Bentuk-bentuk Firman Tuhan
(Bagian kesatu)
Ketika Yang Mahakuasa Bersabda
Kita sudah belajar tentang betapa
pentingnya Firman Tuhan bagi kita. Kita juga sudah tahu bahwa Firman Tuhan
adalah kebenaran mutlak yang harus diterima oleh umat manusia. Kini kita akan
memikirkan, dengan cara apa sajakah Tuhan menyampaikan Firman-Nya? Dan melalui
pertanyaan ini kita masuk dalam pembicaraan tentang bentuk-bentuk Firman Tuhan
(forms of the Word of God). [Baca Juga: Proses penulisan Alkitab yang ajaib. Klik disini.]
Buku "Pembuktian Atas Kebenaran Kristus"
Sejauh ini kita belum bicara
tentang Alkitab. Memang Alkitab adalah Firman Tuhan. Akan tetapi keduanya dapat
dibicarakan secara terpisah atau ditinjau dari sudut pandang yang berbeda.
Sejauh ini yang kita bicarakan barulah tentang pengertian dari Firman Tuhan itu
sendiri. Alkitab adalah hanya satu di antara beberapa bentuk dari Firman Tuhan.
Seperti apakah bentuk-bentuk lain dari Firman Tuhan itu? Mari kita lihat.
Firman Tuhan dalam bentuk Pribadi Manusia
Bentuk paling dahsyat atau paling
nyata atau paling jelas dari Firman Tuhan bukanlah tulisan atau kata-kata
belaka, melainkan sebuah Tubuh yang nyata dari seorang Manusia yang benar-benar
hidup di dunia ini. [Baca juga: Ada 8 alasan mengapa Tuhan Yesus datang menjadi Manusia. Klik disini.]
Pernah dalam hidup ini barangkali,
ketika kita merasa bahwa percakapan via telepon dengan seseorang terasa belum
cukup sampai kita bertemu langsung dengan orang yang bersangkutan. Melalui
percakapan jarak jauh memang komunikasi antar pribadi dapat berlangsung, akan
tetapi ada perbedaan kualitas antara percakapan tanpa tatap muka dengan
percakapan yang melibatkan pertemuan langsung antar pribadi. Dalam penyataan
Allah rupanya hal seperti inipun terjadi. Allah bisa saja tinggal diam dalam
kenyamanan-Nya di sorga sambil mengkomunikasikan pikiran dan maksud-maksud-Nya
pada manusia melalui kata-kata semata. Tetapi nyatanya yang terjadi tidaklah
demikian. Ketika waktunya genap, Allah datang ke dunia ini untuk berhubungan
langsung dengan kita. Bahkan lebih dahsyat lagi, Ia menjadi sama seperti kita
dalam segala hal, kecuali bahwa Ia tidak berdosa.
Yohanes 1:14 mengatakan “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam
di antara kita.” Kata-kata manusia tidak dapat melukiskan secara lengkap
dan nyata tentang betapa agung dan mulianya fakta ini. Hanya hati yang beriman
dan pikiran yang mengerti, mampu menerimanya dengan ucapan syukur. Jika Firman
adalah keseluruhan ekspresi intelektual, emosi dan kehendak dari Allah Yang
Mahakuasa, maka bagaimanakah bisa terjadi sesuatu yang begitu dahsyat dapat “mengkerut” menjadi bentuk yang kecil di
tengah-tengah dunia yang kotor? Betapa besarnya hati dan betapa tak
terselaminya jalan pikiran Allah yang telah merelakan diri untuk menjadi begitu
kecil dan rapuh.
Sebagai kontrasnya, bagian lain
dari Alkitab melukiskan laporan pandangan mata seorang pria yang tinggal dalam
pengasingan. Pria itu menulis: “Aku
melihat sorga terbuka, ada seekor kuda putih dan Ia yang menungganginya bernama
“Yang Setia dan Yang Benar” Ia menghakimi dengan adil. Dan mata-Nya bagaikan
nyala api dan di atas kepala-Nya terdapat banyak mahkota dan pada-Nya ada
tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorang pun, kecuali Ia sendiri. Dan
Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah “Firman
Allah.” (Wahyu 19:11-13)
Kedua bagian Alkitab itu
melukiskan tentang Individu yang sama. Pada bagian yang pertama, dilukiskan
bagaimana Pribadi yang besar ini telah merendahkan diri begitu dalam, sedangkan
pada bagian yang kedua, dilukiskan bagaimana sebenarnya keberadaan Pribadi yang
agung itu. Yesus adalah Pribadi yang identik dengan sebutan Yang Setia, Yang
benar, Yang menghakimi dengan adil, Yang mata-Nya bagaikan nyala api, Yang
kepala-Nya terdapat banyak mahkota, Yang memiliki sebuah nama begitu transenden, Yang jubah-Nya dibasuh oleh
darah dan Yang nama-Nya adalah “Firman Allah.” Belum pernah ada manusia (dan
tidak akan pernah ada) di dunia ini yang pantas menerima segala predikat yang
diberikan pada Yesus. Ia adalah perwujudan nyata dari Firman Allah sendiri.
