Showing posts with label Kain dan Habel. Show all posts
Showing posts with label Kain dan Habel. Show all posts

Monday, October 26, 2020

Mengenal Tuhan lebih penting daripada kekayaan

Eksposisi dari kisah Kain dan Habel

Oleh: Izar Tirta


Mengenal Tuhan lebih penting daripada kekayaan


Adakah sesuatu yang lebih penting daripada kekayaan dan kesuksesan? Di dalam dunia kita diajar bahwa kekayaan dan kesuksesan adalah segala-galanya. Tetapi Alkitab mengajarkan bahwa mengenal Tuhan itu jauh lebih penting daripada kekayaan, lebih penting daripada kesuksesan dan lebih penting daripada segala pencapaian di dalam dunia ini.

Kisah Kain dan Habel adalah contoh di dalam Alkitab yang mengajarkan bahwa mengenal Tuhan itu jauh lebih penting daripada kekayaan, jauh lebih penting daripada kesuksesan, jauh lebih penting daripada pencapaian apapun yang dapat diraih oleh seorang manusia.

Hal tersebut dapat kita pelajari dengan cara memperbandingkan antara keturunan Adam yang berasal dari keluarga Kain dan keturunan Adam yang berasal dari keluarga Set.

Garis keturunan Adam yang berasal dari keluarga Kain adalah orang-orang yang menonjol dari segi kekayaan atau segi pencapaian materi dan sangat menonjol di dalam mencetak prestasi di dalam dunia. Bagi orang yang tidak membaca Alkitab, siapapun tentu merasa bangga dengan jenis keturunan semacam ini bukan? Bagi orang yang kurang peduli pada Firman Tuhan, mereka pasti mengidam-idamkan jenis keturunan seperti ini.
 
Tetapi jika kita perhatikan keturunan Adam dalam garis keluarga Set, maka kita akan mendapati bahwa sama sekali tidak ada penyebutan tentang apa yang telah mereka capai dalam hidup ini. Pesannya cukup jelas, Alkitab tidak tertarik untuk menjelaskan pencapaian apa yang telah diraih oleh orang-orang itu selama di dunia. Satu-satunya hal terpenting yang menjadi perhatian Allah pada mereka adalah bahwa mereka itu merupakan orang-orang yang mengenal Tuhan.
 
Adakah hal ini membuat kita juga merasa tertarik? Adakah hal ini memberi semacam gejolak sukacita di dalam hati kita? Adakah suatu api dari Tuhan yang membakar kita sehingga kitapun merindukan pengenalan akan Tuhan tersebut?

Ketika kita belajar bahwa mengenal Tuhan itu lebih penting daripada kekayaan, tentu saja bukan berarti bahwa semua pengikut Tuhan Yesus adalah sekumpulan orang dungu yang selalu gagal dalam berkarir dan senantiasa bangkrut di dalam usaha. Dan hal itu juga bukan berarti bahwa Alkitab senantiasa memandang sinis kepada orang sukses dan orang kaya sambil menuduh mereka sebagai sekelompok orang yang tidak beres semata-mata. Tentu saja Alkitab tidak sebodoh, tidak se-naif dan tidak sedangkal itu.
 

Tetapi yang ingin ditekankan di sini adalah bahwa Alkitab selalu berusaha mengajak kita untuk melihat ke dalam persoalan sikap hati. Apakah di dalam setiap aktivitas kehidupan itu, entah sukses atau gagal, entah untung besar atau pun bangkrut, dalam sehat ataupun sakit, dalam miskin ataupun kaya, apakah kita melewatinya bersama Dia, dan demi untuk memuliakan Dia? Kita termasuk orang yang mengenal Tuhan apabila kita bisa menjawab ya atas pertanyaan ini.

Ataukah kita melakukannya dengan sikap hati yang seolah-olah tidak ada hubungan sama sekali dengan Tuhan? Adakah setiap aktivitas itu membawa kita semakin mengenal Tuhan? Adakah semua pencapaian itu kita lakukan untuk memuliakan Dia dan didasarkan pada alasan karena kita mengasihi Dia dan ingin belajar untuk taat kepada-Nya?

Jadi sekali lagi, persoalannya bukan apakah pengikut Tuhan itu kaya atau miskin, sukses atau gagal, sehat atau sakit. Bukan itu. Persoalannya adalah Alkitab tidak tertarik untuk membahas kehidupan para pengikut Tuhan dari sudut pandang keberhasilan manusia atau pun kemuliaan dunia. Mengapa? Karena di mata Tuhan, semua kekayaan itu, semua keberhasilan dan semua kemuliaan dunia itu, tidak ada artinya sama sekali jika dibandingkan dengan pengenalan akan Tuhan.
 
Bagi Alkitab, mengenal Tuhan itu adalah hal yang jauh lebih penting, bahkan sangat penting dibandingkan dengan kekayaan materi.

Dari garis keturunan Adam melalui Set inilah kemudian lahir “orang-orang besar” yang bukan dinilai berdasarkan pencapaian dalam hidup mereka, tetapi dinilai dari cara mereka hidup bergaul dengan Allah atau hidup mengenal Tuhan.

