Friday, April 29, 2022

Bagaimana kumpulan kitab Perjanjian Baru terbentuk?

Kanonisasi Alkitab – Perjanjian Baru
Serie tulisan: Kanonisasi Alkitab

 


Kitab Perjanjian Lama yang paling akhir

Di dalam tulisan sebelumnya kita sudah membahas tentang Kanonisasi Perjanjian Lama, yaitu sebuah uraian singkat yang menjelaskan bagaimana kumpulan kitab Perjanjian Lama itu terbentuk [Klik disini.] Dalam tulisan kali, ini kita akan melanjutkan pembahasan kita kepada Perjanjian Baru.

Pertanyaan yang sama yang mau coba kita gali adalah, bagaimana kumpulan kitab Perjanjian Baru itu terbentuk? Apa saja kriteria yang menjadi acuan bagi sebuah kitab sehingga kitab tersebut layak dimasukkan ke dalam daftar buku-buku Kitab Suci Perjanjian Baru? Apakah semuanya terjadi begitu saja?

Sebagaimana dengan mudah dapat kita perhatikan, Perjanjian Lama ditutup oleh kitab Maleakhi, yaitu kitab terakhir yang ada di dalam kumpulan Perjanjian Lama. Dan melalui Kitab Maleakhi tersebut, kita mendapat suatu indikasi bahwa akan ada seorang utusan Tuhan yang mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan ke bumi.

Untuk lebih jelasnya, mari kita melihat ungkapan di dalam kitab Maleakhi tersebut: Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman TUHAN semesta alam. (Maleakhi 3:1)

Di dalam kitab ini, terlihat adanya pengharapan akan kedatangan Tuhan sendiri, dan bagi orang Israel ini merupakan rujukan bagi satu Pribadi yang paling ditunggu-tunggu, yaitu Sang Mesias. Dan jika diperhatikan di dalam ayat tersebut, Tuhan juga berkata bahwa sebelum Mesias datang, maka Tuhan akan menyuruh seorang utusan yang mempersiapkan jalan bagi Sang Mesias, akan tetapi siapakah dia yang menjadi utusan Tuhan itu? Pada zaman Maleakhi, belum diketahui siapakah orang yang menjadi pendahulu Sang Mesias tersebut.

Lebih lanjut kitab Maleakhi menjelaskan bahwa utusan Tuhan itu adalah nabi Elia, yang akan datang menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu. Kitab Maleakhi berbunyi: Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu.  (Maleakhi 4:5) Sehingga berdasarkan ayat tersebut, orang Israel menandai bahwa kedatangan Mesias akan didahului oleh nabi Elia.

Menariknya adalah, setelah sekian lama menunggu datangnya nabi Elia dan menunggu datangnya Sang Mesias, orang Israel tidak kunjung bertemu dengan kedua tokoh penting tersebut, hingga munculnya kitab Injil Matius yang menjelaskan siapakah jati diri nabi Elia dan siapakah Sang Mesias tersebut.

Injil Matius mengatakan: (12) dan Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka." (13) Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis. (Matius 17:12-13)

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebutlah, maka orang-orang percaya menyadari bahwa sang Nabi Elia sudah datang, sehingga dapat disimpulkan bahwa Sang Mesias pun sudah datang. Oleh karena itu, Firman Tuhan yang selanjutnya disampaikan setelah era Maleakhi adalah Firman yang disampaikan oleh Sang Mesias melalui para Rasul-Nya tersebut. Dan dari sinilah, yaitu dari titik kedatangan Sang Mesias itulah, orang melihat dimulainya sebuah era yang baru, yaitu era Perjanjian Baru.

Dari kitab-kitab Perjanjian Baru, kita mendapatkan pula penegasan demi penegasan dari tokoh-tokoh penting yang mengatakan bahwa saat itu adalah saat pencurahan Firman yang baru, setelah sekitar 400 tahun lamanya Allah tidak berbicara secara khusus kepada manusia.

Berikut ini kita akan melihat beberapa tokoh yang memberikan penegasan seperti itu, yaitu:

  • Tuhan Yesus sendiri
  • Petrus
  • Paulus

Sesungguhnya penegasan dari Tuhan Yesus sendiri sajapun sudah cukup bagi kita, sebab siapakah yang dapat meragu-ragukan apa yang dikatakan oleh Tuhan kita? Akan tetapi Alkitab begitu limpah dan Allah tidak pelit dalam menyampaikan informasi yang penting kepada manusia, sehingga Petrus dan Paulus pun digerakkan Tuhan untuk memberi penegasan serupa.

