Saturday, November 2, 2024

Apakah Tuhan merestui hubungan cinta di antara kaum LGBTQ?

 Eksposisi Roma 1:25-32

 

Apakah Tuhan merestui hubungan cinta di antara kaum LGBTQ ?

 Maraknya gerakan LGBTQ justru merupakan tanda penghakiman Ilahi terhadap dunia ini

Berbeda dengan pandangan populer bahwa segala tindakan manusia diperbolehkan apabila dilandasi oleh cinta, Alkitab justru mengajarkan bahwa cinta terhadap objek yang salah, bukanlah cinta yang berasal dari Allah. Cinta itu tidak selalu benar, cinta baru dapat dikatakan benar, apabila objek dari cinta itu juga benar. Jika seseorang laki-laki mencintai istinya sendiri, maka hal itu dapat dibenarkan. Tetapi jika laki-laki itu mencintai istri temannya, sementara ia sendiri memiliki seorang istri, maka cinta kepada istri temannya itu adalah suatu kesalahan. Laki-laki itu tidak bisa dibenarkan karena cinta kepada orang yang salah, membuat cinta itu sendiri pun menjadi salah.

Cinta pada keadilan dan kebenaran adalah perbuatan yang benar, tetapi mencintai dosa adalah perbuatan yang tidak benar. Sekali lagi, cinta tidak selalu benar, cinta menjadi benar atau tidak benar, bergantung pada objek dari cinta itu sendiri.

Kaum LGBTQ memaksa semua orang untuk menerima pandangan hidup mereka, dengan argumentasi bahwa tindakan mereka didasarkan pada cinta. Tetapi Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa tindakan kaum LGBTQ adalah salah, karena cinta mereka diarahkan kepada objek yang salah.

Kitab Roma bahkan dengan tegas mengajarkan bahwa gerakan LGBTQ, sebagaimana yang menjadi sangat marak akhir-akhir ini, adalah sebuah tanda penghakiman Ilahi terhadap manusia, bukan tanda dari kemajuan cara berpikir masyarakat dari kalangan woke culture. (Woke Culture dalam definisi yang sederhana adalah sebuah gerakan yang mendukung ide-ide LGBTQ ini).

 

Roma 1:25-27
25 Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. 26 Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. 27 Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.

Menggantikan kebenaran Allah dengan dusta

Manusia membangun sendiri kebenaran menurut versi mereka, itu sama saja hidup dalam kebohongan, dan pasti akan berakhir dalam kesesatan yang memalukan. Dalam tulisan berjudul: Apakah keberadaan Allah sungguh-sungguh tersembunyi bagi manusia? [Klik disini.], saya sudah menjelaskan bahwa penolakan manusia untuk menyembah Allah telah mengakibatkan manusia tersesat di dalam penyembahan kepada objek-objek yang salah.

Di dalam kesesatannya, manusia kemudian jatuh ke dalam penyembahan kepada manusia, burung, binatang berkaki empat dan binatang menjalar. Ada suatu trend penurunan dari makhluk yang lebih tinggi dalam status sebagai ciptaan (yaitu manusia) menuju makhluk yang lebih rendah.  Dan binatang menjalar itu adalah gambaran dari binatang yang posisinya paling rendah, untuk mengajarkan bahwa kondisi kerohanian manusia yang menolak Allah, pasti akan mengalami penurunan menuju pada keadaan yang semakin rendah dan semakin memalukan.

Sebagai kelanjutan dari kondisi yang sudah buruk itu, Roma 1:25-27 mengajarkan bahwa di dalam murka-Nya, Tuhan bahkan akan melemparkan manusia ke dalam situasi dimana perbuatan mereka bahkan menjadi lebih hina daripada binatang menjalar. Mengapa dikatakan lebih hina?

Sebab serendah-rendahnya binatang menjalar, setidaknya binatang menjalar itu pun adalah ciptaan Tuhan. Tetapi kondisi dimana laki-lagi menjadi birahi terhadap laki-laki, dan perempuan birahi terhadap sesama perempuan, hal itu sama sekali bukan sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan sejak dari mulanya.

Kejadian 1:27, Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.

