Wednesday, April 2, 2025

Tuhan Yesus tetap sama baik kemarin, hari ini dan selama-lamanya.

Renungan dari Ibrani 13:1-8

Tuhan Yesus tetap sama baik kemarin, hari ini dan selama-lamanya

 

 

Ibrani 13:1-8 1 Peliharalah kasih persaudaraan! 2 Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat. 3 Ingatlah akan orang-orang hukuman, karena kamu sendiri juga adalah orang-orang hukuman. Dan ingatlah akan orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang, karena kamu sendiri juga masih hidup di dunia ini. 4 Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah. 5 Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." 6 Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: "Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" 7 Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka. 8 Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.

 

Dari ayat-ayat yang disebutkan di atas, ayat 8 adalah ayat yang sangat populer bagi orang Kristen, bahkan tidak sedikit mungkin yang hafal akan ayat tersebut. Ayat 8 tersebut memberitakan Kristus yang tidak pernah berubah, sekalipun seluruh dunia senantiasa mengalami perubahan. Sungguh suatu ayat yang sangat menguatkan dan memberi jaminan bahwa iman kita tidak akan sia-sia. Meskipun demikian, seringkali orang Kristen ternyata tidak membaca ayat 8 ini dalam konteks yang sesuai, melainkan mengambil ayat tersebut secara mandiri tanpa memberi perhatian yang cukup terhadap ayat 1 hingga ayat 7 yang mendahului ayat 8 tersebut.

 

Kalau kita lihat pada ayat 1 sampai dengan ayat 7, maka akan kita dapati bahwa ayat-ayat tersebut sebetulnya berisi prinsip-prinsip Kristen yang secara mudah dapat dipahami oleh orang Kristen, simple christian principles, yaitu hal-hal yang sangat mendasar di dalam kekristenan. Beberapa christian virtue sederhana yang bukan sekedar ajaran moralisme belaka, melainkan prinsip-prinisp yang senantiasa mengarahkan kita kepada Kristus.

 

Peliharalah kasih persaudaraan

 

Kasih persaudaraan atau philadelphia atau brotherly love adalah hal yang mendasar di dalam kekristenan. Alkitab mengajarkan bahwa kasih itu bukan hanya tentang emosi saja, melainkan juga harus dikaitkan dengan kepekaan untuk mencukupkan kebutuhan orang lain, sebagaimana yang seharusnya terjadi di antara sesama saudara di dalam sebuah keluarga.

 

Kekristenan tidak mengajarkan kita untuk secara muluk-muluk memikirkan kasih kepada orang di Afrika atau Antartika yang sangat jauh, bukan karena secara prinsip adalah keliru untuk memikirkan orang di Afrika dan Antartika tadi, tetapi Alkitab mau agar kita memulai gerakan cinta kasih itu dari orang-orang yang dekat terlebih dahulu. Alkitab ingin kita memiliki suatu kepekaan terhadap hal-hal sederhana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kasih persaudaraan itu tidak hanya berlaku pada saat gereja sedang teraniaya saja, tetapi dapat pula diterapkan pada kehidupan gereja saat ini yang cenderung sangat individual (highly individualistic).

 

Jangan lupa memberi tumpangan

 

Memberi tumpangan adalah suatu perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh orang Kristen. Bagi penulis Ibrani, hal seperti itu sebenarnya merupakan basic christianity, bukan semata-mata karena pada masa itu belum banyak hotel atau tempat penginapan seperti sekarang, melainkan karena hal seperti itu berguna untuk melatih kita agar memiliki keluasan hati terhadap orang lain.

 

Gagasan seperti ini sangat relevan untuk direnungkan bagi kita yang hidup di masa kini, yaitu era yang cenderung bersifat invidualistik serta cenderung sulit untuk menerima orang lain masuk ke dalam area personal kita. Mungkin masih banyak orang yang rela untuk membantu orang lain yang sedang kesusahan, tetapi untuk memberi tumpangan kepada orang lain, hal itu sungguh amat berbeda sama sekali. Karena ketika kita membantu orang lain, setidaknya orang lain itu masih berada di luar area personal kita, tetapi ketika kita memberi tumpangan maka itu berarti kita harus membuka diri bagi orang lain untuk masuk ke dalam rumah kita dan bersinggungan secara langsung dengan kehidupan personal kita. Dan hal seperti ini tidak selalu mudah bagi semua orang, karena orang lain itu mungkin memiliki kebiasaan yang berbeda atau standar kebersihan yang berbeda sehingga kita merasa agak risih untuk hidup berdampingan dengan mereka walau dalam waktu yang relatif singkat.