 

Penegasan dari Yesus Kristus

Di dalam Injil Yohanes, Tuhan Yesus pernah menjanjikan akan datangnya Penolong yang lain, yang menolong manusia untuk menuliskan perkataan-perkataan Allah. Tuhan Yesus berkata: tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu. (Yohanes 14;26)

Menurut Tuhan Yesus berdasarkan ayat di atas, Roh Kudus akan:

  1. Mengajarkan para rasul segala sesuatu yang penting untuk diteruskan kepada orang percaya di segala tempat di segala zaman.
  2. Mengingatkan akan semua yang telah dikatakan oleh Tuhan Yesus kepada para Rasul

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tulisan para rasul yang saat ini kita baca, merupakan hasil pekerjaan Roh Kudus yang mengajarkan para rasul dan mengingatkan para rasul tersebut akan perkataan-perkataan Tuhan Yesus selagi Tuhan masih bersama mereka.

Kita tidak perlu ragu dan khawatir bahwa para rasul telah mengarang-ngarang segala sesuatu kisah yang tidak ada, atau mengarang cerita yang tidak sesuai dengan kenyataan. Perkataan Tuhan Yesus sendiri adalah dasar bagi kita untuk meyakini kebenaran, ke-Ilahi-an dan kesejatian tulisan para rasul yang kita kenal sebagai Alkitab Perjanjian Baru saat ini.

Di dalam kesempatan yang lain, Tuhan Yesus sekali lagi memberi penegasan tentang peran Roh Kudus dalam mencurahkan Firman Tuhan kepada para rasul. Tuhan kita berkata: Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. (Yohanes 16:13)

Berdasarkan ayat di atas, Tuhan Yesus berpendapat bahwa Roh Kudus akan:

  1. Memimpin para rasul ke dalam seluruh kebenaran.
  2. Memperkatakan dan memberitakan kepada para rasul hal-hal yang akan datang.

Sehingga berdasarkan penegasan tersebut, kita boleh yakin sepenuhnya bahwa apa yang disampaikan oleh para rasul melalui kitab Perjanjian Baru adalah kebenaran.

 

Penegasan dari rasul Petrus

Rasul Petrus juga memberikan penegasan kepada kita tentang betapa bernilainya tulisan para rasul sehingga layak disandingkan dengan tulisan para nabi Perjanjian Lama. Petrus menulis: … supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu. (2 Petrus 3:2)

Berdasarkan ayat di atas, Petrus memperlihatkan bahwa para nabi dan para rasul memiliki otoritas yang sama untuk memperkatakan Firman Tuhan kepada manusia. Hal tersebut bukan tanpa dasar yang kuat, melainkan didasarkan pada pribadi Yesus Kristus yang dalam kapasitas-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat telah menyampaikan perintah kepada jemaat melalui para rasul. Jadi dasar kebenaran itu bukan terletak di dalam diri pribadi para rasul, melainkan diletakkan di dalam diri Pribadi Yesus Kristus.

 

Penegasan dari rasul Paulus

Rasul Paulus juga tercatat turut memberikan penegasan bahwa Roh Kudus telah berbicara dan mengajar para rasul, termasuk dirinya, untuk menyampaikan karunia Ilahi, yaitu perkataan-Nya dan ajaran-Nya kepada jemaat. Paulus berkata: Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh. (1 Korintus 2:13)

Melalui ayat tersebut, Paulus bersaksi bahwa perkataan yang diajarkan kepada jemaat bukanlah perkataan yang berasal dari ajaran manusia, tetapi merupakan ajaran dari Roh sendiri. Paulus berkata: Jika seorang menganggap dirinya nabi atau orang yang mendapat karunia rohani, ia harus sadar, bahwa apa yang kukatakan kepadamu adalah perintah Tuhan. (1 Korintus 14:37)

Melalui ayat tersebut, rasul Paulus menegaskan bahwa apa yang ia sampaikan adalah perintah Tuhan dan bukan sekedar perkataan manusia saja.

 

Penegasan dari seorang penulis Injil, yaitu Lukas

Selain penegasan yang diberikan oleh Tuhan Yesus, rasul Petrus dan rasul Paulus, kita dapat melihat pula bagaimana pandangan seorang penulis Injil yang memiliki kedekatan di dalam pelayanan bersama rasul Paulus, yaitu Lukas.