Menurut ayat di atas, hanya ada dua kategori gender yang diciptakan oleh Tuhan, yaitu laki-laki dan perempuan. Tidak ada transgender, tidak ada kategori lain seperti Queer, misalnya. (Istilah Queer mengacu atau berkaitan dengan identitas seksual atau gender yang berbeda dengan gagasan yang telah belaku tentang seksualitas dan gender, yaitu laki-laki dan perempuan).

Fakta bahwa di dalam masyarakat woke culture pada saat ini, muncul begitu banyak gender, seperti non-binary, biseksual, androgini, genderfluid dan lain sebagainya, adalah tanda bahwa manusia telah bermain-main untuk menjadi seperti Allah, menciptakan gender-gender baru sesuka hati mereka yang berbeda dengan gender yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Bukan Allah yang menciptakan sedemikian banyak gender, tetapi kebejatan hati manusia yang berdosa-lah yang telah menciptakan semua itu.

Kejadian 2:23-24, 23Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." 24Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.

Menurut ayat-ayat di atas, hanya ada satu jenis perkawinan, yaitu perkawinan di antara laki-laki dan perempuan. Menurut ketetapan Tuhan, tidak pernah ada perkawinan yang boleh terjadi antara sesama lelaki atau sesama perempuan, sebagaimana yang diusung oleh kaum LGBTQ tersebut.

Oleh karena itu, berdasarkan kitab Roma, perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum LGBTQ dalam kelompok masyarakat woke culture saat ini, adalah perbuatan yang bahkan lebih rendah atau lebih hina daripada binatang menjalar.

Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan

Sungguh aneh dan patut disayangkan bahwa hal yang sangat dibenci oleh Tuhan seperti gerakan LGBTQ itu, justru saat ini menjadi sebuah gerakan yang semakin luas diterima oleh masyarakat dunia. Dari sudut pandang kitab Roma, kondisi seperti ini semakin menegaskan bahwa dunia ini memang sedang menuju kebinasaan dan penghakiman Ilahi terhadap manusia sedang berlangsung.

Kalimat dalam kitab Roma menjelaskan bahwa hawa nafsu yang muncul di kalangan kaum LGBTQ adalah hawa nafsu yang memalukan. Dan hawa nafsu tersebut timbul karena Allah sendiri di dalam murka-Nya telah menyerahkan manusia ke dalamnya, sebagai sebuah tindakan penghukuman atas tindakan manusia yang terus menerus menolak Allah, terus menerus menginginkan apa yang cemar dan tidak mau belajar menginginkan apa yang suci, apa yang benar, apa yang mulia (Filipi 4:8)

Kalimat-kalimat yang muncul dari mulut kaum woke culture atau LGBTQ bahwa apa yang mereka lakukan adalah terserah mereka karena hidup adalah milik mereka sendiri, bahwa mereka dilahirkan seperti itu, bahwa mereka tidak bersalah karena semua perbuatan itu dilandaskan oleh cinta, dan lain sebagainya; semua itu pada dasarnya adalah sebuah kebohongan dan tidak ada kebenaran sama sekali. Yang benar adalah bahwa Allah sedang murka kepada manusia sehingga membiarkan segala kecemaran dan kesesatan seperti itu semakin berkembang.

Yang paling celaka dari semua ini adalah, masyarakat woke culture atau para pelaku LGBTQ ini justru merasa bangga dengan identitas baru mereka dan seringkali marah apabila ada orang yang tidak setuju pada mereka dan kerapkali memaksa orang lain untuk setuju dan menerima gagasan woke culture mereka. Tidak ada rasa bersalah sama sekali di dalam diri mereka, sebaliknya mereka justru mempersalahkan orang lain secara brutal dan membabi buta.

Bahwa kita harus menerima orang berdosa, itu adalah suatu hal yang diajarkan oleh Tuhan. Tetapi bahwa kita harus setuju dengan orang berdosa yang tidak berniat untuk bertobat dari dosanya, orang berdosa yang bahkan berani memaki orang lain yang tidak setuju pada keberdosaan mereka, hal itu merupakan suatu hal yang sama sekali tidak dapat dibenarkan.

Mengasihi seseorang yang bersalah adalah satu hal, dan itu memang penting untuk diupayakan. Tetapi mengatakan apa yang salah menjadi benar, dan menjadikan benar segala perbuatan yang salah, itu justru adalah perbuatan yang dibenci oleh Tuhan. Yesaya 5:20 berkata: Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit.