Apabila kita telusuri kembali ayat-ayat sebelumnya, yaitu ketika Allah berjanji untuk mengadakan permusuhan antara keturunan wanita dan keturunan ular, maka kita akan mendapati bahwa Alkitab secara jelas membuat pembagian dan pemisahan antara keturunan ular yang menentang Allah dan keturunan perempuan yang mendapat anugerah untuk bergaul dengan Dia. (Baca: Kisah Kelahiran Kain. Klik disini)

Daftar keturunan yang menentang Tuhan jika ditinjau dari Adam adalah: Adam, Kain, Henokh, Irad, Mehuyael, Metusael dan Lamekh. Sementara daftar keturunan yang mendapat anugerah dari Tuhan, jika ditinjau dari Adam adalah: Adam, Set, Enos, Kenan, Mahalaleel, Yared dan Henokh.

Sama-sama berawal dari Adam, namun masing-masing berakhir pada garis kehidupan yang berbeda. Keturunan ke tujuh dari Adam menurut garis keluarga Kain adalah Lamekh, seorang yang sangat penuh dengan kebencian.

Tentang Lamekh, Alkitab menulis: Kejadian 4:23 Berkatalah Lamekh kepada kedua isterinya itu: "Ada dan Zila, dengarkanlah suaraku: hai isteri-isteri Lamekh, pasanglah telingamu kepada perkataanku ini: Aku telah membunuh seorang laki-laki karena ia melukai aku, membunuh seorang muda karena ia memukul aku sampai bengkak; (4:24) sebab jika Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat."

Dan sebagai kontrasnya, keturunan Adam yang ketujuh dari garis keluarga Set adalah Henokh, seorang yang dilukiskan oleh Alkitab sebagai pribadi yang sangat dekat dengan Allah.

Tentang Henokh, Alkitab menulis: Kejadian 5:24 Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah.

Betapa besar perbedaan yang dikerjakan oleh Tuhan yang kita kenal melalui Alkitab, bukan? Lamekh dan Henokh adalah saudara dekat jika ditinjau dari garis keturunan Adam, tetapi sebagaimana kita baca, secara spiritual mereka telah dipisahkan oleh sebuah jurang yang tak mungkin dapat terseberangi lagi. Dalam acara arisan keluarga besar Adam, mungkin Lamekh dan Henokh bisa sama-sama hadir. Tetapi di dalam acara kebersamaan keluarga Allah Tritunggal, dapat dipastikan bahwa yang satu hadir, sementara yang lain tidak.
 
[Baca juga: Ulasan dari Yeremia 9:23,24 tentang Kekayaan. Klik di sini]

UNTUK DIRENUNGKAN
Telah sekian lama kita membahas kontras antara pandangan Yesus Kristus dengan pandangan dunia yang telah jatuh ke dalam dosa ini, terutama dalam kaitannya dengan kekayaan materi. Mulai dari perjumpaan antara Tuhan Yesus dengan pemuda yang kaya raya, kontras antara pandangan TuhanYesus dan pandangan dunia modern, hingga kisah Kain dan Habel ini. Kiranya berbagai gambaran yang kontras tersebut dapat menolong kita untuk memilih, di sisi mana kita lebih tertarik untuk berdiri? Kiranya Tuhan berbelas kasihan kepada kita. Amin.
 

Saturday, October 24, 2020

Eksposisi singkat Kejadian 4:26 : Ketika manusia mulai mengenal Allah secara pribadi

Oleh: Izar Tirta



 

Lahirlah seorang anak laki-laki bagi Set juga dan anak itu dinamainya Enos. Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN. Kejadian 4:26 

 

Set kemudian memiliki anak yang bernama Enos, dan sebagaimana kita baca, sejak zaman Enos inilah orang mulai memanggil nama TUHAN.

 

Apabila kita sungguh merenungkan, maka kita sadar bahwa “memanggil nama TUHAN” bukanlah sebuah perkara yang sederhana. Sebab sebagai keturunan dari orang yang telah jatuh ke dalam dosa, maka pengenalan akan Tuhan adalah suatu hal yang mustahil, kecuali jika ada campur tangan dari Tuhan sendiri. Kalaupun keturunan Set ini dapat memanggil nama Tuhan, maka hal itu sudah pasti merupakan akibat dari perbuatan baik Tuhan yang dengan penuh anugerah mengizinkan diri-Nya untuk dikenal oleh manusia.

 

Apalagi dalam teks tersebut kita membaca bahwa Allah yang dikenal di sini bukan allah sembarang allah seperti yang dipikirkan oleh orang modern sekarang ini, melainkan Yahwe, Allah dengan nama yang spesifik sekali. Yahwe adalah Dia yang telah masuk dan mengikatkan diri-Nya ke dalam suatu relasi pribadi dengan manusia melalui sejarah bangsa Yahudi, dan hanya bisa dikenal melalui Alkitab.

