Monday, November 8, 2021

Eksposisi Lukas 1:1-2: peran penting para saksi mata dalam berita Injil

Apakah berita Alkitab dapat dipercaya?
Apakah berita Alkitab meragukan?
Darimana kita yakin kebenaran dari kisah Alkitab?
Seberapa pentingkah peranan para saksi mata dalam pemberitaan Injil?

Oleh : Izar Tirta

 


  Gulungan Kitab Yesaya yang ditemukan di dekat Qumran,
wilayah sekitar Laut Mati pada tahun 1947 juga menjadi saksi kebenaran Alkitab

Teofilus yang mulia, banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. (Lukas 1:1,2)

 

Buku "Tafsiran Injil Lukas" menurut Matthew Henry.
Klik disini.

Pendahuluan

Apakah berita tentang Yesus Kristus dapat dipercaya? Ataukah hal itu hanya merupakan mitos belaka? Dalam tulisan sebelumnya saya sudah membahas tentang adanya orang banyak yang turut menjadi saksi dari peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan Yesus Kristus, sehingga kita dapat merasa yakin bahwa iman kita bukanlah iman yang buta atau iman yang kosong, melainkan iman yang telah ditopang oleh kesaksian dari banyak orang. (Klik disini)

Sebagai perbandingan, kita yang membaca tulisan ini sudah pasti belum pernah bertemu dengan pejuang Indonesia bernama Jendral Sudirman, bukan? Tetapi siapa dari antara kita yang dapat meragukan bahwa Jendral Sudirman pernah ada? Saya yakin tidak ada. Karena kesaksian tentang hidup dan perjuangan Jendral Sudirman benar-benar pernah disaksikan oleh banyak orang, dan bahkan sudah ditorehkan dalam catatan sejarah. Tidak berbeda dengan itu, kisah tentang Tuhan Yesus pun sudah disaksikan oleh banyak orang dan kesaksian mereka pun sudah didokumentasikan di dalam kumpulan kitab yang kita kenal sebagai Alkitab.

Dalam tulisan terdahulu, saya juga sudah membahas bahwa peristiwa yang berkaitan dengan Yesus bukanlah peristiwa yang ada dalam bentuk karangan, atau fiksi, atau pun khayalan belaka, melainkan merupakan peristiwa yang benar-benar telah terjadi.

Dalam tulisan kali ini, kita akan melihat bagaimana Lukas bersaksi bahwa ia telah membuat suatu keputusan untuk membukukan hasil penyelidikannya atas segala peristiwa yang berkenaan dengan Yesus Kristus. Dan tujuan Lukas melakukan hal ini, seperti yang ia akui sendiri, adalah agar “engkau dapat mengetahui bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar.”

 

The people of the book

Pada ayat di atas, Lukas menyebutkan tentang “membukukan” hasil penyelidikannya. Membukukan sesuatu adalah hal yang wajar, kekristenan memang adalah suatu system of belief yang sangat menekankan pada Buku atau Kitab, yaitu kumpulan tulisan yang memiliki fungsi mengatur kehidupan orang percaya. Hal semacam ini sudah dihidupi atau dihayati oleh orang-orang sejak zaman Perjanjian Lama hingga zaman Perjanjian Baru. Bahkan Yesus Kristus pun sering menggunakan tulisan-tulisan dari Perjanjian Lama ketika Ia bersoal jawab atau menangkal fitnah dari orang-orang yang tidak menyukai-Nya. Ketika berhadapan dengan iblis di padang gurun, Tuhan Yesus juga mengalahkan iblis dengan memakai kutipan dari Perjanjian Lama.

Karena Tuhan Yesus memandang Alkitab (Perjanjian Lama) sebagai suatu Buku yang penting dalam hidup-Nya, maka sudah sewajarnya jika para rasul dan para pengikut setia-Nya pun berperilaku demikian. Sehingga pada akhirnya, para pengikut Yesus Kristus ini secara tradisi sering diidentifikasikan sebagai “the people of the book.”

Dalam tulisan saya sebelumnya, kita berkenalan dengan seorang misionaris dari Inggris bernama William Carey (klik disini) yang begitu serius dalam memperjuangkan penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa India. Carey sadar bahwa masyarakat India yang dilayaninya itu sangat perlu untuk mengenal Buku yang penting tersebut Dan terutama untuk mengenal Dia yang diberitakan oleh Buku tersebut. Melayani orang India yang miskin dan kurang terdidik serta sakit-sakitan adalah satu hal. Tetapi melayani orang India dengan cara memberi pengajaran kepada mereka tentang Yesus Kristus melalui Alkitab adalah hal yang sama sekali tidak boleh diabaikan.

Itu sebabnya, jika ada orang Kristen pada masa kini yang merasa sangat jauh dan asing dari Kitab Suci-nya sendiri, maka hal itu tentu merupakan gejala yang sangat tidak baik. Sebab hal yang demikian tentunya sangat jauh berbeda dari semangat yang ditunjukkan oleh Tuhan Yesus, para rasul dan para misionaris-Nya. Alangkah baiknya jika orang Kristen yang demikian itu merenungkan kembali pilihan hidupnya, apakah memang sudah sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus? Ataukah memang belum menjadi bagian dari jemaat yang didirikan oleh-Nya.

