Wednesday, December 25, 2024

Merenungkan kemuliaan Kristus dalam peristiwa Natal


Merenungkan kemuliaan Kristus dalam peristiwa Natal


Natal merupakan sebuah hari yang penuh dengan paradoks:

  • Seorang yang mahakuat, lahir sebagai bayi yang lemah.
  • Seorang raja yang mahakaya, lahir ditengah keluarga miskin.
  • Seorang Manusia yang begitu agung dan suci, lahir di dalam kadang binatang yang kotor.
  • Allah yang tidak terbatas, hadir di dalam keterbatasan seorang manusia.
  • Dan meskipun bayi yang lahir itu begitu sederhana dan bahkan hina, tetapi kelahiran-Nya justru sangatlah mulia. Tidak ada kelahiran manusia yang sedemikian sederhana dan hina, tetapi sekaligus sedemikian menggemparkan dan mulia.

Sebagai orang Kristen, kita lebih sering menghayati Natal dari sisi kesederhanaannya, seperti: kelahiran di kandang, bayi yang lahir di keluarga miskin, para gembala sederhana di padang dan lain sebagainya, sehingga agak jarang menghayati Natal dari sisi kemuliaan-Nya. Padahal peristiwa Natal pun memiliki aspek kemuliaan yang luar biasa. [Baca juga: Mengapa Tuhan Yesus harus lahir sebagai Manusia? Klik disini.]

 

Dalam peristiwa Natal, dikatakan ada banyak malaikat yang bernyanyi memuji Tuhan. Berapa banyak kelahiran di dunia ini yang diiringi oleh paduan suara dari banyak malaikat? Hal ini penting pula untuk dihayati agar kita sungguh mengerti Siapakah sosok sebenarnya yang lahir pada hari Natal itu. Ia adalah bayi yang sangat mulia. Tidak ada orang lain di dalam sejarah yang kelahiran-Nya disambut sedemikian dahsyat oleh bala tentara sorga.

 

Selain itu, ada Kaisar Agustus yang dipakai sebagai penggerak sejarah. Sebab hanya dialah orang yang bisa membawa Yusuf dan Maria ke Betlehem. Kaisar ini tidak begitu dikenal oleh orang Kristen, tetapi ia adalah Kaisar terbesar yang pernah ada. Orang Romawi sadar bahwa mereka adalah bangsa yang membawa tatanan negara dan masyarakat. Orang Yunani terkenal hebat dalam perang. Orang Sparta terkenal sebagai prajurit yang paling perkasa. Tetapi hanya orang Romawi-lah yang benar-benar mampu membawa tatanan masyarakat yang paling teratur.

 

Di bawah pemerintahan Kaisar Agustus, militer kuat, ekonomi kuat, infrastruktur terbangun dengan baik, kebudayaan dipelihara, keagamaan relatif rukun meskin ada berbagai agama. Kondisi negara terbilang sangat aman sehingga kita tidak pernah sekalipun membaca bahwa rasul Paulus pernah jatuh ke dalam tangan perompak. Mengapa demikian? Karena Romawi sangat tertib dalam menjaga keamanan sehingga perompak tidak mempunyai kesempatan untuk merajalela, mereka segera ditumpas oleh pasukan Romawi.

 

Negara sedemikian teratur dan terkendali, sehingga di tangan Agustus-lah sensus dalam skala yang sangat besar dapat dilaksanakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Kelahiran Tuhan kita sungguh-sungguh bukan hanya peristiwa yang penuh dengan kesederhanaan, tetapi juga sangat dahsyat, heboh, gegap gempita, sangat mulia.

 

Mengapa kita lebih mudah menghayati Natal dari sisi kesederhanaan ketimbang kemuliaannya?

 

Ada dua alasan, pertama, karena saat ini kita sedang hidup di jaman yang sangat berpihak kepada “wong cilik,” sehingga kelahiran Kritus sebagai salah satu dari “wong cilik” - bahkan lebih sederhana dari wong cilik pada umumnya - dengan mudah dapat mengundang simpati masyarakat modern saat ini.