 

Persoalannya bagi kita sekarang adalah, apakah kita merasa tertarik pada anugerah semacam ini? Yaitu bahwa kita boleh mengenal Dia? Ataukah kita masih selalu lebih tertarik pada segala sesuatu yang dimiliki oleh Kain dan keluarganya itu?

 

Apa yang dimiliki oleh Kain, segera dapat dilihat. Tetapi apa yang dimiliki oleh keturunan Set, tidak dapat terlihat oleh mata. Apa yang dimiliki oleh Kain membawa semacam kebanggaan, prestige. Tetapi siapakah yang akan merasa bangga jika mendapat pengenalan akan Tuhan? Bukankah mengenal Tuhan itu lebih terdengar bagaikan suatu konsep yang abstrak? Forbes pun pasti menolak untuk memasukkan orang-orang semacam ini ke dalam majalahnya, bukan?

 

Bagi orang-orang di zaman modern yang sangat memuja pencapaian, uang dan harta benda yang nyata, pengenalan akan Allah menjadi sesuatu yang tidak menarik sama sekali. Namun melalui keturunan Adam dari garis keluarga Set, kita melihat bahwa satu-satunya “kekayaan” terbesar yang mereka miliki justru adalah bahwa mereka mengenal Tuhan.

 

Kita perlu bergumul di hadapan Tuhan apabila kita sulit menerima “kekayaan” semacam itu sebagai sesuatu yang berharga. Saya pikir kita perlu melakukan introspeksi diri apabila kita jauh lebih menghargai jalan hidup Kain ketimbang Habel ataupun Set dan Enos. Tentu bukan suatu kebetulan jika sejak awal mula Alkitab sudah menulis hal-hal yang seperti ini, yaitu agar kita bercermin dari peristiwa tersebut.

 

Dalam artian tertentu, kita bisa menganggap Alkitab itu bagaikan sebuah cermin. Sebuah cermin yang memantulkan sikap hati kita. Dari cara kita menilai sebuah kisah, dari cara kita menaruh hati pada tokoh-tokoh dalam kisah itu, terbongkarlah isi hati kita sendiri di hadapan Tuhan. Kita jadi tahu, kepada siapakah atau kepada apakah hati kita selama ini telah lebih dicondongkan.

 

Jadi, jika kita dalam hidup ini selalu dan selalu dan terus menerus selalu saja tergila-gila pada kekayaan atau sangat bangga pada harta serta sangat menghormati orang kaya sedemikian rupa hanya karena dia kaya, sementara Alkitab justru berbicara dengan arah yang 180o berseberangan dengan hal tersebut, maka mungkin kita perlu duduk sebentar dan merenung. Apakah kita masih ingin mengikuti Yesus yang modelnya kayak gini? Atau mungkin pada dasarnya kita memang kurang cocok hidup bersama Dia? Jangan-jangan (karena malas baca Alkitab) selama ini kita telah keliru menilai Yesus. Jangan-jangan Yesus yang selama ini kita pikir sedang kita gandrungi itu, ternyata totally a different kind of Person? 

Friday, May 1, 2020

Mengapa Habel perlu digantikan oleh Set?

Eksposisi singkat Kejadian 4:25
 


Mengapa Habel yang kemudian mati dibunuh oleh Kain itu perlu digantikan oleh Set? Apakah hal tersebut merupakan suatu kebetulan saja? Ataukah ada makna rohani yang dapat kita renungkan dari keputusan Allah untuk menghadirkan Set sebagai pengganti dari Habel?
 
Dalam tulisan terdahulu kita telah banyak membicarakan kehidupan Kain dan Habel dengan segala lika-likunya. Termasuk segala ironi yang menyelimuti kehidupan mereka berdua.

Kain yang begitu diagungkan oleh orang tuanya, justru bertumbuh dewasa sebagai pria yang kejam dan tidak menghargai Tuhan. Sementara Habel yang kurang diharapkan kehadirannya ke dalam dunia ini, justru mendapat perkenanan di hati Allah.

Ironi berikutnya adalah, Kain yang jahat justru bertahan hidup dan mendapat banyak hal dalam dunia ini. Sedangkan Habel yang dikasihi Allah malah seakan-akan mati dengan sia-sia.

Dan terakhir, kita mungkin merasa heran pada realita jalan hidup Habel yang ternyata lebih mirip sebuah jalan kesia-siaan, sementara jalan hidup Kain-lah yang justru lebih terlihat bagaikan sebuah jalan kemuliaan.

Mengapa segalanya jadi terbolak-balik seperti ini?
Apakah Alkitab telah keliru ditulis? Saya yakin persoalannya bukan terletak pada Alkitab yang seolah telah keliru di tulis. Tetapi persoalannya ada pada kita, yaitu pada cara kita melihat dan menilai hidup ini, yang rupa-rupanya amat berbeda dengan cara Tuhan melihat.

Jika pada tulisan terdahulu saya mengakhiri penuturan dengan kisah kesuksesan Kain beserta kaum keturunannya, maka pada tulisan kali ini, saya akan menyambung kisah tersebut dengan mengangkat kisah Habel, terutama setelah ia mati terbunuh. Benarkah pelita kebaikan Habel sudah redup sama sekali, digantikan oleh sinar kemuliaan duniawi ala Kain?