Tentang People of the Book, F.F. Bruce, seorang profesor di bidang Biblical Criticism and Exegesis pada University of Manchester, England, menulis demikian: Among “people of the book” the “book” has a regulative function: conformity to what the book prescribes is a major test of loyalty to their religious faith and practice. For Jews the “book” is the Hebrew Bible, comprising the Law, the Prophets and the Writings. For Christians it is the Hebrew Bible, which they call the Old Testament together with the New Testatment. [F.F Bruce, The Canon of Scripture (Illinois: InterVarsity Press, 1988), 19.]

Perhatikan Bruce menyebut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebagai the book yang memiliki regulative function. Tulisan Lukas yang sedang kita bahas ini, adalah salah satu karya yang termasuk di dalam kumpulan tulisan yang disebut sebagai Perjanjian Baru, sehingga dapat disimpulkan bahwa tulisan Lukas inipun termasuk tulisan yang memiliki regulative function tersebut.

Lalu, bagaimana tulisan Lukas ini dapat dianggap sebagai tulisan yang dapat dipercaya atau dapat diandalkan sebagai sumber informasi tentang Yesus Kristus? Darimanakah datangnya otoritas atas tulisan Lukas ini? Untuk menjawab pertanyaan semacam itu, kembali kita perlu melihat komentar F.F Bruce yang memang pakar di bidang yang berhubungan dengan tulisan-tulisan pada abad pertama itu. Bruce mengatakan: Since Jesus himself left nothing in writing, the most authoritative writings available to the church were those which came from his apostles. As for Luke’s Gospel, its author was early identified with the man whom Paul calls “Luke, the beloved physician (Col 4:14). This meant that he was one of Paul’s associates, and something of Paul’s apostolic authority rubbed off on him. [F.F Bruce, The Canon of Scripture (Illinois: InterVarsity Press, 1988), 256-257.]

Untuk menjadikan sebuah tulisan dapat diakui sebagai tulisan yang berotoritas, dapat diandalkan serta layak disebut sebagai Kitab Suci, dibutuhkan serangkaian proses seleksi serta serangkaian kriteria atau syarat yang harus dipenuhi. Proses tersebut dikenal sebagai proses Kanonisasi Alkitab, yaitu proses mengumpulkan dan menyeleksi kitab mana saja yang layak diakui sebagai tulisan berotoritas, dan mana yang tidak. Dan salah satu syaratnya adalah bahwa penulis kitab tersebut haruslah seorang rasul, atau seseorang yang telah mendapat pengesahan dari salah seorang rasul Kristus.

Rasul Kristus adalah orang yang pernah bertemu langsung dengan Yesus secara pribadi, pernah menjadi saksi atas kebangkitan Yesus dan telah mendapat penunjukkan langsung dari Yesus Kristus untuk menjadi rasul-Nya. Perjanjian Baru menyebutkan ada 13 orang yang menjadi rasul Kristus.

Meskipun Lukas sendiri tidak termasuk di dalam jajaran para rasul Kristus, Lukas telah mendapat otoritas dari salah seorang rasul-Nya, yaitu rasul Paulus. Sehingga berdasarkan kenyataan ini, kita sebagai pembaca Injil Lukas boleh merasa yakin bahwa apa yang dituliskannya itu adalah suatu kebenaran yang layak dipercaya. Ada seorang Paulus yang men-support tulisan Lukas ini.

Dalam tulisannya, Lukas berkata “segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar.” Dalam bahasa aslinya, istilah “sungguh benar” yang dipakai Lukas di situ adalah τὴν ἀσφάλειαν (dibaca: ten asfaleian) yang berarti suatu “kebenaran yang aman (secure, safety) untuk dipercayai” bukan berita yang menyesatkan.

Lukas yakin bahwa tulisan yang ia kerjakan itu merupakan berita yang sungguh benar, karena ia telah melakukan serangkaian penelitian, wawancara dan observasi atas peristiwa yang berkenaan dengan Tuhan Yesus.

Jadi dari sisi substansi, kita yakin bahwa Lukas tidak keliru menulis. Sementara dari sisi otoritas kita yakin bahwa tindakan Lukas sudah diawasi oleh Paulus sebagai wakil Kristus. Oleh karena itu, jika tulisan Lukas adalah tulisan yang berotoritas dan merupakan kebenaran yang aman untuk dipercayai, maka siapapun yang diajar melalui Injil Lukas (tentu saja dalam hal ini “termasuk semua penulis Injil lainnya seperti Matius, Markus dan Yohanes, serta semua penulis surat yang kemudian tergabung menjadi satu dalam Kitab Perjanjian Baru.”) sewajarnya dapat merasa yakin bahwa apa yang tertulis mengenai Yesus Kristus; yaitu keberadaan-Nya, pengajaran-Nya, tuntutan-Nya maupun janji-Nya adalah suatu kebenaran yang memiliki regulative function bagi hidup orang tersebut.