 

Alasan kedua adalah karena era kita ini punya kecenderungan untuk mengedepankan hal-hal yang rasional. Sehingga cukup sulit bagi kita untuk menerima berita bahwa ada banyak malaikat bernyanyi di hari Natal. Pesan seperti itu, bagi sebagian orang, mungkin sulit diterima secara serius karena dianggap lebih mirip mitos atau dongeng ketimbang sebuah berita yang benar-benar nyata.

 

Tetapi disisi lain, penting untuk kita ingat bahwa iman Kristen bukanlaj iman yang "pokoknya begini, pokoknya begitu" tanpa memberikan suatu penjelasan atau sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan sejarah. Sebaliknya, iman kristen justru berkaitan dengan peristiwa yang terjadi dalam sejarah, sehingga kepercayaan Kristen adalah kepercayaan yang bisa dipertanggungjawabkan. Termasuk ketika Alkitab berbicara tentang malaikat bernyanyi.

 

Dalam Lukas 2:10. Malaikat mengatakan jangan takut karena ada kesukacitaan besar dan kesukaan bagi seluruh bangsa. Sampai hari ini faktanya adalah perayaan Natal memang senantiasa merupakan persayaan yang bersifat besar-besaran dan dapat berlangsung selama satu bulan lebih serta dirayakan oleh seluruh bangsa. Bahkan di Korea Utara sekalipun tetap ada suasana Natal. Baik orang Kristen mau non Kristen, semua dipengaruhi oleh suasana Natal tersebut.

 

Di samping berbicara tentang kesederhanaan dan kemuliaan hari Natal. Kita juga membaca bahwa Natal adalah sebuah peristiwa yang memiliki kekhususan atau akurasi tertentu. Di satu sisi Kristus rela lahir di kandang, tetapi di sisi lain harus di kota Betlehem. Di satu sisi ada gembala yang datang tetapi di sisi lain juga ada malaikat yang harus bernyanyi sambil menegaskan bahwa yang lahir itu adalah Juru selamat, Kristus, Tuhan di kota Daud (ay 11). Jadi bukan saja harus di Betlehem, tetapi juga harus dari keturunan Daud.

 

Aspek keharusan atau keakuratan ini juga penting untuk direnungkan, agar kita melihat Natal secara berimbang. Jika kita cuma ingat bayi, palungan, kesederhanaan, maka hal itu cenderung hanya membuat kita bersikap santai saja. Tetapi jika kita mengingat akan aspek kemuliaan Kristus dan keakuratan dari peristiwa Natal, maka yang timbul adalah perasaan takut dan sense of urgency serta sikap berhati-hati.

 

Setelah mendengar pesan dari Malaikat, para gembala pergi tergesa-gesa untuk memberitakan hal tersebut. Ini perlu direnungkan agar kita pun memiliki sikap tergesa-gesa dalam melayani Tuhan.

 

Yang lahir dalam Natal adalah Juruselamat, sehingga baik malaikat yang mulia, maupun gembala yang sederhana, baik janin Yohanes maupun Simeon yang sudah lanjut usia, semua bisa bersuka cita. Yang sederhana, yang mulia, yang muda dan yang sangat tua, semua perlu mendengar pesan Injil tersebut, itu sebabnya kita pun harus melihat Natal sebagai momen yang serius dan perlu memiliki sikap tergesa-gesa untuk memberitakan pesan Injil tersebut.

 

Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita. Amin.

Thursday, November 14, 2024

The temptations of Jesus Christ

The Temptations of Jesus Christ

 

According to the Bible, Jesus was led by the Spirit into the desert to be tempted by the devil.

The devil, which is also called Satan, was described in the Bible as the one who likes to test human. The devil’s objection is to get human to live in their way rather than God’s way.

Satan tempted Eve in the Garden of Eden in the beginning of history and he was succeeding there. Human race fell into sin since then. Unlike most people think about Satan as being only a symbol of evil, the Bible clearly teaches that Satan is a real spiritual being. And as the opponent of Heaven Satan constantly fights against those who follow and obey God.

Jesus will one day reign over all creation, but Satan tried to force His hand and get Him to declare His kingship prematurely. If Jesus had given in, his mission on earth – to die for our sins and give us the opportunity to have eternal life – would have been lost.

This temptation by the devil shows us that Jesus was human, and it gave Jesus the opportunity to reaffirm God’s plan for his ministry.