Jika demikian, bukankah hal itu seolah-olah berarti karya keselamatan Allah bagi manusia sudah gagal bahkan sebelum dimulai? Apakah Allah kita adalah Allah yang rencana-Nya gagal serta dikalahkan oleh kemuliaan manusia yang bersifat fana?

Kalau kita membaca novel atau menonton film drama, mungkin ending dari kisahnya memang adalah kemuliaan dan kesuksesan manusia. Tetapi ini adalah Alkitab. Ini adalah kisah Tuhan dan bukan terutama kisah tentang manusia. Melalui Alkitab kita berharap untuk melihat kemuliaan Tuhan dan bukan kemuliaan manusia. Dan kita bersyukur bahwa kisah permusuhan antara keturunan ular dan keturunan wanita itu, tidak berakhir pada kisah Kain dan Habel, tetapi masih terus berlanjut.

Adam bersetubuh pula dengan isterinya, lalu perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki dan menamainya Set, sebab katanya: "Allah telah mengaruniakan kepadaku anak yang lain sebagai ganti Habel; sebab Kain telah membunuhnya." (Kej 4:25)

Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Set merupakan karunia bagi Adam dan Hawa dari Allah, sebab Set adalah pengganti dari Habel yang telah dibunuh oleh Kain. Sungguh luar biasa bukan? Betapa baiknya Allah bahkan terhadap manusia yang telah berdosa.
 
Jika kita bertanya-tanya, mengapa Habel perlu digantikan oleh Set, maka barangkali jawabannya adalah agar kita sadar bahwa kisah Habel belum berakhir. Ia sama sekali tidak dilupakan, baik oleh manusia, apalagi terutama oleh Tuhan. Keluarga Adam dan Hawa kembali dikaruniai seorang anak yang secara spesifik disebutkan bahwa anak itu adalah pengganti Habel. Di dalam Tuhan yang berdaulat, kekacauan seperti pembunuhan pun dapat diubah menjadi sebuah pengharapan.

Apa lagi yang dapat kita renugnkan dari pertanyaan, mengapa Habel perlu digantikan oleh Set?

Tuhan menggantikan kehadiran Habel karena sebetulnya ia adalah wakil dari keturunan perempuan, yaitu orang-orang yang mendapat anugerah untuk mengenal Tuhan. Semula Hawa menyangka bahwa Kain-lah yang merupakan keturunan yang akan meremukkan kepala si ular. Namun sang waktu telah membuktikan bahwa anggapan Hawa itu ternyata keliru. Kain tidak lain dan tidak bukan justru adalah keturunan si ular itu sendiri, yang memiliki jiwa menentang dan menantang Tuhan.

Dengan matinya Habel, bukan berarti bahwa harapan manusia akan datangnya keselamatan yang dari Tuhan akan pupus sama sekali, sebab Tuhan telah menghadirkan keturunan yang lain sebagai pengganti dirinya.

Kita bersyukur, bahwa Adam dan Hawa tidak secara langsung menerima kutukan dari Tuhan pada saat mereka jatuh ke dalam dosa. Adam dan Hawa memang dihukum oleh Tuhan, bahkan mengalami kematian ketika diusir dari hadirat Alah, namun mereka tidak dikutuk secara langsung seperti Kain. Hal ini memberi peluang pada Adam dan Hawa untuk masih bisa melahirkan keturunan yang tidak dikutuk oleh Tuhan.

Lahirnya Set membawa sukacita besar bagi keluarga Adam dan Hawa. Dengan sukacita pengharapan, Hawa menamai anak itu sambil mengkaitkannya secara langsung dengan Habel. Melalui Set, kita melihat bahwa sukacita Hawa telah dipulihkan kembali. Cara Hawa meresponi kelahiran Set mengingatkan kita pada kegembiraan wanita itu waktu pertama kali mendapatkan Kain.

Kita bersyukur bahwa walaupun Allah menghukum orang berdosa, namun cinta kasih-Nya yang besar itu masih memberi peluang bagi manusia untuk menikmati anugerah-Nya. Kita turut bergembira melihat Hawa yang seperti kembali mampu untuk tersenyum. Hawa pernah dua kali keliru menilai. Ia terlalu gembira atas Kain dan ia terlalu putus asa atas Habel. Dua-duanya sama kelirunya. Tapi kini, pada akhirnya, melalui kebaikan hati Tuhan, Hawa boleh kembali memiliki harapan.. and this time … for a good reason.

Hawa bukan saja kembali mengkaitkan kelahiran seorang anak dengan Tuhan, tetapi Hawa juga telah berhasil memandang Habel dari sudut pandang yang tepat. Anak yang sia-sia itu, ternyata dipandang benar oleh Tuhan. Anak yang sia-sia itu, ternyata merupakan bukti bahwa bagaimana pun juga Tuhan masih mengasihi umat manusia. Anak yang kurang diharapkan itu, ternyata justru menjadi cikal bakal dari pengharapan akan anugerah Tuhan. Melalui Set, anak pengganti Habel itu, sinar pengharapan kembali terbit di hati Hawa.