 

Tetapi melalui cara seperti ini, Tuhan ingin melatih kita agar dapat lebih mengerti dan mengenal Pribadi Kristus yang sangat terbuka, sangat luas hati, sangat rela untuk ditumpangi (hospitable) oleh kita. Orang Kristen diundang untuk menjadi seperti Kristus yang rela membuka diri-Nya bagi orang, untuk dikotori oleh ketidaksucian mereka. Dari Alkitab kita melihat bahwa Tuhan Yesus bukan saja dikotori oleh kita, tetapi bahkan sampai mati oleh kekotoran dosa kita itu.

 

beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.

 

Abraham pernah dikunjungi oleh 3 orang yang ternyata bukan orang biasa-biasa saja, melainkan adalah Allah sendiri yang datang sambil didampingi oleh dua malaikat-Nya. Kita bisa mengetahui bahwa Orang itu adalah Tuhan karena Ia menerima penyembahan dari Abraham.

 

Kejadian 18:2 Ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. Sesudah dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah,

 

Kehadiran Tuhan dalam wujud manusia yang datang menemui Abraham adalah suatu pendahuluan dari kehadiran Tuhan secara nyata sebagai Manusia di dalam diri Yesus Kristus. Pada era Abraham, Allah datang bukan melalui kelahiran sebagai seorang Manusia, melainkan sebagai perwujudan manusia yang biasa kita sebut sebagai Theophany. Kita tidak tahu persis, karena Alkitab juga tidak menyatakan pada kita, apakah yang hadir pada waktu itu adalah Allah Bapa ataukah Allah Anak, kita hanya tahu bahwa Alkitab menyebut-Nya sebagai Yahwe.

 

Melalui kisah tersebut kita disadarkan betapa Tuhan itu tidak jauh dari manusia. Ia yang adalah Mahakuasa dan Mahasuci, tidak segan-segan untuk datang kepada manusia, baik dalam perwujudan sementara sebagai manusia, maupun dalam wujud Manusia yang sesungguhnya dalam diri Tuhan Yesus, dan bahkan kehadiran Ilahi melalui sesama kita.

 

Tentang kehadiran Tuhan melalui sesama kita, hal itu tercatat dalam Matius 25:36-40 : 36 ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. 37 Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? 38 Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? 39 Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? 40 Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.

 

Bagian ini juga mencatat tentang orang yang secara tidak sadar melakukan kebaikan pada orang lain yang ternyata adalah Tuhan sendiri. Artinya, orang yang mengenal Tuhan justru tidak menyadari kebaikan yang ada di dalam diri mereka sendiri. Orang masih sangat merasa dengan penuh kesadaran bahwa dirinya adalah orang baik, biasanya sebetulnya justru bukan orang yang sungguh-sungguh mengenal Tuhan.

 

Ingatlah akan orang-orang hukuman

 

Ayat 3 ini mengajarkan kita untuk ingat pada orang hukuman. Kita disadarkan bahwa orang lain juga susah, bukan cuma kita saja. Jika kita sadar hal itu maka kita bisa memiliki kindness atau kemurahan hati. Tapi jika kita merasa diri paling susah, maka sulit menjadi kind. Jika kita sadar bahwa kita juga adalah orang hukuman, maka kita juga perlu punya compassion pada orang lain yang juga ada dalam hukuman. Orang yang jarang gagal, maka sulit menerima orang yang gagal. Alkitab mengingatkan bahwa kita perlu mengasihani orang hukuman, bukan karena posisi kita ada di atas, melainkan karena kita juga sama-sama orang hukuman. Same eye level.