Kita sudah mengetahui bahwa Firman
adalah kebenaran dan bahwa Firman adalah keseluruhan ekspresi dari pikiran
(intelegensia), emosi dan kehendak Allah Yang Mahakuasa. Kita sudah mengetahui
bahwa Firman adalah ekspresi atau penyataan Allah kepada manusia. Maka sekarang
kita belajar lebih jauh lagi, yaitu bahwa Yesus adalah perwujudan yang paling
nyata dari Firman. Sehingga apapun yang dikatakan oleh Yesus, itulah Firman
Allah. Apapun yang diperbuat Yesus, maka perbuatan itu adalah kehendak Allah.
Apapun yang dirasakan oleh Yesus, maka itulah perasaan emosional Allah. Apapun
yang direncanakan dan dikehendaki Yesus, maka itulah kehendak Allah. Tidaklah
mengherankan jika Yesus mengatakan: “Akulah kebenaran.” Tidak mengherankan pula
jika Yesus berkata: “Aku dan Bapa adalah satu.”
Jadi, melalui Firman (kata-kata) Allah
menyatakan diri-Nya pada kita. Melalui Yesus, Allah membuat Firman-Nya jauh
lebih nyata lagi dari sekedar kata-kata. Melalui Yesus, Allah datang sendiri ke
bumi ini dan menunjukkan pada kita secara nyata sekali tentang siapa diri-Nya.
Firman Tuhan dalam bentuk ucapan Allah secara langsung
Dalam menyatakan diri-Nya, Allah
kerap kali mengeluarkan ucapan-ucapan atau kata-kata secara langsung. Dan
ucapan Allah secara langsung ini, dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:
Ucapan yang berfungsi sebagai
ketetapan (God’s decree)
Sebagai Pribadi Yang Mahakuasa,
Allah dapat membuat ketetapan-ketetapan melalui kata-kata-Nya. Ia tidak
membutuhkan persetujuan dari pihak manapun. Ia tidak memerlukan nasihat atau
pertimbangan dari siapapun. Dalam ke-Mahatahuan-Nya yang sempurna dan
ke-Mahakuasaan-Nya yang mutlak, Allah dapat mengucapkan perkataan-perkataan
yang berfungsi sebagai ketetapan yang berlaku di seluruh alam semesta. Sekali
ucapan dikeluarkan maka sesuatu pasti terjadi atau ada sesuai dengan apa yang
diucapkan itu.
Contoh-contoh untuk Firman Tuhan
yang berbentuk seperti ini banyak ditemukan dalam Alkitab, misalnya dalam kasus
penciptaan. “Jadilah terang. Jadilah cakrawala” atau “Hendaklah segala air yang
di bawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering” dan
berbagai kalimat yang diawali kata “Hendaklah..” di dalam Kejadian pasal 1
adalah contoh yang dapat kita ambil dari Perjanjian Lama. Tentu masih banyak
lagi ungkapan-ungkapan sejenis ini di dalam PL. (Maukah anda juga coba mencari
contoh-contoh semacam itu di dalam PL?)
Di dalam Perjanjian Baru, ungkapan
semacam ini pun ada. Yesus Kristus di dalam pelayanan-Nya berulang kali
mengeluarkan kata-kata yang penuh kuasa, misalnya ketika Tuhan Yesus
menyembuhkan orang yang lumpuh (Mrk 2:11), mengutuk pohon ara (Mrk 11:14),
menghardik angin (Mrk 4:39), membangkitkan orang mati (Yoh 11:43) dan masih
banyak lagi. Di dalam Ibrani 1:3 bahkan dikatakan bahwa Yesus “menopang segala
yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan.” Ucapan Allah sebagai
ketetapan (God’s decree)
artinya, ucapan-ucapan yang ketika dikeluarkan langsung memberi hasil persis
seperti yang diucapkan itu.