One important thing that differentiates us and Jesus is that even though Jesus was tempted by the devil, He never sinned.

The devil’s temptations upon Jesus focused on three crucial areas, they are:

  • Physical needs and desires
  • Possessions and power
  • Pride

Jesus did not give in to these temptations. Hebrews 4:15 says that Jesus “has been tempted in every way, just as we are – yet was without sin.”

Jesus was able to resist all of the devil’s temptations because He not only knew Scripture, but He also obeyed it.

Temptation is often the combination of a real need and a possible doubt that create an inappropriate desire. Jesus demonstrates both the importance and effectiveness of knowing and applying Scripture to combat temptation.

This temptation has shown us that Jesus really was the Son of God. He is able to overcome the devil and his temptations. We too must learn from Him about that. We too must learn to know more about Scripture’s teachings and give a lot of efforts to apply those teachings in our daily life. In this way, we have learnt to live as Jesus has lived.
 
Also Read:
What does it mean "The time is near" in Revelation 1:1-3? Click here.

Saturday, November 2, 2024

Apakah Tuhan merestui hubungan cinta di antara kaum LGBTQ?

 Eksposisi Roma 1:25-32

 

Apakah Tuhan merestui hubungan cinta di antara kaum LGBTQ ?

 Maraknya gerakan LGBTQ justru merupakan tanda penghakiman Ilahi terhadap dunia ini

Berbeda dengan pandangan populer bahwa segala tindakan manusia diperbolehkan apabila dilandasi oleh cinta, Alkitab justru mengajarkan bahwa cinta terhadap objek yang salah, bukanlah cinta yang berasal dari Allah. Cinta itu tidak selalu benar, cinta baru dapat dikatakan benar, apabila objek dari cinta itu juga benar. Jika seseorang laki-laki mencintai istinya sendiri, maka hal itu dapat dibenarkan. Tetapi jika laki-laki itu mencintai istri temannya, sementara ia sendiri memiliki seorang istri, maka cinta kepada istri temannya itu adalah suatu kesalahan. Laki-laki itu tidak bisa dibenarkan karena cinta kepada orang yang salah, membuat cinta itu sendiri pun menjadi salah.

Cinta pada keadilan dan kebenaran adalah perbuatan yang benar, tetapi mencintai dosa adalah perbuatan yang tidak benar. Sekali lagi, cinta tidak selalu benar, cinta menjadi benar atau tidak benar, bergantung pada objek dari cinta itu sendiri.

Kaum LGBTQ memaksa semua orang untuk menerima pandangan hidup mereka, dengan argumentasi bahwa tindakan mereka didasarkan pada cinta. Tetapi Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa tindakan kaum LGBTQ adalah salah, karena cinta mereka diarahkan kepada objek yang salah.

Kitab Roma bahkan dengan tegas mengajarkan bahwa gerakan LGBTQ, sebagaimana yang menjadi sangat marak akhir-akhir ini, adalah sebuah tanda penghakiman Ilahi terhadap manusia, bukan tanda dari kemajuan cara berpikir masyarakat dari kalangan woke culture. (Woke Culture dalam definisi yang sederhana adalah sebuah gerakan yang mendukung ide-ide LGBTQ ini).

 

Roma 1:25-27
25 Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. 26 Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. 27 Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.

Menggantikan kebenaran Allah dengan dusta

Manusia membangun sendiri kebenaran menurut versi mereka, itu sama saja hidup dalam kebohongan, dan pasti akan berakhir dalam kesesatan yang memalukan. Dalam tulisan berjudul: Apakah keberadaan Allah sungguh-sungguh tersembunyi bagi manusia? [Klik disini.], saya sudah menjelaskan bahwa penolakan manusia untuk menyembah Allah telah mengakibatkan manusia tersesat di dalam penyembahan kepada objek-objek yang salah.

Di dalam kesesatannya, manusia kemudian jatuh ke dalam penyembahan kepada manusia, burung, binatang berkaki empat dan binatang menjalar. Ada suatu trend penurunan dari makhluk yang lebih tinggi dalam status sebagai ciptaan (yaitu manusia) menuju makhluk yang lebih rendah.  Dan binatang menjalar itu adalah gambaran dari binatang yang posisinya paling rendah, untuk mengajarkan bahwa kondisi kerohanian manusia yang menolak Allah, pasti akan mengalami penurunan menuju pada keadaan yang semakin rendah dan semakin memalukan.