Orang Kristen justru harus tegas, memilah-milah antara yang benar dan yang salah, yang disetujui oleh Tuhan dan yang dimurkai oleh Tuhan. Jika Tuhan mengatakan bahwa perbuatan seperti LGBTQ itu adalah perbuatan yang lebih memalukan serta lebih rendah daripada binatang menjalar, maka sebagai orang Kristen kita tidak bisa berpendapat yang sebaliknya, seolah-olah kita ini lebih baik, lebih penuh cinta, lebih suci dan lebih tahu dibandingkan Tuhan sendiri. Yesaya 5:21 berkata: Celakalah mereka yang memandang dirinya bijaksana, yang menganggap dirinya pintar!

Kebijaksanaan kita haruslah berasal dari atau bertumpu pada Alkitab Firman Tuhan, bukan didasarkan pada logika atau perasaan kita sendiri.

 

Roma 1:28-30
28 Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas: 29 penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan. 30 Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, 31 tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan.

Tidak merasa perlu mengakui Allah

Perasaan bisa menipu, tidak bisa dijadikan tolok ukur, sebab meskipun hidup dalam kesesatan, manusia bisa merasa bahwa mereka baik-baik saja. Persis seperti Kain, yang mempunyai hidup yang baik, sukses, kaya, beruntung, tetapi tidak mengakui Allah, terpisah dari Allah, dikutuk oleh-Nya

Perasaan bisa menipu, itu sebabnya kita harus kembali kepada Alkitab untuk belajar mana yang benar dan mana yang salah, menurut kriteria yang telah ditetapkan oleh Tuhan.

Maka Allah menyerahkan mereka pada pikiran terkutuk

Kita sering berpikir bahwa karena Allah itu baik, karena Allah itu penyelamat, maka tidak mungkin Allah melakukan tindakan yang keras pada manusia. Ini suatu kesalahan yang fatal.

Allah adalah Pribadi yang bisa menyelamatkan, tetapi Allah juga bisa (dan akan) melemparkan manusia kepada sebuah kondisi celaka, bahkan ketika manusia masih ada di dunia ini, apabila manusia terus menerus membangkang, menghina dan melecehkan Pribadi Tuhan serta perintah-Nya.

Neraka itu nyata bagi orang yang sudah meninggal tanpa Tuhan, tetapi Alkitab mengajarkan bahwa di dunia pun manusia sudah dapat mencicipi neraka, yaitu ketika pikiran mereka dijauhkan dari Tuhan. Menurut Alkitab, di dalam kehidupan manusia hanya ada dua arah kehidupan, yaitu kehidupan yang semakin mendekat kepada Tuhan, atau kehidupan yang semakin menjauh dari Tuhan.

Kehidupan yang semakin mendekat kepada Tuhan adalah ciri dari kehidupan yang diberi anugerah oleh Tuhan, tetapi kehidupan manusia yang semakin menjauh dari Tuhan adalah ciri dari kehidupan yang sedang dibuang oleh Tuhan, sedang dibiarkan oleh Tuhan untuk masuk ke dalam jurang kehancuran dan kebinasaan.

Mereka melakukan apa yang tidak pantas

Pada akhirnya Tuhan akan menghakimi manusia berdasarkan kelakuannya. Orang yang sudah dibuang/dijauhkan oleh Tuhan, hatinya akan menjadi gelap, pikirannya sia-sia dan terkutuk serta kelakuannya menjadi semakin tidak pantas, dan persis seperti itulah yang terjadi pada kaum LGBTQ. Hati mereka gelap, penuh dengan kebencian pada orang lain yang tidak sesuai dengan mereka, pikiran mereka sia-sia yaitu ketika mereka berpikir bahwa perubatan mereka adalah perbuatan mulia yang dapat dibenarkan, dan kelakuan mereka pun menjadi semakin tidak pantas.

Meskipun secara kasat mata kehidupan sepertinya baik-baik saja, usaha mereka bisa saja mengalami kemajuan, kekayaan bertambah, mereka tidak pernah melanggar hukum yang berlaku (karena tinggal di negara yang melegalkan praktik tersebut), tetapi di hadapan Tuhan kelakuan mereka tidak berkenan sama sekali.