UNTUK DIRENUNGKAN
Kita dapat dengan mudahnya keliru dalam menilai kehidupan. Apa yang kita pikir penting, ternyata tidak dianggap penting oleh Tuhan. Apa yang kita anggap tidak berharga, ternyata memiliki nilai kekekalan di dalamnya. Kita butuh Firman Tuhan sebagai pedoman dalam menilai kehidupan di sekitar kita.

Keadaan yang tanpa harapan sekalipun tidak dapat menghalangi kebaikan Tuhan dalam memberi anugerah-Nya kepada manusia. Sebaliknya, keberhasilan dan kesuksesan hidup yang begitu kita dambakan, belum tentu merupakan representasi dari berkat yang sejati dari Tuhan kita. (Oleh: Izar Tirta)

Baca Artikel Kristen Lainnya:
Mengapa dunia kita penuh dengan bencana? Klik disini
Apakah kiamat sudah dekat? Klik disini




Monday, April 27, 2020

Eksposisi singkat Kejadian 4:20, 21 dan 22: Apakah kekayaan dan kesuksesan merupakan tanda bagi orang yang diberkati oleh Tuhan?

 


Dalam kehidupan sehari-hari kita sering diajak berpikir bahwa orang yang diberkati oleh Tuhan adalah orang yang hidupnya kaya raya dan penuh dengan kesuksesan di dalam karier ataupun materi. Tetapi menurut sebuah kisah yang terkenal di Alkitab kita dapat belajar bahwa orang yang dikutuk oleh Tuhan pun masih dapat menikmati kekayaan dan keberhasilan materi di dalam hidupnya.

Sehingga kita tidak seharusnya berpegang pada anggapan bahwa orang yang kaya pasti diberkati oleh Tuhan, ataupun orang yang diberkati Tuhan maka pastilah ia akan menikmati kekayaan dan gelimangan harta di dalam hidupnya.

Kita akan melihat bagaimana suksesnya Kain, manusia yang telah dikutuk oleh Tuhan itu.

Kain berhasil membangun sebuah kota
Di mata orang modern yang sangat mengagungkan pencapaian, karya dan prestasi, Kain adalah orang yang membanggakan. Betapa tidak, setelah Tuhan mengutuk Kain dan tanah pun menolak dia, Kain tidak kehabisan akal dan tidak kehabisan daya upaya. Siapa bilang, orang yang hidupnya sudah dijauhkan dari Tuhan maka hidupnya tidak bisa sukses?

Kain sangat sukses, ia membangun kota. Ia adalah developer pertama di dunia. Apakah kita pernah bertemu langsung dengan seorang developer yang sukses? Bukankah mereka juga orang yang kaya raya serta mampu menerbitkan decak kagum di hati kita? Nah, sekarang kita tahu bahwa Kain yang dikutuk Tuhan pun bisa sukses seperti mereka-mereka itu. Bahkan Kain sudah jadi perancang kota, jauh sebelum ada developer lain di dunia.

Tentu saja dengan berkata begini bukan berarti saya menganggap pekerjaan seorang developer adalah pekerjaan yang berdosa. Tentu saja tidak sesederhana itu, dan tentu saja tidak bijaksana jika kita menilai seseorang semata-mata dari pekerjannya, tanpa mempertimbangkan sikap hati mereka sama sekali. Namun fakta bahwa Kain mampu membangun kota bahkan setelah Tuhan mengutuk dia, mengajarkan kita setidaknya dua hal:

Pertama, orang yang dikutuk Tuhan, belum tentu hidupnya di dunia akan mengalami kemalangan.
Kedua, orang yang sukses di dunia ini, belum tentu adalah orang yang dikasihi dan diberkati oleh Tuhan. Sebab yang dikutuk pun masih bisa sukses.

Kain memiliki banyak keturunan
Kalau saja Alkitab tidak pernah ditulis, maka orang-orang yang tidak punya anak akan merasa menderita sekali, karena akan dianggap sebagai orang yang tidak beruntung. Bahkan bagi kebudayaan tertentu, orang semacam itu bisa dianggap sebagai orang yang dijauhi oleh Tuhan.

“Banyak anak banyak rejeki,” demikian perkataan orang di zaman kita. Keberuntungan seseorang sering diukur dari banyaknya anak yang dimiliki. Sehingga orang yang tidak punya anak tentu saja akan dianggap sebaliknya, otomatis bukan?

Jika seperti itu, maka sekali lagi harus kita katakan bahwa Kain adalah orang yang beruntung. Ia tidak pernah dicatat dalam Alkitab sebagai orang punya masalah dengan istri yang rahimnya tidak subur. Abraham berkutat dengan masalah istri yang mandul. Zakaria juga mengalami persoalan dengan Elisabet yang mandul. Dan barangkali ada di antara kita yang juga sama seperti itu.