Lukas bukan termasuk seorang rasul, tetapi kedekatannya dengan rasul Paulus membuat ia layak menjadi saksi pekerjaan Tuhan dan membuat tulisannya cukup meyakinkan

Sebagai seorang tabib dan sekaligus seorang yang memiliki perhatian terhadap sejarah, Lukas dipakai Tuhan untuk menuliskan perkataan-perkataan Tuhan. Ada dua tulisan Lukas yang menjadi bagian dari kitab Perjanjian Baru kita, yaitu Injil Lukas dan Kisah Para Rasul.

Dalam Kisah Para Rasul, ada sebuah catatan Lukas mengenai sebuah peristiwa yang dapat menjadi penegasan akan betapa pentingnya peran para rasul dalam gereja mula-mula. Lukas menulis:

(2) Dengan setahu isterinya ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul-rasul. (3) Tetapi Petrus berkata: "Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu? (4) Selama tanah itu tidak dijual, bukankah itu tetap kepunyaanmu, dan setelah dijual, bukankah hasilnya itu tetap dalam kuasamu? Mengapa engkau merencanakan perbuatan itu dalam hatimu? Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah." (Kisah Para Rasul 5:2-4)

Menurut tulisan Lukas tersebut, berbohong kepada para rasul sama artinya dengan berbohong langsung kepada Tuhan. Hal ini sekali lagi menjadi penegasan terhadap otoritas para rasul sebagai wakil Allah untuk menyampaikan Firman Tuhan,

 

Kesimpulan dari sifat otoritatif tulisan para rasul

Berdasarkan beberapa penegasan tersebut, maka dapat dipastikan bahwa tulisan para rasul adalah tulisan yang bersifat otoritatif, sama seperti para nabi di Perjanjian Lama yang juga berperan sebagai suara Tuhan kepada manusia.

 

Beberapa kriteria untuk menilai kelayakan tulisan Kitab Suci

Di era kita sekarang ini, cukup sering bermunculan berita tentang ditemukannya tulisan-tulisan kuno yang diduga merupakan tulisan ilahi dan dianggap layak sebagai tulisan yang punya otoritas yang sama dengan Alkitab.

Untuk mengantisipasi terjadinya kekeliruan dalam mengakui mana tulisan yang berotoritas dan mana yang tidak, maka harus ada beberapa kriteria yang jelas untuk menentukan apakah sebuah tulisan di era Perjanjian Baru itu layak disebut sebagai Alkitab atau tidak. Beberapa kriteria itu adalah:

 

Pertama, harus ditulis oleh para rasul.

Ada tiga belas rasul yang pernah menjadi saksi mata kehidupan dan pelayanan Tuhan Yesus, selama Tuhan masih hadir secara fisik di dunia ini. Memang tidak semua dari para rasul itu yang dipakai Tuhan untuk menuliskan Alkitab, tetapi apabila mereka dipakai untuk tugas demikian, maka dapat dipastikan bahwa mereka adalah orang-orang yang paling memenuhi kualifikasi untuk tugas tersebut.

Mereka melihat dan mendengar langsung apa yang diperbuat dan dikatakan oleh Tuhan Yesus. Dan mereka juga mendapat peran yang khusus dari Roh Kudus untuk menuliskan apa yang mereka lihat dan dengar tersebut.


Kedua, harus ditulis oleh orang yang dekat dengan para rasul

Rasul-rasul yang dipakai untuk menulis Alkitab adalah Matius, Yohanes, Petrus dan Paulus. Sementara itu, kita melihat bahwa Alkitab kita terdiri dari tulisan-tulisan yang bukan ditulis oleh ke empat rasul tersebut.

Injil Markus dan Injil Lukas misalnya, tidak ditulis oleh rasul Tuhan, meskipun demikian baik Markus maupun Lukas memiliki relasi yang dekat dengan rasul. Yang dimaksud dekat adalah mereka hidup dalam masa yang sama, terlibat dalam pelayanan yang sama sedemikian sehingga tulisan mereka dapat diperiksa dan dikoreksi oleh para rasul apabila mengandung kesalahan.

