen. Bagi saya, pencemaran terbesar yang pernah bisa dibayangkan adalah ajaran Kristen. Ajaran ini adalah pencemaran paling buruk yang pernah bisa ada, biang dari segala macam pencemaran. Tidak ada satu hal pun yang tidak disentuh Gereja dengan kebejatannya; segala macam nilai telah dijadikan tidak berharga, setiap kebenaran dijadikan kebohongan, dan setiap integritas dijadikan sifat jiwa yang rendah.”

Sekalipun ia hidup di abad 19, dapatkah anda merasakan api kebenciannya yang meluap-meluap? Orang yang merasa bahwa kekristenan adalah racun dunia ini ternyata dipandang hebat oleh orang sejenisnya yaitu Adolf Hitler. Mereka tidak hidup sejaman, namun Hitler mengadopsi pikiran-pikiran Nietzsche ini dan apakah hasilnya? Kurang lebih 16 juta orang mati dalam perang yang dikobarkannya.

Bulu kuduk saya meremang ketika menuliskan kata-kata di atas, karena pertama, saya tahu bahwa baik Nietzsche maupun Hitler sangat keliru dalam memandang kekristenan. Kedua, saya tahu bahwa Hitler bukan satu-satunya pemuja Nietzsche. Michael Faucault, filsuf muda eksentrik yang juga dikenal sebagai salah satu bapak postmodernisme (yaitu pandangan atau nilai-nilai yang mengemuka pada zaman di mana kita sekarang hidup), adalah penganut setia Nietzsche pula. Tidak heran jika di zaman ini, api permusuhan terhadap kekristenan mulai marak di mana-mana dalam bentuk yang lebih elegan, halus, intelek, lebih dapat diterima, lebih terbuka dan oleh karenanya, justru lebih berbahaya.

Jika Alkitab begitu istimewa dan menyandang predikat sebagai Firman Allah, benarkah Alkitab begitu berpengaruh? Yesus Kristus, kekasih jiwa kita, pernah berkata: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!" (Wahyu 21:5). Apakah yang telah dijadikan baru oleh Yesus? Saya kira tidak sepenuhnya tepat jika kita hanya memikirkan bahwa segala sesuatu yang baru itu hanya dapat kita lihat di sorga kelak. Memang di sorga kita akan melihat segala sesuatu dalam segala keindahannya, akan tetapi bukan berarti bahwa dampak Firman Tuhan hanya akan terlihat di sana. Di sini, di bumi yang telah lelah melihat dosa manusia namun yang masih bersedia memberi kita tempat untuk berpijak ini pun kita dapat melihat dampak perubahan dari Firman Tuhan, atau lebih spesifik lagi, ajaran-ajaran yang terdapat dalam Firman Tuhan.

D.James Kennedy, PhD., seorang pendeta senior di Coral Ridge Presbyterian Chuch Florida, pernah menuliskan beberapa dampak penting kekristenan bagi dunia, di antaranya:

  1. Dibangunnya rumah-rumah sakit untuk menolong mereka yang menderita.
  2. Dibangunnya universitas-universitas untuk memberantas kebodohan dan kemiskinan.
  3. Diberantasnya buta huruf dan dimulainya pendidikan massal.
  4. Munculnya kapitalisme dan perdagangan bebas.
  5. Muncul dan bangkitnya demokrasi
  6. Pemisahan kekuatan politik (legislatif, yudikatif dan eksekutif)
  7. Kebebasan sipil
  8. Penghapusan perbudakan
  9. Bangkitnya ilmu pengetahuan modern
  10. Penemuan dunia baru oleh Columbus.
  11. Peningkatan derajat kaum wanita dan anak-anak
  12. Kemurahan hati dan amal kebaikan (seperti yang ditunjukkan oleh etika orang Samaria yang baik hati)
  13. Tolok ukur keadilan yang lebih tinggi.
  14. Peningkatan derajat manusia. (Sebagai perbandingan dari sistim kasta misalnya)
  15. Pembudayaan banyak peradaban barbar dan primitif (penghapusan kanibalisme)
  16. Menyusun dan menuangkan ke dalam tulisan sebagian besar bahasa di dunia.
  17. Pengembangan seni musik dan seni lukis. (Ajaran Kristen telah menjadi inspirasi yang tidak habis-habisnya untuk keindahan karya seni yang agung)
  18. Tak terhitung banyaknya kehidupan yang telah diubah dari merugikan menjadi berkat bagi masyarakat karena injil.
  19. Keselamatan kekal bagi jiwa-jiwa yang tak terhitung banyaknya.

