Eksposisi Roma 1:25-32
|
Apakah Tuhan merestui hubungan cinta di antara kaum LGBTQ ?
|
Maraknya gerakan LGBTQ justru
merupakan tanda penghakiman Ilahi terhadap dunia ini
Berbeda dengan pandangan populer bahwa
segala tindakan manusia diperbolehkan apabila dilandasi oleh cinta, Alkitab
justru mengajarkan bahwa cinta terhadap objek yang salah, bukanlah cinta yang
berasal dari Allah. Cinta itu tidak selalu benar, cinta baru dapat dikatakan
benar, apabila objek dari cinta itu juga benar. Jika seseorang laki-laki
mencintai istinya sendiri, maka hal itu dapat dibenarkan. Tetapi jika laki-laki
itu mencintai istri temannya, sementara ia sendiri memiliki seorang istri, maka
cinta kepada istri temannya itu adalah suatu kesalahan. Laki-laki itu tidak
bisa dibenarkan karena cinta kepada orang yang salah, membuat cinta itu sendiri
pun menjadi salah.
Cinta pada keadilan dan kebenaran
adalah perbuatan yang benar, tetapi mencintai dosa adalah perbuatan yang tidak
benar. Sekali lagi, cinta tidak selalu benar, cinta menjadi benar atau tidak
benar, bergantung pada objek dari cinta itu sendiri.
Kaum LGBTQ memaksa semua orang untuk
menerima pandangan hidup mereka, dengan argumentasi bahwa tindakan mereka
didasarkan pada cinta. Tetapi Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa tindakan
kaum LGBTQ adalah salah, karena cinta mereka diarahkan kepada objek yang salah.
Kitab Roma bahkan dengan tegas
mengajarkan bahwa gerakan LGBTQ, sebagaimana yang menjadi sangat marak
akhir-akhir ini, adalah sebuah tanda penghakiman Ilahi terhadap manusia, bukan
tanda dari kemajuan cara berpikir masyarakat dari kalangan woke culture.
(Woke Culture dalam definisi yang sederhana adalah sebuah gerakan yang
mendukung ide-ide LGBTQ ini).
Roma 1:25-27
25 Sebab mereka menggantikan
kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan
Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. 26 Karena itu Allah
menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka
menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. 27 Demikian juga
suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan
menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka
melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima
dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.
Menggantikan kebenaran Allah dengan
dusta
Manusia membangun sendiri kebenaran
menurut versi mereka, itu sama saja hidup dalam kebohongan, dan pasti akan
berakhir dalam kesesatan yang memalukan. Dalam tulisan berjudul: Apakah keberadaan Allah sungguh-sungguh tersembunyi bagi
manusia? [Klik disini.], saya sudah menjelaskan bahwa penolakan
manusia untuk menyembah Allah telah mengakibatkan manusia tersesat di dalam
penyembahan kepada objek-objek yang salah.
Di dalam kesesatannya, manusia
kemudian jatuh ke dalam penyembahan kepada manusia, burung, binatang berkaki
empat dan binatang menjalar. Ada suatu trend penurunan dari makhluk yang
lebih tinggi dalam status sebagai ciptaan (yaitu manusia) menuju makhluk yang
lebih rendah. Dan binatang menjalar itu
adalah gambaran dari binatang yang posisinya paling rendah, untuk mengajarkan
bahwa kondisi kerohanian manusia yang menolak Allah, pasti akan mengalami
penurunan menuju pada keadaan yang semakin rendah dan semakin memalukan.
Sebagai kelanjutan dari kondisi yang
sudah buruk itu, Roma 1:25-27 mengajarkan bahwa di dalam
murka-Nya, Tuhan bahkan akan melemparkan manusia ke dalam situasi dimana perbuatan
mereka bahkan menjadi lebih hina daripada binatang menjalar. Mengapa dikatakan
lebih hina?
Sebab serendah-rendahnya binatang
menjalar, setidaknya binatang menjalar itu pun adalah ciptaan Tuhan. Tetapi
kondisi dimana laki-lagi menjadi birahi terhadap laki-laki, dan perempuan
birahi terhadap sesama perempuan, hal itu sama sekali bukan sesuatu yang
diciptakan oleh Tuhan sejak dari mulanya.