Hati yang serakah, dengki, membenci Allah, sombong, cinta uang, adalah kejahatan yang tidak selalu melanggar hukum di dunia. Tidak ada orang yang ditangkap oleh pihak berwajib, semata-mata karena sombong atau iri hati pada orang lain. Tetapi di mata Allah yang mahasuci, semua itu tetap saja merupakan buah dari pikiran terkutuk yang akan dihakimi di dalam kekekalan nanti.

 

Roma 1:32
32 Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.

Mengetahui tuntutan (larangan) Allah namun tetap melakukan apa yang dilarang

Untuk ketiga kalinya Paulus mengatakan bahwa manusia itu bukanlah makhluk yang polos atau naif, bukan kurang informasi atau kurang pengetahuan.

Ayat 19 menegaskan, “karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata.” Lalu ayat 21 mengatakan, “sekalipun mereka mengenal Allah.” Dan terakhir ayat 32 berbunyi: “walau mereka mengetahui tuntutan Allah.”

Kita sering berasumsi bahwa di dunia ini ada orang yang karena hidup terpencil, lalu di dalam kemalangan mereka yang begitu miskin informasi, mereka akhirnya tidak tahu bahwa Allah itu ada. Tetapi jika kita membaca Roma 1, kita mendapati bahwa asumsi kita ternyata keliru. Di dalam kehidupan yang akan datang, tidak seorang pun dikatakan dapat berdalih bahwa mereka tidak pernah mendengar atau melihat atau merasakan kehadiran Allah (baca: Roma 1:20)

Menurut Roma 1 ini, bahkan sampai diulang berkali-kali, manusia sesungguhnya tahu bahwa Allah ada, Allah sendiri tidak pelit informasi tentang keberadaan-Nya, tetapi manusia sendirilah yang membuat diri mereka itu dibuang oleh Allah. Manusia sendirilah yang menjadikan diri mereka diserahkan kepada pikiran terkutuk dan dibiarkan dalam kegelapan oleh Allah.

Berbahagialah orang yang masih diberi kesempatan untuk mengenal Tuhan saat ini, karena Tuhan tidak selalu membuka pintu. Ada waktunya dimana Tuhan menutup pintu dan tidak ada lagi siapapun yang bisa membukanya.

Penutup

Melalui surat Roma, Paulus mengingatkan bahwa semua manusia berdosa, dan terkutuk di hadapan Allah. Mereka yang punya maupun tidak punya Taurat, sama terkutuk di hadapan Tuhan, karena semua orang telah memberontak terhadap Allah.

Tetapi Tuhan masih memberi kesempatan, Dia masih bersabar. Tuhan memberi kesempatan pada jemaat Roma, dan juga kita, untuk mendengar Injil Keselamatan di dalam Yesus Kristus.

Melalui Roma kita belajar betapa dalamnya kejatuhan manusia, betapa besarnya kejahatan manusia terhadap Tuhan, sehingga sepatutnya kita boleh semakin menghargai, betapa besarnya cinta kasih dan pengorbanan Tuhan yang masih mau memberi kesempatan pada kita untuk bertobat dan mengenal Dia serta mendapat pengampunan daripada-Nya. Kiranya Tuhan Yesus membekati dan menolong kita. AMIN

 

Apakah keberadaan Allah sungguh-sungguh tersembunyi bagi manusia?

Eksposisi Roma 1:21-24

 

Apakah Allah tersembunyi bagi manusia?

Sekalipun manusia tahu bahwa Allah itu ada,
tetapi manusia cenderung memilih untuk mengabaikan Dia

Tidak sedikit orang Kristen yang menyangka bahwa di dalam dunia ini masih banyak orang yang belum tahu bahwa Tuhan itu ada, padahal menurut Alkitab sendiri ternyata tidaklah demikian adanya. Persoalan manusia di dunia bukanlah karena mereka kurang informasi tentang keberadaan Allah. Persoalan manusia di dunia terutama dan pertama-tama sekali adalah kekerasan hati yang menolak keberadaan Allah. Adapun penolakan tersebut timbul dikarenakan naluri manusia yang berdosa itu merasa sangat terganggu oleh kehadiran Allah yang mahasuci. Sehingga manusia kemudian berusaha untuk mengabaikan Dia, menolak keberadaan-Nya, mengarang kisah isapan jempol tentang satu sosok allah lain yang lebih menyenangkan untuk diterima, allah baik hati yang tidak suka meminta pertanggungjawaban pada manusia; atau allah yang sangat cool sehingga tidak pernah menegur atau bicara tidak enak kepada manusia; atau allah yang sibuk dengan urusannya sendiri sehingga tidak ada waktu untuk mempertanyakan manusia; atau allah yang sangat lembut dan sedemikian lemah sehingga merasa takut ditinggal oleh manusia; atau allah yang tindakannya dapat diprediksi melalui ritual-ritual.