Jika kita simak ucapan dalam
Ibrani 1:3 di atas, dapat kita bayangkan bahwa ucapan Allah ini begitu besar
kuasanya, sehingga tanpa-Nya seluruh keberadaan yang kita kenal melalui panca
indera ini tidak mungkin berjalan. Yesus menopang segala yang ada dengan
firman-Nya. Betapa mulianya kata-kata ini. Bayangkan, bahwa hari ini bumi masih
berputar, matahari masih terbit, laut masih tetap di tempatnya, daratan masih
ada, anda masih hidup, negara kita masih ada, jantung anda masih berdebar,
darah masih mengalir dalam tubuh kita, makanan masih ada, minuman masih bisa
diperoleh, oksigen masih bisa dihirup dengan bebas dan gratis, persekutuan
masih ada, gereja masih berdiri walau ditekan sana sini, segala sesuatu masih
ada sebagaimana adanya sekarang, karena apa..? Karena Yesus menopang dengan
firman-Nya.
Betapa panjang sabarnya Yesus
ketika melihat orang-orang mencaci maki Dia dengan mulut yang Ia ciptakan,
manusia membenci Yesus dengan pikiran dan hati yang Ia buat, manusia menulis
segala hal yang buruk tentang Yesus sambil menggunakan segala sumber daya yang
Yesus sediakan. Oksigen yang dipakai orang-orang untuk bernapas adalah ciptaan
Dia dan Dia pula yang menopang agar suplai oksigen terus ada di bumi ini. Lalu
orang-orang menghirup oksigen dalam-dalam untuk mengisi paru-paru - yang juga
tak dapat mereka ciptakan sendiri - untuk menghina Yesus. Betapa panjang
sabarnya Dia.
Dan betapa menyakitkannya kenyataan ini bukan? Tetapi, itulah faktanya. Ucapan
Allah adalah ketetapan dan Dia sudah menetapkan demikian. Kita harus
menghormati-Nya. Kita harus percaya pada-Nya.
Karena ucapan Allah adalah
kebenaran dan merupakan ketetapan bagi alam semesta ini, maka kita harus
percaya pada setiap ucapan-Nya. Walaupun kadang pikiran kita ingin mengatakan
hal yang lain, walaupun hati kita kadang ingin menolaknya, walaupun pengalaman
hidup kita berkata sesuatu yang beda dengan apa yang dikatakan dalam Firman,
kita tetap harus percaya. Jika kita tetap bersikeras untuk menentang kata-kata
Allah, maka yang rugi adalah diri kita sendiri. Pikiran kita, perasaan kita,
pengalaman hidup kita bukanlah kebenaran mutlak dan sama sekali bukan
ketetapan. Semua itu masih bisa berubah. Hanya ucapan Allah yang benar secara
mutlak. Hanya ucapan Allah yang dapat menjadi ketetapan.
Kita akan melihat lebih jauh lagi
bentuk-bentuk Firman Tuhan dalam tulisan mendatang. Semoga melalui tulisan ini,
cinta anda pada Firman Tuhan dan pada Pribadi Yesus semakin bertumbuh. Tuhan
memberkati.
Pertanyaan
untuk direnungkan:
Jika Yesus Kristus adalah Firman
Tuhan. Dan jika Firman Tuhan adalah kebenaran mutlak. Maka apa pendapat anda
terhadap situasi dunia yang semakin bebas berbicara tentang hal-hal yang buruk
tentang Yesus Kristus? Bagaimana perasaan anda hidup di tengah situasi dunia
sekarang ini sebagai orang yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah Firman Tuhan
yang benar secara mutlak? Sebenarnya, apakah anda sungguh-sungguh percaya bahwa
Yesus memang adalah kebenaran mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi?
Ataukah anda merasa bahwa sebaiknya kita sebagai orang Kristen belajar untuk
sedikit toleran dan merangkul gagasan dari kepercayaan lain, karena pada
dasarnya semua kepercayaan adalah baik dan mengajarkan kebaikan?
Bentuk-bentuk Firman Tuhan
(Bagian kedua)
Ucapan Allah secara langsung
Pada bagian sebelumnya kita telah
belajar beberapa bentuk dari Firman Tuhan yaitu:
1. Firman Tuhan dalam bentuk
Pribadi Manusia
2. Firman Tuhan dalam bentuk
ucapan Allah secara langsung, yang dibagi lagi menjadi:
-
Ucapan yang berfungsi sebagai ketetapan (God’s
decree)
Pada tulisan ini kita akan melihat
kategori lain dari Firman Tuhan dalam bentuk ucapan Allah secara langsung,
yaitu:
Ucapan yang ditujukan kepada pribadi tertentu
Dalam Perjanjian Lama kita berulang
kali membaca peristiwa-peristiwa di mana Allah berbicara secara langsung kepada
pribadi tertentu. Pada zaman itu, ketika Alkitab yang kita kenal sekarang belum
semua tertulis secara lengkap, Allah memang kerap kali berbicara secara
langsung kepada mansia. Melalui pembicaraan secara langsung inilah, manusia
dapat mengenal jalan pikiran Allah, merasakan apa yang dirasakan oleh Allah dan
mengetahui apa yang dikehendaki oleh Allah (masih ingat kan arti dari Firman?).