Sebagai kelanjutan dari kondisi yang sudah buruk itu, Roma 1:25-27 mengajarkan bahwa di dalam murka-Nya, Tuhan bahkan akan melemparkan manusia ke dalam situasi dimana perbuatan mereka bahkan menjadi lebih hina daripada binatang menjalar. Mengapa dikatakan lebih hina?

Sebab serendah-rendahnya binatang menjalar, setidaknya binatang menjalar itu pun adalah ciptaan Tuhan. Tetapi kondisi dimana laki-lagi menjadi birahi terhadap laki-laki, dan perempuan birahi terhadap sesama perempuan, hal itu sama sekali bukan sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan sejak dari mulanya.

Kejadian 1:27, Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.

Menurut ayat di atas, hanya ada dua kategori gender yang diciptakan oleh Tuhan, yaitu laki-laki dan perempuan. Tidak ada transgender, tidak ada kategori lain seperti Queer, misalnya. (Istilah Queer mengacu atau berkaitan dengan identitas seksual atau gender yang berbeda dengan gagasan yang telah belaku tentang seksualitas dan gender, yaitu laki-laki dan perempuan).

Fakta bahwa di dalam masyarakat woke culture pada saat ini, muncul begitu banyak gender, seperti non-binary, biseksual, androgini, genderfluid dan lain sebagainya, adalah tanda bahwa manusia telah bermain-main untuk menjadi seperti Allah, menciptakan gender-gender baru sesuka hati mereka yang berbeda dengan gender yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Bukan Allah yang menciptakan sedemikian banyak gender, tetapi kebejatan hati manusia yang berdosa-lah yang telah menciptakan semua itu.

Kejadian 2:23-24, 23Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." 24Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.

Menurut ayat-ayat di atas, hanya ada satu jenis perkawinan, yaitu perkawinan di antara laki-laki dan perempuan. Menurut ketetapan Tuhan, tidak pernah ada perkawinan yang boleh terjadi antara sesama lelaki atau sesama perempuan, sebagaimana yang diusung oleh kaum LGBTQ tersebut.

Oleh karena itu, berdasarkan kitab Roma, perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum LGBTQ dalam kelompok masyarakat woke culture saat ini, adalah perbuatan yang bahkan lebih rendah atau lebih hina daripada binatang menjalar.

Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan

Sungguh aneh dan patut disayangkan bahwa hal yang sangat dibenci oleh Tuhan seperti gerakan LGBTQ itu, justru saat ini menjadi sebuah gerakan yang semakin luas diterima oleh masyarakat dunia. Dari sudut pandang kitab Roma, kondisi seperti ini semakin menegaskan bahwa dunia ini memang sedang menuju kebinasaan dan penghakiman Ilahi terhadap manusia sedang berlangsung.

Kalimat dalam kitab Roma menjelaskan bahwa hawa nafsu yang muncul di kalangan kaum LGBTQ adalah hawa nafsu yang memalukan. Dan hawa nafsu tersebut timbul karena Allah sendiri di dalam murka-Nya telah menyerahkan manusia ke dalamnya, sebagai sebuah tindakan penghukuman atas tindakan manusia yang terus menerus menolak Allah, terus menerus menginginkan apa yang cemar dan tidak mau belajar menginginkan apa yang suci, apa yang benar, apa yang mulia (Filipi 4:8)

Kalimat-kalimat yang muncul dari mulut kaum woke culture atau LGBTQ bahwa apa yang mereka lakukan adalah terserah mereka karena hidup adalah milik mereka sendiri, bahwa mereka dilahirkan seperti itu, bahwa mereka tidak bersalah karena semua perbuatan itu dilandaskan oleh cinta, dan lain sebagainya; semua itu pada dasarnya adalah sebuah kebohongan dan tidak ada kebenaran sama sekali. Yang benar adalah bahwa Allah sedang murka kepada manusia sehingga membiarkan segala kecemaran dan kesesatan seperti itu semakin berkembang.