Alkitab menentang semua gagasan yang keliru tentang Allah yang demikian. Sebaliknya Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa Allah ada, dan Dia akan meminta pertanggungjawaban dari manusia dan manusia harus menerima konsekuensi atas perbuatan mereka selama di dunia ini. Betapapun manusia tidak suka dengan gagasan seperti ini dan menganggap bahwa hal ini hanya karangan kaum agamais saja, manusia tetap saja tidak mungkin mengelak dari kenyataan ini, dan sesungguhnya, menurut kesaksian Alkitab,  pengetahuan tentang Allah yang demikian, sudah ada di dalam hati manusia.

 

Roma 1:21-24
21 Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. 22 Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh. 23 Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar. 24 Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.

Mengenal Allah, tetapi tidak memuliakan sebagai Allah atau mengucap syukur

 

Manusia sebetulnya tahu Allah itu ada, yaitu Pribadi paling tinggi, paling mulia, the unmoved Mover (menurut Aristoteles). Tetapi manusia menolak mengakui Dia sebagai yang paling tinggi dan paling mulia.

 

Adam dan Hawa sangat tahu bahwa Allah itu ada, mereka bahkan telah berjalan-jalan bersama Dia. Tetapi bukannya mempermuliakan dan bersyukur pada-Nya, mereka justru tertarik untuk menjadi sama tinggi dan sama mulianya dengan Allah. Manusia ingin menjadi sama tinggi dengan Allah, sehingga bisa menentukan sendiri apa yang benar dan apa yang salah. Manusia ingin menjadi sama mulia dengan Allah, sehingga tidak merasa ada alasan untuk bersyukur pada siapapun, sebab bersyukur artinya mengakui ada sosok yang lebih tinggi dan telah berbaik hati untuk menolong manusia.

 

Itu sebabnya, ketika Tuhan Yesus datang, Ia mengembalikan sosok manusia kepada suatu keadaan yang sebenarnya di hadapan Allah. Manusia bukanlah makhluk yang berstatus sangat tinggi, atau punya kekuatan sangat besar, melainkan hanyalah seorang bayi yang kecil, lemah, miskin, tidak berkuasa, berada di posisi yang rendah. Manusia juga bukan makhluk yang mulia, tetapi hidup dalam kehinaan, seharusnya manusia itu memikul dosa dan mati sebagai pemberontak terhadap Allah. Dalam keberadaan-Nya sebagai Manusia itu, Tuhan Yesus telah memberi suatu gambaran, seperti apakah seharusnya sikap seorang manusia di hadapan Allah yang Mahatinggi.

Pikiran mereka sia-sia

 

Mengapa dikatakan pikiran mereka menjadi sia-sia? Sebab manusia berpikir bahwa mereka bisa menjadi sama seperti Allah. Manusia berpikir bahwa mereka dapat memutuskan sendiri apa yang baik dan yang jahat bagi diri mereka. Padahal hal itu sama sekali tidak mungkin terjadi pada diri manusia. Semua itu adalah hak dan kuasa yang hanya dimiliki oleh Allah sebagai Pencipta dan Penguasa alam semesta.

Hati mereka yang bodoh menjadi gelap

 

Hati adalah representasi dari jiwa manusia, hari merupakan cermin dari kepribadian manusia secara inner-self. Penolakan manusia untuk mempermuliakan Tuhan dan bersyukur kepada Dia yang telah begitu baik kepada manusia, bukan tanpa konsekuensi. Keseluruhan dari jati diri manusia itu berubah ke arah yang semakin buruk. Setelah di dalam kalimat sebelumnya dikatakan bahwa pikiran manusia itu akan menjadi sia-sia, maka dalam kalimat selanjutnya ini dikatakan bahwa hati mereka akan menjadi menjadi semakin bodoh dan semakin gelap. Pikiran sia-sia, hati yang bodoh menjadi gelap, inilah sebuah kondisi yang sangat mematikan dari seorang manusia di hadapan Allah.