Melalui perbincangan tersebut, manusia mulai belajar mengenal jati diri Allah.
Sungguh bersahabat sikap Allah pada kita bukan? Ia sudi berbincang-bincang pada
manusia yang seharusnya dimurkai oleh karena dosa-dosanya itu. Tetapi itulah
Allah. Bukan saja perbincangan itu telah terjadi di antara Allah dan manusia,
tetapi juga penting untuk kita ingat bahwa inisiatif untuk memulai pembicaraan
selalu datang dari Allah.
Di taman Eden, ketika segala
sesuatu masih murni tak tercemar oleh dosa, Allah berbicara dengan Adam,
manusia pertama (Kej 2:16). Setelah Hawa tercipta, Allah juga berbicara dengan
mereka berdua (Kej 1:28). Lalu ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah
juga tidak berhenti untuk berbicara dengan manusia. Peristiwa kejatuhan manusia
ke dalam dosa ini rupanya telah mengubah hubungan akrab yang sudah terjalin
antara manusia dan Allah sebelumnya. Dosa membuat manusia takut untuk
berhubungan dengan Tuhan (Kej 3:8). Syukurlah, Allah tetap sudi untuk
berhubungan dengan manusia. Ia memanggil mereka yang telah jatuh ke dalam dosa
itu. Sampai sekarang pun Allah tetap memanggil orang-orang berdosa untuk
berbincang-bincang dengan diri-Nya.
Sejarah hubungan Allah dengan
manusia yang tercatat dalam Perjanjian Lama memperlihatkan banyak contoh dimana
Allah memanggil manusia dan berbicara dengan mereka. Allah memanggil Kain, Nuh,
Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, Musa,
Yosua, para Hakim, Daud, Salomo, Yesaya, Yeremia dan masih banyak lagi. Allah
kita adalah Allah yang senantiasa berinisiatif untuk berbicara pada manusia.
Adakalanya Ia berbicara untuk memberi petunjuk, adakalanya untuk memberi janji,
pada suatu kesempatan Ia berbicara untuk memberi berkat, pada kesempatan lain
Ia menghukum. Dari tahun ke tahun, dari generasi satu ke generasi lainnya,
Allah terus berbicara pada pribadi-pribadi tertentu di dalam sejarah manusia.
Melalui komunikasi inilah manusia mulai belajar mengenal Allah. Dan di dalam
berbagai peristiwa dimana Allah berbicara, para pendengarnya tidak memiliki
keraguan sedikitpun bahwa suara yang ia dengar adalah suara Allah. Meskipun demikian
suara yang didengar itu bukanlah suara aneh yang asing bagi telinga manusia,
melainkan suara yang dapat dimengerti. Artinya, Allah berbicara pada manusia
dengan menggunakan bahasa manusia.
Jadi jika kini ada anggapan bahwa
Allah adalah Pribadi yang diam, maka anggapan itu tentu tidak dapat dikatakan
benar. Sebab sejarah mencatat bahwa Allah telah berulang kali dan dalam pelbagai
cara berbicara pada manusia (Ibrani 1:1). Jika manusia tidak dapat mendengar
Allah berbicara di masa kini, maka mungkin sekali hal itu disebabkan karena
manusia yang tidak mau mendengar Dia. Manusia memilih untuk hanya mendengar apa
yang ingin mereka dengar. Termasuk dalam hal mendengar suara Allah, manusia
hanya ingin mendengar segala sesuatu yang enak di dengar dan sesuai dengan
kebutuhan mereka. Padahal Allah tidak dapat diperlakukan seperti itu. Ia adalah
Pribadi yang Mahakuasa, di hadapan Dia apapun yang kita miliki tidak ada
artinya. Kita tidak dapat memerintah Allah untuk menceritakan segala ‘dongeng’
yang enak ditelinga dan menyenangkan hati. Kita juga tidak dapat memaksa Allah
untuk bertanggungjawab atas segala kondisi tidak menyenangkan yang kita alami.
Singkatnya, bukan kita yang memutuskan untuk mendengar apa yang kita mau,
tetapi Allah-lah yang memutuskan untuk mengatakan apa yang Dia mau.