Kejadian 1:27, Maka Allah menciptakan manusia itu
menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan
perempuan diciptakan-Nya mereka.
Menurut ayat di atas, hanya ada dua
kategori gender yang diciptakan oleh Tuhan, yaitu laki-laki dan perempuan.
Tidak ada transgender, tidak ada kategori lain seperti Queer, misalnya.
(Istilah Queer mengacu atau berkaitan dengan identitas seksual atau gender yang
berbeda dengan gagasan yang telah belaku tentang seksualitas dan gender, yaitu
laki-laki dan perempuan).
Fakta bahwa di dalam masyarakat woke
culture pada saat ini, muncul begitu banyak gender, seperti non-binary,
biseksual, androgini, genderfluid dan lain sebagainya, adalah tanda
bahwa manusia telah bermain-main untuk menjadi seperti Allah, menciptakan
gender-gender baru sesuka hati mereka yang berbeda dengan gender yang telah ditetapkan
oleh Tuhan. Bukan Allah yang menciptakan sedemikian banyak gender, tetapi
kebejatan hati manusia yang berdosa-lah yang telah menciptakan semua itu.
Kejadian
2:23-24, 23Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang
dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia
diambil dari laki-laki." 24Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging.
Menurut ayat-ayat di atas, hanya ada
satu jenis perkawinan, yaitu perkawinan di antara laki-laki dan perempuan. Menurut
ketetapan Tuhan, tidak pernah ada perkawinan yang boleh terjadi antara sesama
lelaki atau sesama perempuan, sebagaimana yang diusung oleh kaum LGBTQ
tersebut.
Oleh karena itu, berdasarkan kitab
Roma, perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum LGBTQ dalam kelompok
masyarakat woke culture saat ini, adalah perbuatan yang bahkan lebih
rendah atau lebih hina daripada binatang menjalar.
Allah menyerahkan mereka kepada hawa
nafsu yang memalukan
Sungguh aneh dan patut disayangkan
bahwa hal yang sangat dibenci oleh Tuhan seperti gerakan LGBTQ itu, justru saat
ini menjadi sebuah gerakan yang semakin luas diterima oleh masyarakat dunia.
Dari sudut pandang kitab Roma, kondisi seperti ini semakin menegaskan bahwa
dunia ini memang sedang menuju kebinasaan dan penghakiman Ilahi terhadap
manusia sedang berlangsung.
Kalimat dalam kitab Roma menjelaskan
bahwa hawa nafsu yang muncul di kalangan kaum LGBTQ adalah hawa nafsu yang
memalukan. Dan hawa nafsu tersebut timbul karena Allah sendiri di dalam
murka-Nya telah menyerahkan manusia ke dalamnya, sebagai sebuah tindakan
penghukuman atas tindakan manusia yang terus menerus menolak Allah, terus
menerus menginginkan apa yang cemar dan tidak mau belajar menginginkan apa yang
suci, apa yang benar, apa yang mulia (Filipi 4:8)
Kalimat-kalimat yang muncul dari mulut
kaum woke culture atau LGBTQ bahwa apa yang mereka lakukan adalah terserah
mereka karena hidup adalah milik mereka sendiri, bahwa mereka dilahirkan
seperti itu, bahwa mereka tidak bersalah karena semua perbuatan itu dilandaskan
oleh cinta, dan lain sebagainya; semua itu pada dasarnya adalah sebuah kebohongan
dan tidak ada kebenaran sama sekali. Yang benar adalah bahwa Allah sedang murka
kepada manusia sehingga membiarkan segala kecemaran dan kesesatan seperti itu
semakin berkembang.
Yang paling celaka dari semua ini adalah,
masyarakat woke culture atau para pelaku LGBTQ ini justru merasa bangga
dengan identitas baru mereka dan seringkali marah apabila ada orang yang tidak
setuju pada mereka dan kerapkali memaksa orang lain untuk setuju dan menerima gagasan
woke culture mereka. Tidak ada rasa bersalah sama sekali di dalam diri
mereka, sebaliknya mereka justru mempersalahkan orang lain secara brutal dan
membabi buta.