 

Tuhan yang ada di atas pun tidak terus berada di atas. Ia turun agar sama rendah dengan manusia berdosa. Bukan saja same eye level tetapi bahkan di bawah eye level orang lain. Yesus yang bukan orang hukuman, mau mengingat orang hukuman, bahkan menerima hukuman itu bagi manusia. Manusia sulit memahami hal ini, karena jangankan menerima hukuman, menerima salah perlakuan saja pun kita sulit. Kita ingin menjadi kaya agar tidak menerima perlakuan yang salah. Itu sebabnya kita sulit memhami perbuatan Kristus yang menanggung kesalahan orang, meskioun Ia tidak salah

 

hormat terhadap perkawinan … janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada

 

Ayat 4 bicara tentang rasa puas akan hal yang kita miliki, yaitu misalnya kesetiaan pada perkawinan, setia pada orang yang sama

 

Ayat 5 berkaitan dengan ayat 4, tidak ada rasa puas, menjadi serakah. Ada kaitan antara seksual immorality dan haus akan uang, yaitu dalam hal keserakahan. Contentment adalah rare jewel. Kita harus belajar merasa puas dengan kehadiran Tuhan. Ketimbang fokus mencari apa yang Tuhan bisa sediakan untuk menyenangkan hati kita. Lebih baik kita fokus pada bagaimana menyenangkan hati Tuhan.

 

Uang itu sangat bahaya, menyembah Tuhan atau mamon. Pelacur bisa diselamatkan, tetapi orang yang cinta uang punya kerajaannya sendiri yang berbeda dengan kerajaan Allah. Itu sebabnya ia tidak bisa menerima Tuhan, itu sebabnya Firman Tuhan tidak bisa masuk ke dalam telinga orang yang cinta akan uang. Contoh di dalam Alkitab tentang orang-orang yang cinta akan uang adalah Yudas, Akhan bin Zerah, pemuda kaya raya yang menemui Tuhan Yesus, Ananias dan Safira. Semua orang itu tidak mendapat keselamatan, bukan karena anugerah Tuhan terlalu kecil untuk menjangkau mereka, tetapi karena hati mereka yang begitu melekat pada kekayaan memang sangat sulit untuk memberi ruang kepada Tuhan.

 

Maka ibadah harus disertai rasa cukup. Belajar menerima Tuhan yang mencukupkan kita. Alkitab mengajarkan bahwa asalkan ada makanan, minuman dan pakaian maka sudah cukup. Salah satu kedewasaan dalam Tuhan, kita makin merasa reduction of needs. Makin tua harusnya makin sedikit kebutuan dan yang paling kita butuhkan adalah Tuhan. Itulah yang harus kita kejar.

 

Hamba uang tidak pernah merasa cukup, ia tidak mungkin mencintai Tuhan, yang ia kejar adalah uang yang lebih banyak untuk memenuhi keinginan yang tidak ada puasnya. Orang seperti ini akan end up di Neraka.

 

Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata

 

Iman kita mungkin lebih kecil daripada iman Musa, tetapi Allahnya Musa sama dengan Allahnya kita. Yang kuat bukan iman kita, tetapi Tuhan itulah yang kuat.

 

Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka

 

Kita perlu melihat akhir hidup orang-orang beriman karena dengan berakhirnya hidup mereka, kita tahu bahwa iman mereka sudah teruji. Kita mudah tertarik pada orang sukses, orang kaya, padahal seharusnya kita belajar dari pemimpin rohani yang imannya telah teruji.

 

8 Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.

 

Tuhan Yesus akan terus memberi pemimpin teladan. Tuhan akan tetap jadi teladan. Ia tetap sama dari dulu, menawarkan simple christianity. Kita bisa berubah, waktu dalam kesulitan kita sering berubah, tetapi Tuhan Yesus tidak pernah berubah.

 

Saturday, January 4, 2025

Manusia lebih suka pada kesementaraan ketimbang pada kekekalan

Kesementaraan dari gemerlapnya dunia

Richard Baxter (12 November 1615 – 8 December 1691) seorang teolog dari Inggris, mengatakan beberapa prinsip penting di dalam kekristenan.

 

Yang pertama adalah bahwa kekristenan itu banyak berurusan dengan hati, sebab di dalam hatilah Tuhan bertakhta, sekaligus di dalam hati pulalah si iblis seringkali melakukan pekerjaanya yang jahat.

 

Apa yang dikatakan oleh Baxter ini, pula sejalan dengan Injil yang mencatat perkataan Tuhan Yesus demikian: 20 Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, 21 sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, 22 perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. (Mark 7:20-22)

 

Itu sebabnya, penting sekali bagi kita orang percaya untuk senantiasa menjaga hati kita, sebab apabila tidak, maka hati kita ini sangatlah mudah untuk diselewengkan. Tetapi dengan cara apakah kita menjaga hati tersebut? Kita akan jauh lebih mudah menjaga hati kita, apabila kita memiliki visi terhadap kekekalan, yaitu dimana Tuhan bertakhta. Dengan visi yang benar, kita tahu bagaimana mengarahkan hati secara benar, kita tahu patokannya ada dimana. Sehingga pada gilirannya, apabila kita sudah tahu arah yang benar dan sudah tahu patokannya apa, maka kita akan lebih mudah menilai ketika hati kita sudah menyimpang.