Allah adalah Pribadi yang
ber-Firman dan dalam kehidupan setiap manusia Allah senantiasa berbicara,
tetapi seringkali manusia tidak suka dengan cara Allah berbicara, atau manusia
terlalu sibuk dengan pelbagai hal sehingga tidak ada waktu untuk mendengar
suara Allah. Akhirnya, karena merasa tidak pernah mendengar suara Allah,
manusia menyimpulkan bahwa Allah tidak peduli lagi. Bahkan lebih parah lagi,
Allah dianggap sudah mati dan tidak dibutuhkan lagi. Manusia modern zaman
sekarang telah belajar di dalam kekerasan hatinya untuk mengatasi hidup ini
dengan caranya sendiri. Perlahan-lahan dunia mulai tidak peduli lagi pada suara
Allah. Padahal, jika kita me-refresh
memory kita pada tulisan terdahulu yang mengatakan bahwa Firman Tuhan adalah
hidup manusia, maka betapa menakutkannya kondisi dunia yang tidak mau mendengar
Allah? Dunia ini sepertinya hidup, bahkan seakan bertambah maju. Tetapi di
dalam hidup dan kemajuan yang semu itu, dunia telah mati dan sedang menuju pada
kebinasaan kekal.
Meskipun demikian, Allah tidak
berubah, Ia tetap Allah yang berbicara pada pribadi-pribadi di dunia ini.
Selama dunia ini masih ada, masih ada kesempatan untuk membuka hati dan pikiran
pada Firman Tuhan, namun karena tidak seorangpun yang tahu kapan hidupnya akan
berakhir, maka sudah sepatutnya setiap pribadi mulai sekarang belajar mencari
suara Tuhan, Pribadi Agung yang ber-Firman itu.
Pada zaman dahulu, setiap pribadi
yang diajak berbicara oleh Allah seringkali menemukan bahwa mereka tidak selalu
berhasil menangkap maksud Allah itu. Dibutuhkan waktu dan terutama ketaatan di
dalam mendengar Dia. Hal semacam inipun berlaku bagi kita. Oleh karena itu, janganlah
kita pernah merasa sudah cukup mendengar sehingga tidak mau mendengar lagi. Janganlah
kita merasa cukup hanya mendengar, sehingga tidak ada dorongan untuk taat pada
apa yang telah kita dengar dari Tuhan. Dengarlah terus, berulang-ulang.
Taatilah terus, berulang-ulang.
Ucapan yang disampaikan melalui pribadi tertentu
Bentuk Firman Tuhan semacam ini,
hampir sama dengan bentuk yang baru saja disebutkan di atas. Hanya saja dalam
bentuk ini, Tuhan memakai perantara dalam berbicara. Perantara itu dapat berupa
manusia, malaikat, atau bahkan seekor binatang.
Manusia yang dipakai sebagai
perantara ini pun beraneka ragam, namun pada umumnya di zaman Perjanjian Lama
mereka disebut sebagai nabi. Sedangkan di dalam Perjanjian Baru orang-orang
yang dipakai sebagai perantara itu umumnya disebut sebagai rasul. Nabi dan
rasul adalah orang-orang yang secara langsung menerima Firman dari Allah untuk
disampaikan pada orang lain. Jadi dalam bagian sebelumnya, Firman Tuhan yang
diterima oleh pribadi-pribadi tertentu itu ditujukan bagi pribadi yang
menerima. Sedangkan dalam bagian ini, Firman Tuhan yang diterima itu bukan
semata-mata untuk dirinya melainkan memang ada perintah dari Allah untuk
menyampaikan Firman itu pada orang lain.
Ulangan 18:18-19 mencatat
kata-kata Allah yang disampaikan melalui Musa: “Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka.
Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka
segala yang Kuperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan segala
firman-Ku yang akan diucapkan nabi itu demi nama-Ku, daripadanya akan Kutuntut
pertanggungjawaban.”
Dari ayat Alkitab ini, kita
melihat bahwa Tuhan-lah yang memilih dan mengangkat orang-orang yang menjadi
perantara ucapan Allah, atau yang disebut juga nabi pada masa Pernjanjian Lama.
Oleh karena itu, pada masa sekarang tidak boleh ada seorang manusia yang
sembarangan menganggap dirinya sebagai nabi, karena nabi adalah pilihan Allah
sendiri dan nabi bertugas untuk menyampaikan kata-kata Allah. Antara kata-kata
Allah yang disampaikan pada nabi dan kata-kata yang disampaikan pada pendengar
tidak boleh ada perbedaan. Oleh karena itu, nabi harus mengerti apa yang
dikatakan oleh Allah dan setia dalam mewartakan kata-kata itu pada orang lain.