Markus dekat dengan rasul Petrus sedangkan Lukas dekat dengan rasul Paulus. Apa yang ditulis oleh Markus dan Lukas dapat dipastikan telah dibaca pula oleh Petrus dan Paulus sehingga ada suatu fungsi pengawasan dari kedua rasul tersebut. Sambil tentu saja kita tidak mengesampingkan peran Roh Kudus sebagai pengawas utama dari ajaran yang disampaikan dalam tulisan mereka.

 

Ketiga, memiliki kualitas ajaran yang sama dengan ajaran para rasul.

Ajaran Kitab Suci merupakan elemen yang sangat penting untuk diperhatikan pula. Dan karena di bagian awal sudah dijelaskan betapa pentingnya otoritas rasul sebagai wakil Allah untuk menyampaikan pengajaran kepada jemaat. Oleh karena itu, ajaran para rasul ini menjadi faktor penentu dari diterima atau ditolaknya sebuah tulisan sebagai bagian dari Kanon Perjanjian Baru.

Tulisan-tulisan yang beredar di zaman para rasul hidup sudah cukup banyak, sebagaimana yang disaksikan oleh Lukas di dalam bagian awal dari Injilnya. Oleh karena itu, tulisan-tulisan ini perlu diseleksi berdasarkan isi pengajaran yang ada di dalamnya.

Apabila ada ajaran yang berbeda dengan apa yang telah diajarkan oleh para rasul dan berbeda pula dengan ajaran Perjanjian Lama, maka dapat dipastikan bahwa tulisan semacam itu tidak layak diakui sebagai bagian dari Kanon Perjanjian Baru.

 

Keempat, usia tulisan yang sezaman dengan masa para rasul hidup

Tulisan yang layak diakui ke dalam Kanon Perjanjian Baru adalah tulisan yang dibuat pada masa-masa ketika para rasul masih hidup. Jika ditemukan sebuah tulisan dengan ajaran tertentu yang ditulis pada abad ke 5 atau ke 6 atau apalagi abad ke 13 misalnya, maka dapat dipastikan bahwa itu bukan termasuk ke dalam Kanon Perjanjian Baru.

Sebab bagaimana mungkin orang-orang di abad yang sedemikian jauh dapat menulis sesuatu yang berarti tentang Yesus Kristus yang hidup di abad yang berbeda dengan mereka? Jika tulisan para rasul saja yang dibuat pada zaman yang tidak jauh berbeda dengan zaman ketika Tuhan masih hadir di dunia secara fisik, masih sering dipertanyakan, maka jauh lebih patut dipertanyakan lagi tulisan-tulisan yang dibuat di abad-abad yang jauh tersebut itu, bukan?

 

Daftar kitab Perjanjian Baru yang disusun oleh Athanasius

Perlu dicatat pula suatu peristiwa penting di dalam sejarah terkait Kanon Perjanjian Baru. Pada tahun 367 Masehi, Athanasius menulis surat yang disebut sebagai The thirty ninth Paschal Letter, di mana dalam surat tersebut, terdapat suatu daftar buku yang sama persis seperti daftar buku-buku Perjanjian Baru yang secara kita miliki, yaitu berjumlah 27 kitab.

Dan dapat dikatakan bahwa semenjak saat itu, daftar 27 kitab tersebut diakui dan diterima secara umum oleh para ahli kitab Perjanjian Baru, hingga hari ini.

 

Darimana kita yakin bahwa semua buku yang ada ini memang adalah buku yang diinginkan Tuhan untuk kita terima sebagai Firman-Nya?

Pertama, keyakinan bahwa Tuhan mengasihi umat-Nya sehingga Tuhan sendiri yang memilihkan buku-buku tersebut untuk dibaca oleh umat-Nya.

Kedua, keyakinan bahwa Tuhan adalah Bapa kita yang mengendalikan jalannya sejarah.

Ketiga, keyakinan yang berasal dari kesaksian Roh Kudus di dalam hati kita.

Keempat, hingga saat ini tidak ada temuan buku baru yang dipandang layak untuk ditambahkan ke dalam daftar 27 buku tersebut. Pun hingga saat ini tidak ada keberatan atau sanggahan terhadap buku-buku yang sudah ada tersebut.

 

Kiranya Tuhan Yesus menolong kita semakin mengenal Dia. Amin. (Oleh: Izar Tirta).

 

Sunday, April 24, 2022

Mengapa Paulus rela terkutuk bagi orang berdosa?