 

Yang kedua adalah bahwa pemahaman atau pengenalan kita akan Allah harus terus menerus bertumbuh. Hal itu dikarenakan Pribadi Allah adalah pribadi yang incomprehensible atau tidak bisa dimengerti secara penuh. Pribadi Allah itu sedemikian luasnya, sehingga apabila kemampuan pengertian kita dibandingkan dengan luas Pribadi Allah, maka pengertian kita itu hanya diibaratkan sebagai sendok yang kecil dibandingkan dengan lautan yang sangat luas. Bagaimana mungkin kita mencoba meraih seluruh air laut dengan sebuah sendok yang kecil seperti itu?

 

Oleh karena Pribadi Allah sedemikian luas seperti itu, maka janganlah kita menjadi orang yang lekas berpuas diri dengan pengenalan akan Allah yang masih sangat sedikit. Janganlah kita merasa sudah terlalu mengenal Allah, sebab hal itu sangatlah tidak mungkin.

 

Tetapi disisi lain, hal ini juga bukan berarti bahwa Tuhan sama sekali tidak bisa dikenal, sebagaimana yang dipahami oleh penganut paham Agnostik. Incomprehensibility of God adalah sebuah paradox dengan Tuhan yang mau menyatakan diri-Nya. Di satu sisi, ada hal-hal yang sudah dinyatakan oleh Tuhan dan kita bertanggungjawab untuk mengerti dan mengenal apa yang sudah dinyatakan itu. Tetapi di sisi lain kita harus sadar bahwa untuk hal-hal yang sudah dinyatakan itupun, kita bahkan masih harus bergumul untuk memahaminya secara tuntas.

 

Incomprehensibility of God bukanlah alasan untuk kita tidak mau belajar atau alasan bagi manusia untuk berbuat sesuka hati. Sebaliknya, Incomprehensible of God justru seharusnya dapat mendorong kita untuk dengan rendah hati mengakui keterbatasan kita, sambil tetap berusaha sungguh-sungguh untuk mencari pengenalan akan Allah yang lebih dalam.

 

Yang ketiga, apa yang menggerakkan kita untuk mengisi hari-hari dengan bijaksana, agar kita tidak salah memilih komunitas, salah memilih agama, salah mempelajari sesuatu? Baxter mengatakan ada dua hal yaitu, wajah dari kematian (the face of death) dan dekatnya pada kekekalan (nearness to eternity). Dua hal ini harus jadi pertimbangan dalam kita membuat pilihan-pilihan dalam hidup.

 

Akan tetapi, kedua hal inipun harus kita kaitkan dengan Tuhan, sebab apabila tidak, maka kita akan temukan bahwa sebetulnya di dalam dunia modern pun ada istilah YOLO (You Only Live Once), yang secara substansi sangat mirip dengan model kesadaran yang diutarakan oleh Baxter.

 

Sepintas Yolo memang mengingatkan manusia akan kematian atau keterbatasan hidup, akan tetapi tanpa penghayatan akan kehadiran Tuhan, maka aplikasinya bisa sangat berbeda. Alkitab mencatat demikian: tetapi lihat, di tengah-tengah mereka ada kegirangan dan sukacita, membantai lembu dan menyembelih domba, makan daging dan minum anggur, sambil berseru: "Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati!" (Yesaya 22:13)

 

Perlu kita sadari bahwa apa yang dituliskan oleh Yesaya tersebut sesungguhnya adalah sebuah ungkapan yang negatif atau sindiran dari Alkitab mengenai prinsip Yolo tersebut. Kesadaran akan kematian yang tidak menyertakan kehadiran Tuhan, bukan membuat seseorang hidup secara bijaksana, tetapi justru membuat manusia berusaha memakai waktu yang tersisa tersebut untuk melampiaskan hawa nafsunya.