Bahwa kita harus menerima orang
berdosa, itu adalah suatu hal yang diajarkan oleh Tuhan. Tetapi bahwa kita
harus setuju dengan orang berdosa yang tidak berniat untuk bertobat dari
dosanya, orang berdosa yang bahkan berani memaki orang lain yang tidak setuju
pada keberdosaan mereka, hal itu merupakan suatu hal yang sama sekali tidak dapat
dibenarkan.
Mengasihi seseorang yang bersalah
adalah satu hal, dan itu memang penting untuk diupayakan. Tetapi mengatakan apa
yang salah menjadi benar, dan menjadikan benar segala perbuatan yang salah, itu
justru adalah perbuatan yang dibenci oleh Tuhan. Yesaya 5:20 berkata: Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu
jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan,
yang mengubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit.
Orang Kristen justru harus tegas,
memilah-milah antara yang benar dan yang salah, yang disetujui oleh Tuhan dan
yang dimurkai oleh Tuhan. Jika Tuhan mengatakan bahwa perbuatan seperti LGBTQ
itu adalah perbuatan yang lebih memalukan serta lebih rendah daripada binatang
menjalar, maka sebagai orang Kristen kita tidak bisa berpendapat yang
sebaliknya, seolah-olah kita ini lebih baik, lebih penuh cinta, lebih suci dan
lebih tahu dibandingkan Tuhan sendiri. Yesaya 5:21 berkata: Celakalah
mereka yang memandang dirinya bijaksana, yang menganggap dirinya pintar!
Kebijaksanaan kita haruslah berasal
dari atau bertumpu pada Alkitab Firman Tuhan, bukan didasarkan pada logika atau
perasaan kita sendiri.
Roma 1:28-30
28 Dan karena mereka tidak merasa
perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada
pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas:
29 penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan,
penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan. 30
Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak,
sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, 31 tidak berakal,
tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan.
Tidak merasa perlu mengakui Allah
Perasaan bisa menipu, tidak bisa
dijadikan tolok ukur, sebab meskipun hidup dalam kesesatan, manusia bisa merasa
bahwa mereka baik-baik saja. Persis seperti Kain, yang mempunyai hidup yang
baik, sukses, kaya, beruntung, tetapi tidak mengakui Allah, terpisah dari Allah,
dikutuk oleh-Nya
Perasaan bisa menipu, itu sebabnya kita
harus kembali kepada Alkitab untuk belajar mana yang benar dan mana yang salah,
menurut kriteria yang telah ditetapkan oleh Tuhan.
Maka Allah menyerahkan mereka pada
pikiran terkutuk
Kita sering berpikir bahwa karena
Allah itu baik, karena Allah itu penyelamat, maka tidak mungkin Allah melakukan
tindakan yang keras pada manusia. Ini suatu kesalahan yang fatal.
Allah adalah Pribadi yang bisa
menyelamatkan, tetapi Allah juga bisa (dan akan) melemparkan manusia kepada sebuah
kondisi celaka, bahkan ketika manusia masih ada di dunia ini, apabila manusia
terus menerus membangkang, menghina dan melecehkan Pribadi Tuhan serta
perintah-Nya.
Neraka itu nyata bagi orang yang sudah
meninggal tanpa Tuhan, tetapi Alkitab mengajarkan bahwa di dunia pun manusia sudah
dapat mencicipi neraka, yaitu ketika pikiran mereka dijauhkan dari Tuhan.
Menurut Alkitab, di dalam kehidupan manusia hanya ada dua arah kehidupan, yaitu
kehidupan yang semakin mendekat kepada Tuhan, atau kehidupan yang semakin
menjauh dari Tuhan.
Kehidupan yang semakin mendekat kepada
Tuhan adalah ciri dari kehidupan yang diberi anugerah oleh Tuhan, tetapi
kehidupan manusia yang semakin menjauh dari Tuhan adalah ciri dari kehidupan
yang sedang dibuang oleh Tuhan, sedang dibiarkan oleh Tuhan untuk masuk ke
dalam jurang kehancuran dan kebinasaan.
Mereka melakukan apa yang tidak
pantas
Pada akhirnya Tuhan akan menghakimi
manusia berdasarkan kelakuannya. Orang yang sudah dibuang/dijauhkan oleh Tuhan,
hatinya akan menjadi gelap, pikirannya sia-sia dan terkutuk serta kelakuannya menjadi
semakin tidak pantas, dan persis seperti itulah yang terjadi pada kaum LGBTQ.