Tetapi Kain tidak. Itu bukan persoalan bagi dia. Keturunan kain banyak. Justru Habel yang tidak punya keturunan. Dari kacamata dunia, Kain adalah sosok yang beruntung, sementara Habel adalah orang yang sial.

Keturunan Kain adalah pribadi-pribadi yang handal di bidangnya
Bukan saja Kain itu punya banyak keturunan, tetapi Alkitab juga menyebutkan bahwa keturunan Kain adalah orang-orang top yang sangat mungkin akan diwawancarai oleh Forbes sebelum dimasukkan ke dalam daftar orang kaya di majalahnya itu.

Ada itu melahirkan Yabal; dialah yang menjadi bapa orang yang diam dalam kemah dan memelihara ternak. (Kej 4:20)

Salah seorang keturunan Kain berhasil menjadi peternak yang sukses, dan menjadi bapa orang-orang Nomaden yang suka mengembara. Agaknya Yabal ini adalah seorang yang memiliki peternakan sangat besar di berbagai tempat sehingga ia harus mendirikan berbagai bangunan semi permanen agar mobilitasnya tetap tinggi sementara ia mengawasi kawanan ternak yang dimilikinya.

Nama adiknya ialah Yubal; dialah yang menjadi bapa semua orang yang memainkan kecapi dan suling. (Kej 4:21)

Kalau Yabal sukses dengan dunia peternakan, maka Yubal adiknya adalah seorang penemu sekaligus pemain musik yang sangat handal. Pikirkan Mozart atau Beethoven, pikirkan siapa saja musisi paling handal di jaman kita. Sulit untuk tidak kagum pada orang-orang yang mahir dalam bidang kesenian bukan? Sekaligus sulit membayangkan betapa besar bakat dan talenta yang dimiliki oleh orang-orang beruntung itu.

Kain juga tidak kalah hebat. Salah seorang keturunannya adalah jenius di bidang musik, seorang pria yang sangat bertalenta.

Zila juga melahirkan anak, yakni Tubal-Kain, bapa semua tukang tembaga dan tukang besi. (Kej 4:22)

Sektor peternakan sudah digarap, sektor kesenian sudah dirambah, maka kini kita berjumpa dengan orang sukses berikutnya, yaitu seorang industrialis yang sukses mengelola hasil bumi berupa mineral. Ia mengolah tembaga dan besi sehingga menjadi alat-alat yang berguna di dalam kehidupan masyarakat pada masa itu.

Tubal-Kain bukan saja berhasil menemukan dan menggali tembaga dan besi dari dalam tanah. Ia juga berhasil mengolah bahan baku dasar tersebut menjadi alat yang berguna. Forbes pasti akan memasang nama Tubal Kain dalam majalahnya, sebagai bos tembaga sekaligus raja besi dunia.

Sulit membayangkan Kain sebagai pria yang malang, walau pun ia dikutuk Tuhan. Kain sendiri pun mungkin sudah lupa akan statusnya sebagai orang yang dibuang dari hadapan Tuhan. Kesuksesan demi kesuksesan, terus mengalir dalam hidupnya. Seperti inikah profil orang yang dikutuk Tuhan?

Bagi kita orang modern, Kain dan keluarganya adalah kalangan elit yang terhormat dan membanggakan. Kita pasti akan membicarakan keluarga ini pada  obrolan di tengah-tengah acara arisan keluarga kita. Dan sangat mungkin ada  banyak dari kita ingin memajang foto-foto di ruang tamu yang memperlihatkan momen membanggakan pada saat kita sedang bersalaman dengan Kain atau salah satu keturunan keluarganya. Bersalaman dengan Yabal si musisi handal sambil berfoto bareng Tubal-Kain sang raja besi di rumah peternakan nan luas dan mewah milik Yubal. Siapa yang akan menolak? Apalagi kita tahu bahwa tiga orang itu adalah keturunan dari city developer terkemuka pula. Rasanya kita mau sekali berelasi dengan keluarga ini, karena siapa tahu kita pun bisa kecipratan sukses dari apa yang dipunyai oleh mereka.

UNTUK DIRENUNGKAN
Itulah gambaran dari jalan kemuliaan keluarga Kain. Sesuai namanya, Kain mendapat banyak hal dalam hidup ini. Tapi dia tidak mendapatkan relasi dengan Tuhan. Dalam kekayaannya, Kain tidak pernah lagi berbicara dengan Allah. Tapi peduli amat bukan? Toh dia sudah kaya, dia sudah memiliki segala-galanya di dunia ini. Dalam kematiannya, Habel masih bisa berbicara dengan Allah. Tapi peduli amat juga kan? Toh dia sudah mati, dia sudah kehilangan segala-galanya di dunia ini.
 
Kalau kita bisa memilih, kehidupan mana yang lebih menarik untuk dipilih? Jalan hidup Kain yang membuat Forbes (dan sebagian besar dari orang di jaman kita) angkat topi? Atau jalan hidup Habel yang sia-sia?

Jalan hidup Habel mirip dengan jalan kehidupan Yesus. Dan, jalan kehidupan Yesus adalah jalan kehidupan yang tidak mungkin membuat Forbes angkat topi. Jauh lebih mungkin bagi Forbes untuk memilih angkat kaki dari hadapan Dia, ketimbang angkat topi untuk Dia. Kiranya Tuhan memberkati kita dengan belas kasihan dan bijaksana dalam memilih jalan hidup kita. Amin. (Oleh: Izar Tirta)


Kunjungi website Kristen kami lainnya disini

Eksposisi Kejadian 4:16: Mengapa manusia haus akan harta dunia dan pengakuan dari orang lain?




Some guys have all the luck… some guys have all the pain… begitulah sepenggal lirik lagu yang pernah dinyanyikan oleh Rod Stewart, penyanyi dan songwriter dari Inggris.
 
Ungkapan Stewart tersebut mau tidak mau mengingatkan saya akan nasib ke dua anak Adam dan Hawa. Kain, namanya mengandung arti “mendapatkan.” Sedangkan Habel berarti “kesia-siaan.” Yang satu memperoleh, yang satu kehilangan. Sungguh bagaikan sebuah ironi, bukan?
 
Semenjak jatuh ke dalam dosa, jiwa manusia mengalami kekosongan yang amat mendalam, sehingga manusia begitu haus untuk mengisi kekosongan itu dengan apapun yang bisa mereka dapatkan.
 
Itu sebabnya kita, sebagai keturunan dari manusia yang berdosa, sangat mengagungkan budaya mendapatkan ini, jauh melebihi budaya memberi atau membagi-bagikan. Orang yang mendapat banyak adalah orang yang beruntung dan mengagumkan sekali di mata dunia. Orang yang tidak punya apa-apa, yang rela kehilangan segala sesuatu hingga nyawa pun harus diberikan kepada orang lain, adalah orang yang hidupnya sangat sia-sia. Keberhasilan seseorang di dunia ini selalu diukur dari berapa banyak yang telah ia dapatkan selama hidupnya.
 
“He who dies with the most toys wins,” demikian perkataan Malcom Stevenson Forbes yang sangat terkenal itu. Dan Forbes membuktikan ucapannya dengan senantiasa mempromosikan gaya hidup yang sangat glamour, sarat dengan pesta, traveling dan bahkan akhirnya berkesempatan untuk menutup usia dengan status sebagai orang yang masih sangat kaya. Forbes bukan cuma pandai membuat ungkapan yang keren, tetapi ia juga berhasil menghidupi ungkapan keren-nya itu dalam kegiatan sehari-hari.
 
Bukan itu saja, majalah Forbes yang dimilikinya, senantiasa menampilkan daftar orang-orang paling kaya di dunia dengan sederetan angka-angka yang mencerminkan berapa banyak yang telah didapatkan oleh orang-orang beruntung itu dalam kehidupan mereka.
 
“Mendapatkan.” Siapakah yang tidak ingin mendapatkan sesuatu untuk dimiliki? Kehausan kita untuk mendapatkan atau memperoleh segala sesuatu itu nyaris sulit ditemukan batasannya, karena sangat banyak sekali. Mulai dari uang, rumah, mobil, emas, gadget paling mutakhir, hingga hasrat untuk mendapat pujian, disanjung keluarga, menjadi anak kebanggaan orang tua, mendapat kebahagiaan, kemudahan, nama baik, kesehatan, umur panjang dan bahkan mendapatkan penerimaan dari Tuhan. Siapa yang tidak ingin mendapatkan semua hal tersebut di dalam hidupnya?
 
Bukan suatu kebetulan jika hasrat kita yang tidak ada habis-habisnya untuk mendapatkan segala sesuatu itu, memiliki arti yang sama dengan nama Kain. Bahkan setelah membunuh adiknya, Kain mendapatkan kesempatan untuk tetap hidup (setidaknya hidup menurut definisi kita orang modern, bukan hidup menurut definisi Alkitab), sempat memiliki banyak keturunan, membangun kota besar dan memiliki kekayaan. Nyaris tidak ada berita kesialan yang menghampiri hidupnya.
 
Dalam konteks bahasa modern, Kain adalah lambang kesuksesan hidup, Forbes tentu bangga terhadap orang yang satu ini.
 
Saya yakin, jika saja Kain tidak keburu diberi label sebagai “penjahat” oleh Guru Sekolah Minggu atau pemimpin rohani kita, maka kita pun diam-diam akan memimpikan kehidupan seperti yang dimiliki Kain, bukan? Siapa sih yang tidak ingin menghajar orang yang membuat kita merasa kesal? Siapa sih yang tidak ingin tetap hidup bebas, bahkan setelah membunuh orang sekalipun? Siapa sih yang tidak ingin punya banyak keturunan? Siapa sih yang tidak kepingin kaya? Kain punya semua itu, bukan saja ia memiliki banyak keturunan, Alkitab bahkan melukiskan keturunan Kain sebagai orang-orang yang sukses, yaitu sekumpulan orang-orang yang sudah pasti akan turut menghiasi halaman-halaman majalah Forbes yang terkenal itu.
 
Berikut ini kita akan sama-sama melihat beberapa keberhasilan Kain, ditinjau dari kacamata manusia modern (yang telah jatuh ke dalam dosa):

Kain tidak dibunuh, bahkan setelah ia membunuh
Di mata Kain, Habel benar-benar adik yang menyebalkan. Ia mempermalukan Kain di hadapan Tuhan. Ia membuat ibadah Kain yang sekedar ritual tanpa hati yang percaya kepada Tuhan itu menjadi kelihatan buruk dan kurang religius. Jika Habel tidak ada, maka siapakah yang tahu bahwa Kain sebetulnya tidak percaya kepada Tuhan? Dari tampak luar, Kain adalah orang yang religius, ia suka beribadah, suka memberi persembahan, sungguh-sungguh kelihatan saleh, benar-benar seorang yang beragama.

Tetapi Habel membuat segalanya jadi berbeda. Melalui Habel orang jadi sadar dan bisa membuat perbandingan bahwa beribadah bukan pertama-tama berbicara tentang tampilan luar kehidupan seseorang. Beribadah terutama adalah tentang sikap hati yang percaya kepada Tuhan. Penulis kitab Ibrani melukiskan hal itu dengan cara demikian: Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu … (Ibrani 11:4)

Habel beriman kepada Tuhan di dalam hatinya sedemikian rupa sehingga ia memberi persembahan yang terbaik untuk Tuhan. Ada kasih di dalam hati Habel untuk Tuhan yang ia sembah.

Dalamnya laut dapat diduga, tetapi apa yang ada di dalam hati, siapakah yang bisa mengetahuinya? Demikian ungkapan populer yang kerap kita dengar. Manusia memang tidak mungkin bisa mengetahui kedalaman hati manusia, tetapi Tuhan bisa. Dan justru apa yang terjadi di dalam hati inilah yang menarik perhatian Tuhan. Tuhan tidak tertarik pada ibadah yang hanya terlihat di dalam tampilan luar. Tuhan melihat jauh menembusi apa yang kelihatan, menuju apa yang tidak kelihatan, yaitu sikap hati.

Karena ada yang bagus, maka yang jelek jadi kelihatan. Inilah yang terjadi di antara Kain dan Habel. Karena ada Habel yang hatinya sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, maka kemunafikan Kain jadi terlihat jelas.

Setelah Kain membunuh Habel, Tuhan memang datang kepadanya. Tetapi berbeda dengan harapan kita bahwa Tuhan akan menghajar dia dengan pukulan keras yang mematikan. Tuhan justru seolah-olah membiarkan dia. Kain hanya diusir dari hadapan Tuhan. Hanya diusir….

Setelah berdosa besar, tapi (seakan-akan) lolos dari hukuman maut, siapa yang gak seneng mengalami hal ini? Dalam kehidupan kita, ada banyak berita yang kita baca atau dengar atau bahkan kita lihat dengan mata kepala sendiri, tentang orang-orang yang melakukan kejahatan seperti korupsi, pembunuhan, penipuan, percabulan, ketamakan, penindasan terhadap orang yang lebih lemah, penyalahgunaan wewenang serta jabatan dan lain sebagainya, namun yang tetap saja dapat lolos dari penghukuman atau penghakiman di dunia ini.

Di dalam kejahatannya, mereka lolos karena hukum dunia tidak berhasil menangkap mereka. Orang-orang yang seharusnya berperan sebagai hakim yang menjunjung tinggi keadilan tidak mampu atau tidak mau membawa para penjahat itu menerima hukuman yang setimpal atas kejahatan mereka.

Ada beberapa faktor yang biasanya membuat keadilan semacam itu gagal ditegakkan. Faktor-faktor itu bisa disebabkan karena hakimnya telah disuap atau karena bukti-buktinya tidak cukup (atau sengaja dibuat tidak cukup, atau karena sengaja dihilangkan) atau bisa juga karena orang yang berbuat jahat itu dipandang masih bisa berguna untuk menjalankan kepentingan tertentu bagi kelompok tertentu dalam masyarakat.

Singkatnya, selalu ada kemungkinan di dalam dunia yang berdosa ini bagi orang-orang yang berbuat jahat lolos dari hukuman. Dan bagi orang tersebut, kondisi ini jelas merupakan suatu keberuntungan. Kain adalah sosok mula-mula dari keberuntungan tersebut. (Sekali lagi harus saya tegaskan bahwa keberuntungan di sini adalah dilihat dari kacamata orang berdosa, bukan dari sudut pandang Alkitab).

UNTUK DIRENUNGKAN
Secara kasat mata, secara sudut pandang dunia, Kain adalah sosok yang beruntung. Tetapi di balik keberuntungan itu, Kain sudah tidak mempunyai kesempatan untuk kembali kepada Tuhan. Mana yang lebih menarik hati kita, nasib baik seperti Kain? Atau kesempatan untuk kembali kepada Tuhan, walau konsekuensinya pahit?


Untuk membaca uraian tentang Kisah Kain dan Habel dari Kitab Kejadian Pasal 4 lainnya silahkan
lihat di website kami disini

Tuhan memberkati.