Di sisi lain, orang yang mendengar
perkataan-perkataan nabi juga memiliki tanggungjawab, yaitu mendengarkan
kata-kata itu. Orang lain yang menjadi pendengar tidak boleh menganggap sepi
kata-kata para nabi, karena perkataan itu bukanlah perkataan manusia melainkan
perkataan Allah. Jika pendengar tidak percaya pada apa yang dikatakan nabi,
maka nabinya tidak dipersalahkan melainkan Allah akan menuntut tanggungjawab
pada para pendengar yang tidak percaya itu.
Betapa luar biasa dan
menakutkannya peran nabi itu. Luar biasa karena kata-kata yang ia ucapkan
identik dengan kata-kata Allah. Menakutkan karena jika ia keliru menyampaikan
apa yang Allah mau atau terlalu berani mengatakan sesuatu yang tidak dikatakan
Allah maka ia pun akan dituntut untuk bertanggungjawab kepada Allah. Ulangan
18:20 berbunyi: “Tetapi seorang nabi,
yang terlalu berani untuk mengucapkan demi nama-Ku perkataan yang tidak
Kuperintahkan untuk dikatakan olehnya, atau berkata demi nama allah lain, nabi
itu harus mati.”
Betapa seriusnya Firman Allah.
Betapa berbahayanya jika kita manusia memandang Firman dengan sikap yang tidak
hormat. Firman identik dengan Pribadi Allah. Firman berkuasa untuk mencipta dan
menopang alam semesta beserta segala sesuatu yang ada di dalamnya. Pendengar
Firman tidak boleh menyepelekan isi Firman, karena akan dimintai tanggungjawab
oleh Allah. Pembawa Firman pun tidak dapat sembarangan, karena Tuhan pun akan
memintai tanggungjawab darinya.
Dewasa ini, sikap hormat manusia
pada Firman Tuhan sudah semakin luntur. Jangankan orang tidak percaya, orang
yang mengaku percaya pun kurang dalam memperlakukan Firman sebagaimana
mestinya. Kita orang percaya tidak luput dari kesalahan jika kita malas
mempelajari Firman, menafsirkan Firman dengan sembarangan atau pun berkata-kata
dengan mengatasnamakan Allah padahal tidak sesuai dengan ajaran Firman. Dewasa
ini, orang percaya dapat membangun teologi secara sembarangan tanpa dasar yang
kokoh dari Firman Allah. Fondasi mereka hanya dibangun di atas rasa nyaman,
kebudayaan dan kebiasaan sehari-hari serta pengalaman-pengalaman pribadi yang
belum teruji oleh doktrin Alkitab yang benar. Ini sangat berbahaya, tetapi
inilah yang sering terjadi.
Pada tulisan mendatang kita akan
melanjutkan pembahasan ini dan melihat bentuk-bentuk lain dari Firman Tuhan.
Semuanya ini dituliskan agar kita semakin diperkaya akan pemahaman terhadap
Firman Tuhan, sehingga dengan demikian akan muncul sikap hormat dan cinta pada
Firman itu sendiri. Tuhan memberkati.
Pertanyaan untuk direnungkan:
Setelah melihat bagaimana Allah begitu berupaya untuk menyatakan diri-Nya
melalui berbagai bentuk Firman, kesimpulan apa yang dapat anda tarik sehubungan
dengan karakter Allah? Hal-hal apakah menurut anda yang kiranya dapat
menyenangkan hati Allah yang memiliki karakter seperti itu?
Bentuk-bentuk Firman Tuhan
(Bagian ketiga)
Alkitab: Firman Tuhan dalam rupa aksara
Kita sudah mempelajari beberapa
bentuk dari Firman Tuhan, yaitu:
- Firman Tuhan dalam bentuk Pribadi Manusia
- Firman Tuhan dalam bentuk ucapan Allah
secara langsung, yang dibagi lagi menjadi:
-
Ucapan yang berfungsi sebagai ketetapan (God’s decree)
-
Ucapan yang ditujukan kepada pribadi tertentu
-
Ucapan yang disampaikan melalui pribadi tertentu
Pada tulisan ini kita akan
mempelajari bentuk Firman Tuhan yang terakhir yaitu bentuk tulisan dan biasa
kita kenal sebagai Alkitab.
Sekalipun bentuk yang paling akhir
dibicarakan, bukan berarti bentuk ini paling tidak berarti. Kita bahkan tidak
mungkin dapat mengetahui dengan lengkap dan benar semua bentuk-bentuk lain dari
Firman Tuhan jika tidak ada Firman Tuhan dalam bentuk tulisan. Darimana kita tahu
bahwa zaman dahulu ada Yesus Kristus? Darimana kita tahu bahwa Allah suka
berbicara pada manusia? Darimana kita tahu bahwa Allah senantiasa setia
memegang janji-Nya? Jawabannya adalah dari Alkitab. Itu sebabnya Alkitab sangat
penting dan menjadi satu-satunya sumber berotoritas yang kita miliki saat ini
untuk mengenal Allah.