 

"Bodoh" itu berbeda dengan "bebal". Di dalam Alkitab ada dua ayat yang membahas tentang kebebalan dan kebodohan. Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada Allah." .. (Mazmur 14:1), Tetapi orang bodoh menghina didikan dan hikmat Tuhan (Amsal 1:7)

 

Orang bebal adalah orang yang mengaku yakin bahwa Allah itu tidak ada. Orang yang demikian memang sungguh amat bebal, sebab bagaimana mungkin ia bisa sampai kepada keyakinan yang kokoh seperti itu, sedangkan ia sendiri tidak memiliki sebuah cara atau metode untuk memeriksa setiap sudut dari alam semesta dan setiap aspek kehidupan di dunia ini yang dapat dijadikan dasar untuk mengambil kesimpulan bahwa Allah tidak ada? Orang bebal seperti ini mungkin (mudah-mudahan) tidak ada di dalam gereja, akan tetapi orang bodoh sebagaimana disebutkan dalam Amsal 1:7 tadi, masih ada kemungkinan hadir dalam jumlah yang banyak di antara anggota jemaat gereja.

 

Sebab orang bodoh adalah orang yang sekalipun tahu bahwa Allah itu ada, tetapi ia tidak mau datang untuk diajar dan dididik oleh-Nya. Mereka mungkin dapat mengakui bahwa Allah itu ada, tetapi mereka tidak tertarik untuk dididik dan diajar oleh Hikmat Ilahi. Mereka ke gereja bukan karena ingin diajar oleh hikmat Ilahi melalui pengajaran Firman. Mereka tidak tahan mendengar khotbah yang bersifat pengajaran, mereka ingin sebuah khotbah itu isinya harus menghibur, harus bisa membuat jemaat tertawa, banyak bercerita tentang kejadian sehari-hari, diisi dengan berbagai tips dan lain sebagainya.

 

Orang-orang bodoh seperti seperti itu datang ke gereja bukan karena ingin diajar oleh Firman Tuhan, melainkan karena beberapa alasan lain, seperti: karena merasa tidak cocok untuk datang ke rumah ibadah lain, atau karena sedang mencari jodoh, atau karena ingin mencari relasi bisnis dengan kalangan orang kristen, atau karena merasa bahwa status sosialnya akan menjadi terangkat naik apabila ada dalam satu kelompok dengan orang-orang dari tingkat sosial tertentu, atau karena berbagai alasan lainnya.

 

Tetapi Alkitab berkata, orang yang tidak suka dididik oleh Hikmat Ilahi pada dasarnya adalah orang bodoh, dan karena Allah adalah satu-satunya sumber terang bagi kehidupan manusia, maka tidak heran apabila orang yang bodoh, hidupnya makin lama makin gelap. Allah adalah satu-satunya sumber cahaya yang dapat menghalau kegelapan dalam jiwa manusia. Jika sumber cahaya itu tidak ada, maka darimana manusia bisa berharap dapat memperoleh terang? Tidak mungkin. Hanya kegelapan sajalah yang akan ditemukan oleh manusia.

 

Orang yang hatinya menjadi gelap, tidak tahu siapakah dirinya yang sebenarnya. Ia tidak tahu darimana dirinya berasal, ia menganggap bahwa dirinya hanyalah suatu makhluk yang kebetulan ada di dunia ini sebagai akibat dari hubungan seksual yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Dan karena ia kebetulan saja ada di dunia, sebagai bagian dari aktivitas biologis semata-mata, maka ia tidak tahu apa tujuan yang sebenarnya dari kehidupan di dunia ini, ia bekerja untuk mencari nafkah, tetapi tidak mengerti apa makna dari "bekerja” yang sebenarnya. Ia tidak tahu apakah dirinya bernilai atau tidak bernilai, ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya setelah mengalami kematian nanti.

 

Kehidupan orang yang menolak Allah hanya akan diliputi oleh kegelapan, sebab semua pertanyaan tentang asal-usul, tujuan, dan nilai serta pertanyaan penting lainnya tentang kehidupan, hanya dapat ditemukan dalam Pribadi Allah sebagai Pencipta manusia.