Hati mereka gelap, penuh dengan kebencian pada orang lain yang tidak sesuai
dengan mereka, pikiran mereka sia-sia yaitu ketika mereka berpikir bahwa perubatan
mereka adalah perbuatan mulia yang dapat dibenarkan, dan kelakuan mereka pun
menjadi semakin tidak pantas.
Meskipun secara kasat mata kehidupan
sepertinya baik-baik saja, usaha mereka bisa saja mengalami kemajuan, kekayaan
bertambah, mereka tidak pernah melanggar hukum yang berlaku (karena tinggal di
negara yang melegalkan praktik tersebut), tetapi di hadapan Tuhan kelakuan
mereka tidak berkenan sama sekali.
Hati yang serakah, dengki, membenci
Allah, sombong, cinta uang, adalah kejahatan yang tidak selalu melanggar hukum
di dunia. Tidak ada orang yang ditangkap oleh pihak berwajib, semata-mata
karena sombong atau iri hati pada orang lain. Tetapi di mata Allah yang mahasuci,
semua itu tetap saja merupakan buah dari pikiran terkutuk yang akan dihakimi di
dalam kekekalan nanti.
Roma 1:32
32 Sebab walaupun mereka mengetahui
tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal
demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi
mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.
Mengetahui tuntutan (larangan) Allah
namun tetap melakukan apa yang dilarang
Untuk ketiga kalinya Paulus mengatakan
bahwa manusia itu bukanlah makhluk yang polos atau naif, bukan kurang informasi
atau kurang pengetahuan.
Ayat 19 menegaskan, “karena apa yang dapat
mereka ketahui tentang Allah nyata.” Lalu ayat 21 mengatakan, “sekalipun
mereka mengenal Allah.” Dan terakhir ayat 32 berbunyi: “walau mereka
mengetahui tuntutan Allah.”
Kita sering berasumsi bahwa di dunia
ini ada orang yang karena hidup terpencil, lalu di dalam kemalangan mereka yang
begitu miskin informasi, mereka akhirnya tidak tahu bahwa Allah itu ada. Tetapi
jika kita membaca Roma 1, kita mendapati bahwa asumsi kita ternyata keliru. Di
dalam kehidupan yang akan datang, tidak seorang pun dikatakan dapat berdalih
bahwa mereka tidak pernah mendengar atau melihat atau merasakan kehadiran Allah
(baca: Roma 1:20)
Menurut Roma 1 ini, bahkan sampai
diulang berkali-kali, manusia sesungguhnya tahu bahwa Allah ada, Allah sendiri
tidak pelit informasi tentang keberadaan-Nya, tetapi manusia sendirilah yang
membuat diri mereka itu dibuang oleh Allah. Manusia sendirilah yang menjadikan
diri mereka diserahkan kepada pikiran terkutuk dan dibiarkan dalam kegelapan
oleh Allah.
Berbahagialah orang yang masih diberi
kesempatan untuk mengenal Tuhan saat ini, karena Tuhan tidak selalu membuka
pintu. Ada waktunya dimana Tuhan menutup pintu dan tidak ada lagi siapapun yang
bisa membukanya.
Penutup
Melalui surat Roma, Paulus
mengingatkan bahwa semua manusia berdosa, dan terkutuk di hadapan Allah. Mereka
yang punya maupun tidak punya Taurat, sama terkutuk di hadapan Tuhan, karena semua
orang telah memberontak terhadap Allah.
Tetapi Tuhan masih memberi kesempatan,
Dia masih bersabar. Tuhan memberi kesempatan pada jemaat Roma, dan juga kita,
untuk mendengar Injil Keselamatan di dalam Yesus Kristus.
Melalui Roma kita belajar betapa
dalamnya kejatuhan manusia, betapa besarnya kejahatan manusia terhadap Tuhan, sehingga
sepatutnya kita boleh semakin menghargai, betapa besarnya cinta kasih dan
pengorbanan Tuhan yang masih mau memberi kesempatan pada kita untuk bertobat
dan mengenal Dia serta mendapat pengampunan daripada-Nya. Kiranya Tuhan Yesus
membekati dan menolong kita. AMIN