Yang paling celaka dari semua ini adalah, masyarakat woke culture atau para pelaku LGBTQ ini justru merasa bangga dengan identitas baru mereka dan seringkali marah apabila ada orang yang tidak setuju pada mereka dan kerapkali memaksa orang lain untuk setuju dan menerima gagasan woke culture mereka. Tidak ada rasa bersalah sama sekali di dalam diri mereka, sebaliknya mereka justru mempersalahkan orang lain secara brutal dan membabi buta.

Bahwa kita harus menerima orang berdosa, itu adalah suatu hal yang diajarkan oleh Tuhan. Tetapi bahwa kita harus setuju dengan orang berdosa yang tidak berniat untuk bertobat dari dosanya, orang berdosa yang bahkan berani memaki orang lain yang tidak setuju pada keberdosaan mereka, hal itu merupakan suatu hal yang sama sekali tidak dapat dibenarkan.

Mengasihi seseorang yang bersalah adalah satu hal, dan itu memang penting untuk diupayakan. Tetapi mengatakan apa yang salah menjadi benar, dan menjadikan benar segala perbuatan yang salah, itu justru adalah perbuatan yang dibenci oleh Tuhan. Yesaya 5:20 berkata: Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit.

Orang Kristen justru harus tegas, memilah-milah antara yang benar dan yang salah, yang disetujui oleh Tuhan dan yang dimurkai oleh Tuhan. Jika Tuhan mengatakan bahwa perbuatan seperti LGBTQ itu adalah perbuatan yang lebih memalukan serta lebih rendah daripada binatang menjalar, maka sebagai orang Kristen kita tidak bisa berpendapat yang sebaliknya, seolah-olah kita ini lebih baik, lebih penuh cinta, lebih suci dan lebih tahu dibandingkan Tuhan sendiri. Yesaya 5:21 berkata: Celakalah mereka yang memandang dirinya bijaksana, yang menganggap dirinya pintar!

Kebijaksanaan kita haruslah berasal dari atau bertumpu pada Alkitab Firman Tuhan, bukan didasarkan pada logika atau perasaan kita sendiri.

 

Roma 1:28-30
28 Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas: 29 penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan. 30 Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, 31 tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan.

Tidak merasa perlu mengakui Allah

Perasaan bisa menipu, tidak bisa dijadikan tolok ukur, sebab meskipun hidup dalam kesesatan, manusia bisa merasa bahwa mereka baik-baik saja. Persis seperti Kain, yang mempunyai hidup yang baik, sukses, kaya, beruntung, tetapi tidak mengakui Allah, terpisah dari Allah, dikutuk oleh-Nya

Perasaan bisa menipu, itu sebabnya kita harus kembali kepada Alkitab untuk belajar mana yang benar dan mana yang salah, menurut kriteria yang telah ditetapkan oleh Tuhan.

Maka Allah menyerahkan mereka pada pikiran terkutuk

Kita sering berpikir bahwa karena Allah itu baik, karena Allah itu penyelamat, maka tidak mungkin Allah melakukan tindakan yang keras pada manusia. Ini suatu kesalahan yang fatal.

Allah adalah Pribadi yang bisa menyelamatkan, tetapi Allah juga bisa (dan akan) melemparkan manusia kepada sebuah kondisi celaka, bahkan ketika manusia masih ada di dunia ini, apabila manusia terus menerus membangkang, menghina dan melecehkan Pribadi Tuhan serta perintah-Nya.

Neraka itu nyata bagi orang yang sudah meninggal tanpa Tuhan, tetapi Alkitab mengajarkan bahwa di dunia pun manusia sudah dapat mencicipi neraka, yaitu ketika pikiran mereka dijauhkan dari Tuhan. Menurut Alkitab, di dalam kehidupan manusia hanya ada dua arah kehidupan, yaitu kehidupan yang semakin mendekat kepada Tuhan, atau kehidupan yang semakin menjauh dari Tuhan.

Kehidupan yang semakin mendekat kepada Tuhan adalah ciri dari kehidupan yang diberi anugerah oleh Tuhan, tetapi kehidupan manusia yang semakin menjauh dari Tuhan adalah ciri dari kehidupan yang sedang dibuang oleh Tuhan, sedang dibiarkan oleh Tuhan untuk masuk ke dalam jurang kehancuran dan kebinasaan.