Berbuat seolah-olah penuh hikmat

 

Banyak orang di dunia ini, baik dari kalangan agamawi maupun dari kalangan ilmuwan, yang seolah-olah punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kehidupan, namun tidak melibatkan Yesus Kristus di dalam jawaban mereka tersebut. Mereka menjawab melalui jalan agama, tetapi tanpa lewat Kristus yang adalah Satu-satunya Jalan. Menempuh jalan pengetahuan, tetapi tanpa melalui Kristus yang adalah satu-satunya kebenaran. Mencoba membangun kehidupan di dunia ini, tetapi tanpa bergantung pada Kristus yang adalah satu-satunya hidup itu sendiri.

 

Itulah gambaran dari “seolah-olah penuh hikmat” atau “seolah-olah punya jawaban” atau “seolah-olah tahu harus kemana dan berbuat apa.” Dan untuk orang-orang semacam ini tidak sedikit pula orang yang mengikutinya, bahkan jauh lebih banyak daripada yang ikut Tuhan. Tetapi tanpa Kristus, semua hikmat itu hanyalah "seolah-seolah" saja. Bukan hikmat yang sesungguhnya. Sebab hikmat yang sesungguhnya, pasti membawa manusia ke jalan hidup yang semakin mempermuliakan Tuhan.

 

Agama-agama dunia, betapapun kelihatan religius, saleh dan penuh dengan ritual keagamaan yang ketat, namun apabila agama itu tidak membawa penganutnya kepada pengenalan akan Yesus Kristus, maka agama itu hanya seolah-olah penuh hikmat, namun pada dasarnya adalah sebuah kesia-siaan belaka.

 

Segala ilmu pengetahuan, apakah itu fisika, biologi, matematika, elektrik, keuangan, psikologi atau apapun saja, jika tidak membawa manusia kepada pengenalan akan Kristus, maka ilmu pengetahuan itu hanyalah seolah-olah saja penuh hikmat dan menimbulkan kekaguman manusia, namun pada dasarnya ilmu pengetahuan itu adalah sebuah jalan yang membawa manusia pada keangkuhan dan pada akhirnya kehancuran serta kebinasaan.

Menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan yang fana.

 

Karena manusia tidak mengenal hikmat yang sejati, maka pada akhirnya hati manusia menjadi bertambah gelap, sehingga manusia tidak tahu lagi mana yang baik, mana yang buruk, mana yang mulia, mana yang hina. Manusia menolak Allah, padahal Allah itu mahakekal dan mahamulia, dan sebagai gantinya, manusia memilih untuk menyembah yang tidak kekal serta bukan yang paling mulia.

 

Penolakan untuk menyembah Allah, membawa seseorang untuk menyembah manusia (yaitu menyembah dirinya sendiri ataupun menyembah manusia yang lain), menyembah binatang, bahkan menyembah benda-benda (seringkali bentuknya adalah uang atau harta benda).

 

Kesesatan manusia itu biasanya cenderung membawa jiwa mereka tersesat semakin dalam. Perhatikan trend penurunannya: Manusia, burung, binatang kaki empat, binatang menjalar. Dari makhluk yang relatif punya kedudukan tinggi dalam ciptaan, yaitu manusia, kepada makhluk yang paling rendah, yaitu binatang menjalar. Hal ini mengajarkan kepada kita suatu prinsip bahwa, semakin seseorang meninggalkan Allah, maka ia akan jatuh ke dalam kesesatan yang semakin dalam, semakin rendah. Tidak ada orang yang menolak Allah, tetapi hidup kerohaniannya tidak bertambah buruk.

Karena itu Allah menyerahkan mereka pada keinginan hati akan kecemaran

 

Orang yang sudah berulang kali ditegur atau disapa oleh Tuhan, tetapi masih saja tetap berkeras hati untuk menolak Dia, maka pada akhirnya Tuhan pun akan membuang dia. Alkitab mencatat cukup banyak nama dan pihak yang sempat dibuang oleh Tuhan karena orang-orang itu bersikeras untuk melawan Tuhan. Kain, Firaun, bangsa Israel, dan Yudas adalah contoh dari orang-orang atau sekelompok orang yang pernah dibuang oleh Tuhan.