Ada tiga pandangan terhadap
Alkitab yaitu:
- Alkitab berisi Firman Tuhan
- Alkitab menjadi Firman Tuhan
- Alkitab adalah Firman Tuhan
Tiga pandangan ini sepertinya mirip
satu sama lain, namun sesungguhnya amat berbeda (Pada dasarnya, sesuatu yang
mirip memang pada hakekatnya tidak sama).
Pandangan yang pertama mengandung
pengertian bahwa di dalam Alkitab terdapat (berisi) Firman Tuhan. Sepintas
pandangan ini sepertinya benar, akan tetapi jika kita telusuri lebih dalam,
pandangan ini sebenarnya keliru. Mengapa? Sebab orang yang mempunyai pandangan
seperti ini mengatakan bahwa ada bagian-bagian tertentu dari Alkitab yang bukan
Firman Tuhan. Pada bagian-bagian dimana jelas tertera kata-kata: “Lalu Allah berfirman pada ….,” mereka
akui sebagai Firman Tuhan.
Tetapi pada bagian-bagian dimana tidak jelas ada kata-kata Tuhan,
atau pada bagian dimana jelas sekali yang berkata-kata adalah manusia,
atau bahkan iblis,
maka mereka tidak akui itu sebagai Firman Tuhan. Apalagi jika mereka menemukan
bagian-bagian dimana secara manusiawi kita baca jelas sekali sebagai tulisan
manusia, misalnya pada surat-surat Paulus atau tulisan Lukas maka bagian-bagian
tersebut tidak diakui sebagai Firman Tuhan. Bahkan kelompok tertentu mulai
mempertanyakan apakah bagian-bagian tertentu yang berisi ucapan Yesus adalah
benar-benar ucapan Yesus ataukah itu hanya karangan si penulis saja?
Tentu saja ini tidak benar. Kita tidak memandang Alkitab dengan cara seperti
ini.
Pandangan yang kedua mengandung
pengertian bahwa Alkitab baru menjadi Firman Tuhan jika ayat-ayat yang kita
baca itu mengena secara pribadi pada diri kita. Dalam bahasa yang cukup populer
dikalangan gereja tertentu, dikatakan bahwa “Firman Tuhan ini menjadi rhema
dalam hidupku.” Pandangan ini sepertinya benar dan terdengar rohani, tetapi
sayangnya pandangan ini juga mengandung suatu bahaya.
Alkitab adalah Firman Tuhan,
terlepas dari apakah kita berhasil menangkap suatu gagasan yang ada di dalamnya
atau tidak. Ketika kita katakan Alkitab adalah Firman Tuhan, maka kebenaran
yang terkandung di dalam kata-kata itu adalah kebenaran objektif, artinya tidak
tergantung pada penilaian manusia.
Jika suatu saat anda membaca suatu
bagian dari Alkitab dan anda merasa ditegur secara langsung melalui ayat itu,
anda dapat berkata (secara praktis): “Firman Tuhan telah berbicara padaku.”
Akan tetapi bukan berarti bahwa ketika bagian-bagian tertentu dari Alkitab yang
anda baca sepertinya tidak sesuai dengan kebutuhan atau problem anda saat itu,
maka anda boleh berkata: “Wah ini bukan Firman Tuhan.” Ini tidak boleh terjadi
demikian.
Apakah anda mengerti suatu bagian
yang dibaca dari Alkitab atau tidak. Apakah anda menerima gagasan yang
terkandung di dalamnya atau tidak. Apakah anda percaya atau tidak. Apakah
bagian itu sesuai dengan kebutuhan saat ini secara praktis atau tidak. ALKITAB
ADALAH FIRMAN TUHAN. Dan FIRMAN TUHAN ADALAH KEBENARAN. Oleh karena itu,
Alkitab pun adalah kebenaran. Ini adalah kebenaran objektif yang tidak
tergantung pada pendapat manusia.