Dan bukan hidup orang itu saja, tetapi hidup dari seluruh manusia di sepanjang segala masa, karena Tuhan Yesus bukan berbicara kepada orang-orang yang percaya saja, (Diwakili dengan ungkapan: “Berbahagialah kamu yang ….”) tetapi juga berbicara kepada mereka yang tidak percaya. (Diwakili dengan ungkapan: “Celakalah kamu yang …”)

Apa artinya Alkitab memiliki regulative function dalam hidup seluruh manusia di sepanjang segala masa? Artinya, kebenaran Alkitab itu bersifat mengatur hidup semua orang di dunia, baik yang percaya, maupun yang tidak percaya. Alkitab tidak membutuhkan persetujuan manusia untuk menceritakan tentang kemuliaan Yesus Kristus. Sebab bukan manusia yang mengatur Alkitab, tetapi Alkitablah yang mengatur manusia.

Kemuliaan Yesus Kristus, sebagaimana disaksikan Alkitab, tidak bergantung pada respon manusia. Tuhan Yesus tidak menjadi lebih mulia ketika semua orang memuji Dia. Ketika semua orang membenci dan menyalibkan Dia sekalipun, kemuliaan Yesus Kristus tetap abadi selamanya.

Bagi manusia yang percaya, kemuliaan Kristus terlihat dari bagaimana Yesus menyelamatkan orang itu. Bagi orang yang tidak percaya, kemuliaan Kristus terlihat dari bagaimana Yesus menghakimi orang itu. Kemuliaan Yesus Kristus tidak akan berkurang melainkan akan senantiasa bercahaya, baik ketika Ia menyelamatkan seseorang, maupun ketika Ia menghakimi seseorang.

Sejauh ini, saya pikir kita sudah punya semacam strong evidence mengenai catatan tentang Yesus Kristus, yaitu bahwa catatan-catatan Alkitab tersebut dapat dipercaya dan dapat diandalkan dan dapat dipakai sebagai sumber informasi terpercaya, karena sudah melalui berbagai ujian, evaluasi dan sudah diawasi oleh orang-orang yang memang berwenang untuk hal itu. Sehingga kini kita bukan lagi bicara tentang suatu sikap iman yang seperti anak kecil, “asal percaya saja,” melainkan sudah melibatkan suatu proses seleksi yang ketat dan dapat dievaluasi oleh siapa saja yang ingin melakukannya.

Rasanya sangat wajar bila saat ini kita memiliki pandangan yang lebih hormat terhadap Alkitab kita beserta segala sesuatu yang dituliskan di dalamnya. Alkitab bukanlah buku biasa yang dapat diabaikan begitu saja, kejadiannya begitu ajaib dan tidak tertandingi oleh kepercayaan manapun di dunia ini. Bagi yang skeptis terhadap statement ini, tentu saja boleh meneliti sendiri Alkitab dan proses yang saya sebutkan tadi. Dan mencoba membandingkan dengan proses pembentukan kitab lain di dunia. Apakah kitab-kitab lain tersebut juga memiliki keserasian dengan sejarah, arkeologi, budaya dan sastra? Apakah yang disampaikan dalam kitab-kitab lain juga memiliki kesesuaian terhadap realitas (correspond to reality) dan memiliki sifat yang coherent (bertalian secara logis) dengan kebenaran?

Sewajarnya, sampai disini saja kita sudah dapat yakin bahwa berita tentang Yesus Kristus yang dituliskan oleh Alkitab adalah berita yang dapat dipercaya dan bukan sebuah mitos. Ada begitu banyak saksi mata, ada begitu banyak ujian bagi kebenaran berita yang disampaikan oleh para pengikut Kristus. Dan orang seperti Lukas pun bukanlah satu sosok one man show yang bekerja sendirian di dalam menuangkan hasil pemeriksaannya terhadap peristiwa Kristus, sebab ada para rasul yang menjadi saksi mata secara langsung dan mampu mengevaluasi apakah tulisan Lukas sesuai dengan kenyataan ataukah tidak.

Meskipun sedemikian meyakinkannya tulisan hasil penelitian Lukas, masih ada kelompok orang tertentu yang merasa bahwa catatan Alkitab adalah catatan yang kurang objektif. Mereka curiga bahwa catatan ini dibuat oleh orang-orang yang agak bodoh dan suka mengkhayalkan kisah yang bukan-bukan. Sehingga perlu ada orang lain yang dianggap dapat melaporkan segala sesuatu secara lebih objektif, berbobot dan ilmiah (at least menurut mereka begitu). Tidak dapat dipungkiri, sejarahwan sekuler dianggap lebih terpercaya oleh dunia ketimbang gerombolan “orang-orang aneh yang hidup didorong oleh imannya” seperti para penulis Alkitab ini.

 
Dalam bagian berikutnya, kita akan melihat kesaksian dari sejarahwan sekuler tentang Yesus Kristus dan para pengikut-Nya.