 

Salah satu ciri dari orang yang sudah dibuang oleh Tuhan adalah tidak adanya keinginan di dalam diri orang itu akan segala hal yang baik, sebaliknya orang itu akan menginginkan apa yang cemar. Ini adalah kondisi yang berkebalikan dengan orang yang mendapat anugerah, sebab ciri dari orang yang memperoleh anugerah adalah timbulnya suatu keinginan di dalam hati orang itu untuk menginginakan apa yang baik, untuk diajar oleh hikmat Tuhan, untuk berusaha mengasihi dan mengenal Tuhan.

 

Ketika seseorang terus berkeras menolak dan melawan Tuhan, maka pada suatu saat orang itupun akan dibuang oleh Tuhan. Ini adalah suatu kondisi yang sangat menakutkan. Sayangnya pada masa sekarang ini, jumlah orang yang tidak percaya kepada Tuhan justru menjadi semakin bertambah. Atheisme pun telah berkembang ke dalam aneka ragam bentuk dan sebutannya. Ada yang masih memakai istilah atheis, tetapi ada pula yang memakai istilah lain yang semakin populer seperti gnosticisme, spiritualisme, free thinker, satanic church, kristen progresif, progresive movement dan lain sebagainya. Isi dari ajaran yang dianut dalam kelompok itu pada dasarnya adalah menentang Tuhan atau menentang ajaran Alkitab yang rasuli.

 

Ada kelompok orang Kristen yang seolah-olah mengajarkan Alkitab dan memperkenalkan nama Yesus, tetapi apabila digali lebih dalam, maka kita dapati bahwa apa yang diajarkan oleh mereka itu berbeda dengan maksud yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Alkitab. Dan Yesus yang diperkenalkan oleh kelompok tersebutpun, ternyata bukanlah Yesus sebagaimana yang diajarkan di dalam Alkitab. Hanya namanya yang sama, yaitu Yesus, tetapi karakteristik dari Yesus yang mereka sampaikan sungguh berbeda dengan karakteristik Yesus Kristus yang diberitakan oleh Alkitab melalui penggalian yang baik dan bertanggungjawab.

 

Dalam berbagai kelompok Kristen yang ada di dunia saat ini, membicarakan tentang Tuhan yang bisa membuang manusia adalah suatu hal yang taboo. Membicarakan tentang Tuhan Yesus yang bisa menghukum dan membuang manusia ke neraka adalah suatu hal yang terlarang. Ini sangat aneh dan bertentangan dengan Alkitab, sebab di dalam Roma 1 ini saja setidaknya, kita membaca bagaimana Allah bisa menyerahkan manusia ke dalam keinginan hati akan kecemaran. Allah bisa membuang manusia yang berdosa.

 

Orang Kristen dan orang lain di luar Kristen menganggap pesan seperti ini adalah suatu gambaran dari Allah yang gila dan sangat jahat. Mereka lupa, bahwa sebetulnya yang jahat adalah manusia, bukan Allah.

Penutup

Alkitab mengajarkan pada kita, bahwa manusia pada dasarnya sudah tahu bahwa Allah itu ada. Sekalipun tidak semua orang mempunyai Taurat, Allah sudah menanamkan hati nurani di dalam diri manusia yang memungkinkan mereka untuk sadar akan keberadaan Allah.

Tetapi kesadaraan akan Allah itu telah ditekan dan diubah dan dialihkan sedemikian rupa oleh manusia, karena manusia yang berdosa, merasa sangat tidak nyaman menghadapi kehadiran Allah yang mahasuci.

Kitab Roma mengingatkan bahwa apabila manusia terus menerus menekan, mengubah dan tidak memperdulikan teguran Allah terhadap dosa-dosa manusia, maka Allah dapat membuang manusia, yaitu dengan cara membiarkan manusia itu tetap di dalam dosa, sehingga hidupnya semakin gelap, pikirannya menjadi sia-sia dan hatinya semakin menginginkan kejahatan dan kecemaran.

Kitab Roma bukanlah sebuah kitab yang mau membawa manusia kepada keputusasaan. Sebaliknya, Kitab Roma justru ingin membawa manusia kepada Yesus Kristus, sebab sekalipun dosa manusia sudah sedemikian besar, tetapi di dalam Yesus Kristus masih ada harapan bagi manusia untuk bertobat, kembali kepada Allah Sang Pencipta, Sang Penebus, Sang Pemelihara yang berkuasa bukan saja di dunia ini, tetapi juga di dalam dunia yang akan datang.

Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin.