Monday, October 26, 2020

Mengenal Tuhan lebih penting daripada kekayaan

Eksposisi dari kisah Kain dan Habel

Oleh: Izar Tirta


Mengenal Tuhan lebih penting daripada kekayaan


Adakah sesuatu yang lebih penting daripada kekayaan dan kesuksesan? Di dalam dunia kita diajar bahwa kekayaan dan kesuksesan adalah segala-galanya. Tetapi Alkitab mengajarkan bahwa mengenal Tuhan itu jauh lebih penting daripada kekayaan, lebih penting daripada kesuksesan dan lebih penting daripada segala pencapaian di dalam dunia ini.

Kisah Kain dan Habel adalah contoh di dalam Alkitab yang mengajarkan bahwa mengenal Tuhan itu jauh lebih penting daripada kekayaan, jauh lebih penting daripada kesuksesan, jauh lebih penting daripada pencapaian apapun yang dapat diraih oleh seorang manusia.

Hal tersebut dapat kita pelajari dengan cara memperbandingkan antara keturunan Adam yang berasal dari keluarga Kain dan keturunan Adam yang berasal dari keluarga Set.

Garis keturunan Adam yang berasal dari keluarga Kain adalah orang-orang yang menonjol dari segi kekayaan atau segi pencapaian materi dan sangat menonjol di dalam mencetak prestasi di dalam dunia. Bagi orang yang tidak membaca Alkitab, siapapun tentu merasa bangga dengan jenis keturunan semacam ini bukan? Bagi orang yang kurang peduli pada Firman Tuhan, mereka pasti mengidam-idamkan jenis keturunan seperti ini.
 
Tetapi jika kita perhatikan keturunan Adam dalam garis keluarga Set, maka kita akan mendapati bahwa sama sekali tidak ada penyebutan tentang apa yang telah mereka capai dalam hidup ini. Pesannya cukup jelas, Alkitab tidak tertarik untuk menjelaskan pencapaian apa yang telah diraih oleh orang-orang itu selama di dunia. Satu-satunya hal terpenting yang menjadi perhatian Allah pada mereka adalah bahwa mereka itu merupakan orang-orang yang mengenal Tuhan.
 
Adakah hal ini membuat kita juga merasa tertarik? Adakah hal ini memberi semacam gejolak sukacita di dalam hati kita? Adakah suatu api dari Tuhan yang membakar kita sehingga kitapun merindukan pengenalan akan Tuhan tersebut?

Ketika kita belajar bahwa mengenal Tuhan itu lebih penting daripada kekayaan, tentu saja bukan berarti bahwa semua pengikut Tuhan Yesus adalah sekumpulan orang dungu yang selalu gagal dalam berkarir dan senantiasa bangkrut di dalam usaha. Dan hal itu juga bukan berarti bahwa Alkitab senantiasa memandang sinis kepada orang sukses dan orang kaya sambil menuduh mereka sebagai sekelompok orang yang tidak beres semata-mata. Tentu saja Alkitab tidak sebodoh, tidak se-naif dan tidak sedangkal itu.
 

Tetapi yang ingin ditekankan di sini adalah bahwa Alkitab selalu berusaha mengajak kita untuk melihat ke dalam persoalan sikap hati. Apakah di dalam setiap aktivitas kehidupan itu, entah sukses atau gagal, entah untung besar atau pun bangkrut, dalam sehat ataupun sakit, dalam miskin ataupun kaya, apakah kita melewatinya bersama Dia, dan demi untuk memuliakan Dia? Kita termasuk orang yang mengenal Tuhan apabila kita bisa menjawab ya atas pertanyaan ini.

Ataukah kita melakukannya dengan sikap hati yang seolah-olah tidak ada hubungan sama sekali dengan Tuhan? Adakah setiap aktivitas itu membawa kita semakin mengenal Tuhan? Adakah semua pencapaian itu kita lakukan untuk memuliakan Dia dan didasarkan pada alasan karena kita mengasihi Dia dan ingin belajar untuk taat kepada-Nya?

Jadi sekali lagi, persoalannya bukan apakah pengikut Tuhan itu kaya atau miskin, sukses atau gagal, sehat atau sakit. Bukan itu. Persoalannya adalah Alkitab tidak tertarik untuk membahas kehidupan para pengikut Tuhan dari sudut pandang keberhasilan manusia atau pun kemuliaan dunia. Mengapa? Karena di mata Tuhan, semua kekayaan itu, semua keberhasilan dan semua kemuliaan dunia itu, tidak ada artinya sama sekali jika dibandingkan dengan pengenalan akan Tuhan.
 
Bagi Alkitab, mengenal Tuhan itu adalah hal yang jauh lebih penting, bahkan sangat penting dibandingkan dengan kekayaan materi.

Dari garis keturunan Adam melalui Set inilah kemudian lahir “orang-orang besar” yang bukan dinilai berdasarkan pencapaian dalam hidup mereka, tetapi dinilai dari cara mereka hidup bergaul dengan Allah atau hidup mengenal Tuhan.

Apabila kita telusuri kembali ayat-ayat sebelumnya, yaitu ketika Allah berjanji untuk mengadakan permusuhan antara keturunan wanita dan keturunan ular, maka kita akan mendapati bahwa Alkitab secara jelas membuat pembagian dan pemisahan antara keturunan ular yang menentang Allah dan keturunan perempuan yang mendapat anugerah untuk bergaul dengan Dia. (Baca: Kisah Kelahiran Kain. Klik disini)

Daftar keturunan yang menentang Tuhan jika ditinjau dari Adam adalah: Adam, Kain, Henokh, Irad, Mehuyael, Metusael dan Lamekh. Sementara daftar keturunan yang mendapat anugerah dari Tuhan, jika ditinjau dari Adam adalah: Adam, Set, Enos, Kenan, Mahalaleel, Yared dan Henokh.

Sama-sama berawal dari Adam, namun masing-masing berakhir pada garis kehidupan yang berbeda. Keturunan ke tujuh dari Adam menurut garis keluarga Kain adalah Lamekh, seorang yang sangat penuh dengan kebencian.

Tentang Lamekh, Alkitab menulis: Kejadian 4:23 Berkatalah Lamekh kepada kedua isterinya itu: "Ada dan Zila, dengarkanlah suaraku: hai isteri-isteri Lamekh, pasanglah telingamu kepada perkataanku ini: Aku telah membunuh seorang laki-laki karena ia melukai aku, membunuh seorang muda karena ia memukul aku sampai bengkak; (4:24) sebab jika Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat."

Dan sebagai kontrasnya, keturunan Adam yang ketujuh dari garis keluarga Set adalah Henokh, seorang yang dilukiskan oleh Alkitab sebagai pribadi yang sangat dekat dengan Allah.

Tentang Henokh, Alkitab menulis: Kejadian 5:24 Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah.

Betapa besar perbedaan yang dikerjakan oleh Tuhan yang kita kenal melalui Alkitab, bukan? Lamekh dan Henokh adalah saudara dekat jika ditinjau dari garis keturunan Adam, tetapi sebagaimana kita baca, secara spiritual mereka telah dipisahkan oleh sebuah jurang yang tak mungkin dapat terseberangi lagi. Dalam acara arisan keluarga besar Adam, mungkin Lamekh dan Henokh bisa sama-sama hadir. Tetapi di dalam acara kebersamaan keluarga Allah Tritunggal, dapat dipastikan bahwa yang satu hadir, sementara yang lain tidak.
 
[Baca juga: Ulasan dari Yeremia 9:23,24 tentang Kekayaan. Klik di sini]

UNTUK DIRENUNGKAN
Telah sekian lama kita membahas kontras antara pandangan Yesus Kristus dengan pandangan dunia yang telah jatuh ke dalam dosa ini, terutama dalam kaitannya dengan kekayaan materi. Mulai dari perjumpaan antara Tuhan Yesus dengan pemuda yang kaya raya, kontras antara pandangan TuhanYesus dan pandangan dunia modern, hingga kisah Kain dan Habel ini. Kiranya berbagai gambaran yang kontras tersebut dapat menolong kita untuk memilih, di sisi mana kita lebih tertarik untuk berdiri? Kiranya Tuhan berbelas kasihan kepada kita. Amin.
 

Saturday, October 24, 2020

Eksposisi singkat Kejadian 4:26 : Ketika manusia mulai mengenal Allah secara pribadi

Oleh: Izar Tirta



 

Lahirlah seorang anak laki-laki bagi Set juga dan anak itu dinamainya Enos. Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN. Kejadian 4:26 

 

Set kemudian memiliki anak yang bernama Enos, dan sebagaimana kita baca, sejak zaman Enos inilah orang mulai memanggil nama TUHAN.

 

Apabila kita sungguh merenungkan, maka kita sadar bahwa “memanggil nama TUHAN” bukanlah sebuah perkara yang sederhana. Sebab sebagai keturunan dari orang yang telah jatuh ke dalam dosa, maka pengenalan akan Tuhan adalah suatu hal yang mustahil, kecuali jika ada campur tangan dari Tuhan sendiri. Kalaupun keturunan Set ini dapat memanggil nama Tuhan, maka hal itu sudah pasti merupakan akibat dari perbuatan baik Tuhan yang dengan penuh anugerah mengizinkan diri-Nya untuk dikenal oleh manusia.

 

Apalagi dalam teks tersebut kita membaca bahwa Allah yang dikenal di sini bukan allah sembarang allah seperti yang dipikirkan oleh orang modern sekarang ini, melainkan Yahwe, Allah dengan nama yang spesifik sekali. Yahwe adalah Dia yang telah masuk dan mengikatkan diri-Nya ke dalam suatu relasi pribadi dengan manusia melalui sejarah bangsa Yahudi, dan hanya bisa dikenal melalui Alkitab.

 

Persoalannya bagi kita sekarang adalah, apakah kita merasa tertarik pada anugerah semacam ini? Yaitu bahwa kita boleh mengenal Dia? Ataukah kita masih selalu lebih tertarik pada segala sesuatu yang dimiliki oleh Kain dan keluarganya itu?

 

Apa yang dimiliki oleh Kain, segera dapat dilihat. Tetapi apa yang dimiliki oleh keturunan Set, tidak dapat terlihat oleh mata. Apa yang dimiliki oleh Kain membawa semacam kebanggaan, prestige. Tetapi siapakah yang akan merasa bangga jika mendapat pengenalan akan Tuhan? Bukankah mengenal Tuhan itu lebih terdengar bagaikan suatu konsep yang abstrak? Forbes pun pasti menolak untuk memasukkan orang-orang semacam ini ke dalam majalahnya, bukan?

 

Bagi orang-orang di zaman modern yang sangat memuja pencapaian, uang dan harta benda yang nyata, pengenalan akan Allah menjadi sesuatu yang tidak menarik sama sekali. Namun melalui keturunan Adam dari garis keluarga Set, kita melihat bahwa satu-satunya “kekayaan” terbesar yang mereka miliki justru adalah bahwa mereka mengenal Tuhan.

 

Kita perlu bergumul di hadapan Tuhan apabila kita sulit menerima “kekayaan” semacam itu sebagai sesuatu yang berharga. Saya pikir kita perlu melakukan introspeksi diri apabila kita jauh lebih menghargai jalan hidup Kain ketimbang Habel ataupun Set dan Enos. Tentu bukan suatu kebetulan jika sejak awal mula Alkitab sudah menulis hal-hal yang seperti ini, yaitu agar kita bercermin dari peristiwa tersebut.

 

Dalam artian tertentu, kita bisa menganggap Alkitab itu bagaikan sebuah cermin. Sebuah cermin yang memantulkan sikap hati kita. Dari cara kita menilai sebuah kisah, dari cara kita menaruh hati pada tokoh-tokoh dalam kisah itu, terbongkarlah isi hati kita sendiri di hadapan Tuhan. Kita jadi tahu, kepada siapakah atau kepada apakah hati kita selama ini telah lebih dicondongkan.

 

Jadi, jika kita dalam hidup ini selalu dan selalu dan terus menerus selalu saja tergila-gila pada kekayaan atau sangat bangga pada harta serta sangat menghormati orang kaya sedemikian rupa hanya karena dia kaya, sementara Alkitab justru berbicara dengan arah yang 180o berseberangan dengan hal tersebut, maka mungkin kita perlu duduk sebentar dan merenung. Apakah kita masih ingin mengikuti Yesus yang modelnya kayak gini? Atau mungkin pada dasarnya kita memang kurang cocok hidup bersama Dia? Jangan-jangan (karena malas baca Alkitab) selama ini kita telah keliru menilai Yesus. Jangan-jangan Yesus yang selama ini kita pikir sedang kita gandrungi itu, ternyata totally a different kind of Person?