 

Kesadaran akan death and eternity bersama dengan Tuhan menolong kita untuk tidak membuang-buang waktu. Di dunia ini kita tidak punya banyak waktu. Sangat disayangkan apabila waktu yang sedikit itu hanya dipakai untuk mengejar kenikmatan dunia, sebab kenikmatan dunia apapun ada batasnya. Suatu kenikmatan yang semula begitu kita kejar, pada gilirannya pasti akan menjadi biasa-biasa saja. Mungkin sebelum kita memiliki mobil tertentu, kita sangat memimpikan bahwa suatu saat akan memiliki dan mengendarai mobil tersebut. Akan tetapi setelah kita pada akhirnya memiliki mobil tersebut, ternyata hati kita tidak sepuas yang kita bayangkan. Ternyata masih ada kekosongan yang perlu diisi pula dengan hal-hal lain yang belum kita miliki. Dan proses ini akan terus saja terjadi seumur hidup manusia. Merasa kosong dan merasa butuh mengisinya dengan berbagai keinginan yang kita sangka dapat memuaskan kita.

 

Tetapi apabila kesadaran akan keterbatasan di dalam dunia ini kita kaitkan dengan Pribadi Allah, maka kita akan melihat hidup ini secara berbeda. Kita bukan lagi semata-mata menghabiskan usia kita untuk mencari kenikmatan semata-mata, tetapi mulai bersungguh-sungguh untuk mencari panggilan Allah dan wajah-Nya di dunia ini.

 

Orang yang mengenal Tuhan, bukan saja ia akan memilih sorga daripada neraka, tetapi ia juga akan memilih sorga daripada kehidupan di dunia ini. Sebab kenikmatan dan kesenangan di dunia ini hanyalah sampah apabila dibandingkan dengan kenikmatan dan kesenangan yang Tuhan berikan. 

 

Baxter mengatakan banyak orang lebih ingin memiliki dunia ketimbang panggilan sorga. Mungkin hal ini disebabkan karena dunia lebih kelihatan sedangkan Tuhan tidak. Dan disebabkan karena bergaul dengan Tuhan juga dianggap sulit, banyak tantangan, ada penderitaan, seolah-olah terkekang dlsb. Tetapi ini adalah tanda bahwa orang itu belum memiliki mata rohani, karena mereka sendiri belum dilahirkan kembali.

 

Orang yang melihat Tuhan, pasti ingin meninggalkan dunia ini dan mengikut Tuhan, seperti Matius dan murid Tuhan yang lain. Atau seperti orang yang menemukan mutiara yang berharga itu, yang kemudian menjual segalanya demi memiliki mutiara tersebut.

 

Baxter melihat begitu banyak perpecahan di jamannya, ketika kekristenan ada begitu banyak pendapat. Baxter mengatakan apabila kita sungguh-sungguh melihat Allah, maka kita akan lebih mudah rekonsiliasi dalam sebuah perselisihan. Apabila orang melihat Tuhan, maka orang tidak lagi terlalu fokus melihat pada pendapat orang lain yang sedang menentang pendapat kita, tetapi lebih fokus mencari kehendak Tuhan di dalam diskusi tersebut. Bukan berarti kita tidak boleh ada perbedaan, melainkan agar kita melihat perbedaan secara lebih proporsional. Good news-nya bukan bahwa semua orang tiba-tiba akan menjadi sama dengan kita, tetapi bahwa semua orang akan sama-sama melihat Allah.

 

Yang keempat, Baxter juga mengatakan bahwa kita terlalu mudah sedih waktu kesenangan temporer kita dirusak. Manusia mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang remeh (vanity). Kita terlalu banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang sebetulnya tidak terlalu penting, tetapi enggan investasi waktu untuk mengenal Tuhan.

 

Apa yang disampaikan oleh Baxter ini merupakan sebuah tantangan bagi umat manusia. Dari sejarah masa lampau hingga hari ini, kita melihat bahwa ada kesalahan dalam konsep nilai yang dianut manusia. Manusia seringkali terlalu tertarik pada hal-hal yang sementara tetapi lupa kepada hal-hal yang bersifat kekal, itu sebabnya :

  • Hati manusia seringkali menyimpang
  • Enggan memiliki pengenalan akan Allah
  • Mengaplikasi kesadaran akan kematian secara keliru
  • Terlalu sibuk mengejar hal-hal yang remeh.

Semoga diwaktu kita yang singkat ini, kita dapat memilih apa yang benar. Amin.