Sebuah perenungan singkat dari Roma 9:1-5
Adalah hal yang wajar apabila orang berdosa mengalami kutukan Ilahi.
Tetapi mengapa Paulus rela ikut terkutuk bagi orang berdosa?
Dan mengapa Musa pun rela dihapuskan dari kitab kehidupan Allah?
Apa rahasia Paulus dan Musa?
Apa yang dapat kita pelajari dan hayati dari kerelaan seperti ini?

 


 

Ayat Firman Tuhan

(1) Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, (2) bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. (3) Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani. (4) Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji. (5) Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin! (Roma 9:1-5)

 

Kesedihan Paulus

Merasa bersedih adalah hal yang sangat umum atau sangat wajar terjadi pada siapapun, tidak terkecuali seorang rasul yang begitu dewasa di dalam kerohanian seperti rasul Paulus. Hanya saja, kesedihan yang dialami oleh rasul Paulus sangat mungkin sangat berbeda dengan kesedihan yang kita alami sehari-hari.

Dalam keseharian, kesedihan kita sering kali merupakan kesedihan yang bersifat egois dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kerajaan Allah. Kita bersedih ketika disalah mengerti oleh orang lain. Kita bersedih ketika kurang mendapat pengakuan atau penerimaan dari orang lain. Kita bersedih ketika tidak berhasil memperoleh barang-barang yang kita inginkan. Kita bersedih ketika ada orang lain yang mempunyai segala kelebihan dibandingkan dengan diri kita. Semua itu adalah kesedihan yang bersifat egois dan berpusat kepada diri sendiri. Kesedihan semacam itu sangat berbeda dengan kesedihan yang dirasakan oleh rasul Paulus.

Di dalam ayat 1 dan 2 kita mendapati bahwa rasul Paulus mengalami dukacita dan kesedihan yang mendalam atas orang-orang Israel. Paulus bukan bersedih karena apa yang terjadi pada dirinya, melainkan bersedih karena apa yang terjadi pada orang lain.

Paulus tidak lagi bersedih karena terlalu memikirkan apakah dirinya diterima orang lain atau tidak, sebab Paulus sudah mengetahui dan mengalami bahwa ia diterima oleh Tuhan dan bagi Paulus itulah penerimaan satu-satunya yang penting. Paulus justru bersedih ketika melihat bahwa ada banyak orang Israel yang belum diterima oleh Tuhan karena ketidakpercayaan mereka.

Paulus tidak bersedih karena ia tidak memiliki barang ini atau barang itu, tidak memiliki pakaian ini dan itu atau tidak berhasil menikmati makanan ini dan itu. Bagi Paulus kebutuhan mendasar seperti itu sudah tidak terlalu dipikirkan lagi karena Paulus adalah orang yang memiliki kesederhanaan. Ia tahu apa artinya cukup sehingga tidak menuntut hal-hal yang berlebihan di dalam pakaian dan makanan. Ia lebih memusatkan perhatiannya pada orang lain, yaitu orang lain yang berkekurangan dan terutama orang lain yang belum menjadi milik Allah.

Kesedihan Paulus terhadap orang Israel yang tidak percaya itu sedemikian besar sehingga rasul Paulus bahkan rela untuk terkutuk dan terpisah dari Kristus demi orang-orang Israel tersebut (lihat ayat 3). Ini adalah hati yang luarbiasa, sebuah hati yang benar-benar sudah diubahkan oleh cinta kasih Kristus.

Kristus sendiri sudah membuktikan di dalam kehidupan-Nya selama di dunia. Demi menyelematkan orang-orang berdosa, Yesus Kristus rela mengalami kutukan yang mengerikan, mati dengan cara yang memalukan dan sangat menyakitkan di atas kayu salib. Bahkan lebih lagi, melalui pengorbanan di kayu salib itu, Tuhan Yesus bahkan rela mengalami penolakan dari Bapa. Teriakan Tuhan Yesus di kayu salib: “Allah-Ku.. Allah-Ku.. mengapa Engkau meninggalkan Aku…” adalah teriakan yang akan dikeluarkan oleh setiap orang yang dibuang ke neraka. Dan untuk sesaat itu, Tuhan Yesus sungguh-sungguh mengalami apa artinya kengerian neraka, dipisahkan dari Allah sumber segala kehidupan.