Mereka melakukan apa yang tidak pantas

Pada akhirnya Tuhan akan menghakimi manusia berdasarkan kelakuannya. Orang yang sudah dibuang/dijauhkan oleh Tuhan, hatinya akan menjadi gelap, pikirannya sia-sia dan terkutuk serta kelakuannya menjadi semakin tidak pantas, dan persis seperti itulah yang terjadi pada kaum LGBTQ. Hati mereka gelap, penuh dengan kebencian pada orang lain yang tidak sesuai dengan mereka, pikiran mereka sia-sia yaitu ketika mereka berpikir bahwa perubatan mereka adalah perbuatan mulia yang dapat dibenarkan, dan kelakuan mereka pun menjadi semakin tidak pantas.

Meskipun secara kasat mata kehidupan sepertinya baik-baik saja, usaha mereka bisa saja mengalami kemajuan, kekayaan bertambah, mereka tidak pernah melanggar hukum yang berlaku (karena tinggal di negara yang melegalkan praktik tersebut), tetapi di hadapan Tuhan kelakuan mereka tidak berkenan sama sekali.

Hati yang serakah, dengki, membenci Allah, sombong, cinta uang, adalah kejahatan yang tidak selalu melanggar hukum di dunia. Tidak ada orang yang ditangkap oleh pihak berwajib, semata-mata karena sombong atau iri hati pada orang lain. Tetapi di mata Allah yang mahasuci, semua itu tetap saja merupakan buah dari pikiran terkutuk yang akan dihakimi di dalam kekekalan nanti.

 

Roma 1:32
32 Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.

Mengetahui tuntutan (larangan) Allah namun tetap melakukan apa yang dilarang

Untuk ketiga kalinya Paulus mengatakan bahwa manusia itu bukanlah makhluk yang polos atau naif, bukan kurang informasi atau kurang pengetahuan.

Ayat 19 menegaskan, “karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata.” Lalu ayat 21 mengatakan, “sekalipun mereka mengenal Allah.” Dan terakhir ayat 32 berbunyi: “walau mereka mengetahui tuntutan Allah.”

Kita sering berasumsi bahwa di dunia ini ada orang yang karena hidup terpencil, lalu di dalam kemalangan mereka yang begitu miskin informasi, mereka akhirnya tidak tahu bahwa Allah itu ada. Tetapi jika kita membaca Roma 1, kita mendapati bahwa asumsi kita ternyata keliru. Di dalam kehidupan yang akan datang, tidak seorang pun dikatakan dapat berdalih bahwa mereka tidak pernah mendengar atau melihat atau merasakan kehadiran Allah (baca: Roma 1:20)

Menurut Roma 1 ini, bahkan sampai diulang berkali-kali, manusia sesungguhnya tahu bahwa Allah ada, Allah sendiri tidak pelit informasi tentang keberadaan-Nya, tetapi manusia sendirilah yang membuat diri mereka itu dibuang oleh Allah. Manusia sendirilah yang menjadikan diri mereka diserahkan kepada pikiran terkutuk dan dibiarkan dalam kegelapan oleh Allah.

Berbahagialah orang yang masih diberi kesempatan untuk mengenal Tuhan saat ini, karena Tuhan tidak selalu membuka pintu. Ada waktunya dimana Tuhan menutup pintu dan tidak ada lagi siapapun yang bisa membukanya.

Penutup

Melalui surat Roma, Paulus mengingatkan bahwa semua manusia berdosa, dan terkutuk di hadapan Allah. Mereka yang punya maupun tidak punya Taurat, sama terkutuk di hadapan Tuhan, karena semua orang telah memberontak terhadap Allah.

Tetapi Tuhan masih memberi kesempatan, Dia masih bersabar. Tuhan memberi kesempatan pada jemaat Roma, dan juga kita, untuk mendengar Injil Keselamatan di dalam Yesus Kristus.

Melalui Roma kita belajar betapa dalamnya kejatuhan manusia, betapa besarnya kejahatan manusia terhadap Tuhan, sehingga sepatutnya kita boleh semakin menghargai, betapa besarnya cinta kasih dan pengorbanan Tuhan yang masih mau memberi kesempatan pada kita untuk bertobat dan mengenal Dia serta mendapat pengampunan daripada-Nya. Kiranya Tuhan Yesus membekati dan menolong kita. AMIN