Apakah anda ingat peristiwa ketika
anda membaca bagian-bagian tertentu dari Alkitab yang anda tidak mengerti apa
artinya atau apa kegunaan praktisnya? Cobalah baca silsilah Yesus Kristus
misalnya, dan renungkan kebutuhan praktis apa yang dapat terpenuhi bagi hidup
anda saat ini dari kalimat-kalimat seperti si A memperanakkan si B, lalu si B
beranak si C dan seterusnya?? Mungkin tidak ada, atau paling tidak karena
hal-hal seperti itu membutuhkan penggalian yang dalam dan serius, maka dampak
kegunaan langsungnya tidak mudah atau tidak segera dapat ditemukan. Tetapi
apakah hal ini boleh dijadikan alasan bahwa bagian yang membeberkan silsilah
itu bukan Firman Tuhan? TENTU TIDAK BOLEH.
Cobalah baca Imamat 11:2-47 dan
renungkan apa yang harus kita lakukan secara praktis saat ini sehubungan dengan
teks itu? Cobalah baca bagian di mana Yudas menggantung diri, lalu pikirkan
apakah ada semacam rhema dari teks
itu bagi hidup anda saat ini?? Alkitab adalah Firman Tuhan, jangan kita
membatasi Alkitab hanya ketika kata-kata yang terkandung di dalamnya menjadi rhema (yaitu hanya ketika Alkitab
berbicara secara langsung dan praktis) bagi kita saja. Cara-cara yang subjektif
semacam itu harus kita tinggalkan dan mulailah dengan upaya-upaya penggalian
Alkitab yang lebih serius dan bertanggung jawab.
Bagian-bagian yang belum kita
mengerti dari Alkitab adalah juga Firman Tuhan, tanggung jawab kitalah untuk
mempelajarinya dan mengaplikasikannya dalam hidup kita. Memang di dalam Alkitab
ada bagian-bagian yang secara langsung dapat diaplikasikan secara praktis
misalnya “jangan membunuh,” “kasihilah sesamamu,” “ampuni yang bersalah” atau
“beritakanlah injil” dan lain sebagainya. Tetapi Alkitab tidak melulu berisi
perintah-perintah yang demikian. Alkitab adalah suatu kisah yang Tuhan torehkan
di dalam sejarah. Kisah mana jika kita gali dan renungkan dalam-dalam dapat
membuat hati kita bergolak dalam cinta dan syukur yang tidak habis-habisnya
terhadap Tuhan. Kisah mana yang jika kita mengerti konteks dan kegunaannya
dapat menjadi pengajaran yang berguna untuk lebih mengenal Pribadi Allah,
berguna untuk membentuk karakter kita dan berguna untuk menunjukkan pada kita
jalan keselamatan satu-satunya.
Di sisi lain, tentu tidak dapat
pula kita katakan bahwa Alkitab sebagai Firman Tuhan hanya berguna bagi mereka
yang punya kesempatan untuk mempelajarinya. Bagaimana dengan orang-orang
percaya yang keburu meninggal tanpa
sempat belajar atau tidak mampu belajar karena cacat atau keterbatasan intelektual?
Apakah mereka juga dituntut tanggung jawab semacam itu? Kita berhubungan dengan
Allah yang Mahaadil dan Mahatahu, kepada siapa Ia memberi banyak (entah waktu,
entah kemampuan) Ia akan menuntut banyak. Dan Ia tahu siapa-siapa yang akan
dituntut dan siapa-siapa yang tidak. Dari pihak kita yang penting adalah selama
kita masih hidup dan memiliki kemampuan untuk mempelajari maka kita
bertanggungjawab untuk melakukannya. Jangan melihat apa yang orang lain
mampu atau tidak mampu lakukan. Tetapi fokuslah pada apa yang menjadi
tanggungjawab kita dan kita mampu untuk melakukannya. Tuhan tahu siapa yang
sungguh-sungguh dan siapa yang karena malas atau enggan lalu berusaha
berlindung di balik alasan “aku tidak punya waktu” atau “aku tidak mampu.”
Kita sudah cukup banyak berbicara
tentang dua pandangan yang keliru terhadap Alkitab sebagai Firman Tuhan.
Melalui pembahasan tersebut dengan sendirinya dapat disimpulkan bahwa pandangan
ketiga-lah yang harus kita pegang, yaitu bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan. Masalahnya sekarang, darimana kita
tahu pasti bahwa Alkitab memang adalah Firman Tuhan? Bukti-bukti apakah, jika
ada, yang dapat menguatkan pandangan tersebut? Kita akan membahas itu dalam
tulisan berikutnya.
Semoga melalui tulisan ini, kita bisa
mengevaluasi diri kita masing-masing dalam cara kita memandang Firman Tuhan.
Jika keliru, perbaikilah. Jika sudah benar, puji Tuhan pertahankanlah dan
kembangkanlah sampai kepada tahap anda bisa menguatkan (atau mengajarkan)
orang lain pula melalui pandangan tersebut. Tuhan memberkati.