Di sepanjang Perjanjian Lama, kita juga menjumpai nabi-nabi Tuhan yang rela mengalami penderitaan demi orang-orang lain yang memberontak kepada Allah, salah satunya adalah Musa. Ketika bangsa Israel berbuat dosa di hadapan Tuhan, dan di dalam murka-Nya Tuhan ingin menghapuskan bangs aitu, Musa datang kepada Tuhan dan berkata: Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis." (Keluaran 32:32)

Ada kesesuaian di antara Musa, Paulus dan Kristus, yaitu kerelaan mereka untuk turut menderita bagi orang-orang yang harus menghadapi murka Ilahi. Mereka sadar betul betapa manusia berdosa, mereka sadar betul bahwa kesucian Allah tidak dapat berdampingan dengan keberdosaan manusia, oleh karena itulah mereka merasa sedih sedemikian rupa hingga rela turut menderita bagi orang lain.

Hanya Allah yang dapat mengubah hati manusia menjadi sedemikian mengasihi sesamanya dan mengalami kesedihan demi kebaikan sesamanya. Betapa kita harus belajar dan memohon agar Allah juga mengubah hati kita sehingga kita tidak lagi disibukkan dengan kesedihan-kesedihan egoistik melainkan boleh belajar seperti Musa, Paulus dan Kristus untuk memiliki kesedihan Ilahi bagi orang-orang berdosa.

 

Keistimewaan anak angkat Allah

Dalam ayat selanjutnya, rasul Paulus menyebutkan alasan mengapa ia merasa sangat bersedih dan sangat menyayangkan kondisi orang Israel yang berdosa tersebut. Rasul Paulus sadar bahwa sesungguhnya orang Israel adalah anak angkat Allah, keturunan bapa-bapa leluhur, menurunkan Mesias (lihat ayat 4 dan 5).

Secara status, orang Israel memiliki keistimewaan yang luar biasa dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Namun orang Israel sendiri sepertinya tidak menghargai keistimewaan ini dan memiliki sikap yang bertolak belakang dari statut mereka yang istimewa tersebut.

Tidak semua bangsa disebut sebagai anak angkat Allah, Israel memiliki status seperti itu, tetapi di dalam kehidupan mereka justru tercermin perbuatan-perbuatan yang tidak menyiratkan bahwa mereka adalah anak angkat Allah.

Bangsa Israel adalah bangsa yang dipilih Allah untuk melahirkan Mesias, tetapi sangat disayangkan bahwa bangsa Israel sendiri justru tidak menerima Mesias yang diberikan oleh Allah melalui mereka. Ini sangat ironi, ini sangat memilukan dan ini sangat menyedihkan hati rasul Paulus.

Apa yang dirasakan oleh Paulus sangat mungkin juga dirasakan oleh Yesus Kristus terhadap kita semua. Sebagai orang yang sudah ditebus dan diselamatkan oleh Yesus Kristus melalui kematian-Nya di kayu salib, apakah hidup kita sudah mencerminkan jati diri kita sebagai orang yang sudah ditebus dan diselamatkan?

Orang Israel bukan saja telah diangkat sebagai anak oleh Allah melain mereka juga seudha menerima kemuliaan dan perjanjian dengan Allah, mereka sudah menerima hukum Taurat, mereka sudah dipanggil untuk beribadah kepada Allah dan menerima janji-janji-Nya. Tetapi semua itu sepertinya dianggap sepi oleh orang Israel dan mereka memilih untuk menolak Sang Mesias dan tidak mau hidup menurut jalan yang ditunjukkan oleh Kristus.

Semoga semua itu juga menjadi peringatan bagi kita agar sebagai orang Kristen kita tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti orang Israel. Biarlah dengan rendah hati kita memberi diri kita dipimpin oleh Kristus yang telah menebus kita dengan darah-Nya yang mahal itu.

 

Kemuliaan Kristus Yesus

Pada akhirnya, rasul Paulus mengingatkan kita semua bahwa Mesias adalah Allah yang layak dipuji sampai selama-lamanya. Ini bukanlah sebuah slogan kosong, ini bukanlah janji yang tidak ada artinya, tetapi ini adalah komitmen kita sebagai orang yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus.

Biarlah seluruh hidup kita diarahkan untuk mempermuliakan Sang Mesias yang di dalam kematian dan kebangkitan-Nya telah lebih dahulu memuliakan kita yang berdosa dan tidak layak ini.

Tuhan Yesus memberkati. (Oleh: izar tirta).