Sekarang ini, kita tahu bahwa gerakan-gerakan kemanusiaan, kemajuan teknologi, perkembangan seni dan lain sebagainya sudah diadopsi dan dicopycat oleh dunia, bahkan oleh orang-orang yang tidak mengenal ajaran Alkitab sekalipun. Akan tetapi sejarah tidak dapat ditulis ulang dan orang jaman sekarang tidak dapat menghindar dari kenyataan bahwa pada mulanya semua gerakan dan kemajuan tersebut dipelopori oleh orang-orang yang hati dan pikirannya telah diubahkan oleh Alkitab.

Alkitab adalah Firman Tuhan, darimana kita tahu? Dari dampaknya yang mengubah dunia menjadi lebih baik. Alkitab telah melahirkan banyak jiwa-jiwa yang sadar bahwa dirinya adalah orang berdosa yang tidak pantas di hadapan Tuhan, namun yang sangat bersyukur karena diselamatkan secara cuma-cuma oleh Allah. Alkitab telah melahirkan jiwa-jiwa yang mencintai Tuhan yang benar, ia mengubah banyak jiwa, termasuk anda dan saya.

Ajaran Alkitab tentang keselamatan yang amat bertolak belakang dengan semua ajaran lain di dunia, sungguh memberi dampak yang besar bagi umat manusia. Sementara ajaran lain di dunia mengajarkan bahwa kita harus berbuat baik agar dapat masuk ke sorga, Alkitab mengajarkan bahwa tidak ada apapun yang dapat menyelamatkan kita dari hukuman atas dosa kecuali oleh darah Yesus. Dampak dari perbedaan ajaran ini amat besar.

Jika kita berbuat baik agar diterima di sorga, maka mungkinkah kita dapat menemukan suatu kebaikan yang tulus? Semua kebaikan itu dilakukan semata-mata demi keuntungan pribadi orang yang berbuat baik, bukan? Dan dapatkah kita berharap bahwa sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik jika di dalamnya tidak ada ketulusan? Mungkin dalam jangka pendek bisa dicapai hasil yang baik, namun dalam jangka panjang sifat busuk dari tiadanya ketulusan akan terkuak juga.

Bagaimana ada orang yang rela menjangkau suku kanibal, jika tidak ada ketulusan? Bagaimana ada demokrasi, persamaan hak antar umat manusia jika tidak ada ketulusan? Dunia tidak mungkin menjadi lebih baik, jika dunia belum pernah mendengar tentang orang Samaria yang baik hati itu. Dunia tidak mungkin lebih baik, jika Yesus tidak pernah lahir dan Alkitab tidak pernah ditulis.

Memang harus diakui, dalam keseharian masih banyak kita temui orang Kristen yang belum sungguh-sungguh menjadi pelaku Firman (sejujurnya, saya sendiri tidak berani menganggap diri sendiri telah menjadi pelaku Firman yang setia, demi banyaknya kekurangan dan kesalahan yang saya perbuat). Akan tetapi harus kita akui pula adanya fakta yang tak terbantahkan bahwa secara mendunia atau secara keseluruhan, Firman Tuhan telah membawa dampak yang baik bagi dunia ini. Adalah tanggung jawab kita masing-masing secara pribadi untuk berubah sesuai kehendak Tuhan dan melalui perubahan itu kiranya kita juga boleh menjadi alat-alat yang mengubah dunia.

Alkitab adalah Firman Tuhan, daya ubahnya terhadap dunia ini setidaknya menjadi satu bukti lagi bagi kita. Tuhan memberkati. (izar)


[1] Semasa hidupnya, Yunus juga harus melihat kasus pertobatan yang “tidak masuk akal” dari orang-orang Niniwe. Begitu jahatnya bangsa Niniwe sehingga Yunus segan sekali untuk memberitakan Firman Tuhan pada mereka. Membayangkan bahwa bangsa ini bertobat, betul-betul mengusik perasaan Yunus (dan mungkin juga kita?).