Eksposisi singkat Mazmur 86:1
Oleh: Izar Tirta
Doa Daud.
Sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, jawablah aku, sebab sengsara dan miskin
aku. (Mazmur 86:1)
Di dalam doanya Daud
meminta agar Tuhan menyendengkan telinga kepadanya. Darimana Daud bisa
mempunyai keberanian untuk meminta seperti itu? Kita hanya manusia belaka,
sedangkan Yahwe adalah Pencipta Yang Mahakuasa. Patutkah manusia meminta sesuatu
kepada Allah?
Sebagai manusia yang
berdosa, kita seringkali merasa bahwa kita adalah pusat alam semesta, yang
harus senantiasa diperhatikan, dilindungi dan ditolong. Bahkan Allah pun
sepertinya berkewajiban untuk mendengarkan persoalan kita.
Namun di sisi lain, Kitab
Kejadian mengajarkan bahwa kita ini hanya debu belaka. Dan bukan hanya itu,
kita ini juga adalah makhluk yang berdosa adanya. Kita telah terlalu sering
mengabaikan Allah, hanya asik dengan urusan kita sendiri, rencana kita sendiri,
proyek kita sendiri saja. Kita tidak peduli pada perkataan-Nya, kita tidak mengharapkan
kehadiran-Nya dan tidak sungguh-sungguh ingin mengenal Dia.
Demi semua itu, kita
sama sekali tidak layak di hadapan Allah. Kita bukan lawan bicara yang sepadan
dengan Allah Yang Mahasuci itu. Maka, apabila kita mengalami bencana, entah itu
karena teroris, bencana alam ataupun karena meluasnya infeksi virus, Allah
tidak ada kewajiban untuk menolong kita yang berdosa ini.
Jika demikian, apakah
doa Daud ini adalah doa yang keliru?
Doa Daud tidak keliru,
sebab ketika Daud meminta Allah mengarahkan perhatian kepada dirinya, hal itu
di dasarkan pada relasi yang sudah terjalin antara Allah dan dirinya. Bagi
Daud, Allah bukan Pribadi yang asing. Daud sudah mengenal Allah semenjak ia
masih sangat muda. Daud mengasihi Allah dan ia siap melakukan apa yang perlu
demi mempermuliakan Allah yang ia kenal itu.
Oleh karena itu
permintaan Daud kepada Yahwe adalah permintaan yang dialaskan pada suatu relasi
kasih. Ia tahu bahwa Allah mengasihi dia secara pribadi dan melalui kasih yang
terjalin itu Daud memiliki keberanian untuk meminta.
Bagi Daud, Allah
bukanlah pelengkap di dalam kehidupan. Allah bukan Sang Pembantu serba bisa
yang siap dipanggil jika dia ada masalah. Sebaliknya, Allah selalu ada di dalam
kehidupan Daud, baik ketika ia dalam kondisi kerohanian yang baik, maupun
ketika ia sedang jatuh ke dalam pencobaan. Allah adalah tempat Daud bernaung
senantiasa di dalam susah maupun di dalam senang.
Bagaimana dengan kita?
Seperti apa jenis hubungan kita dengan Tuhan selama ini? Apakah Dia
sungguh-sungguh merupakan realitas di dalam kehidupan kita? Ataukah Dia hanya
sosok asing dalam kehidupan yang kita panggil hanya ketika hidup kita terancam
penyakit mematikan saja?
Pada saat ini, seluruh
dunia sedang diancam oleh suatu penyakit yang menakutkan. Sekolah diliburkan,
kantor ditutup, bahkan beberapa negara pun melakukan lock down. Sungguh suatu
peristiwa yang tidak biasa. Bagi orang yang tidak mengenal Tuhan, pertanyaan
yang segera muncul adalah: “Mengapa Tuhan mengizinkan hal ini terjadi?” Tetapi
bagi kita yang mengenal Dia, kita tahu bahwa Allah memang berhak untuk
melakukan hal ini.
Ketimbang
mempertanyakan Tuhan, lebih baik kita bertanya pada diri sendiri, “Pesan apa
yang kita tangkap dari Tuhan melalui peristiwa ini?” Ada beberapa pesan yang
dapat kita renungkan:
Bahwa manusia pada
dasarnya adalah rapuh.
Tanpa ada sakit
penyakit yang mengancam, manusia seringkali merasa begitu kuat, tangguh,
pandai, tak terkalahkan dan bahkan sanggup menjadi tuhan atas diri sendiri.
Tetapi kini, kita melihat bahwa jangankan ingin menjadi seperti Tuhan, untuk
mengalahkan organisme yang sangat kecil sekalipun ternyata kita kesulitan
sekali.
Bahwa hidup kita pada
saatnya akan berakhir
Sering kali kita lupa
bahwa hidup kita pada suatu saat akan berakhir. Kenyataan semacam itu
seringkali kita kubur dalam-dalam di wilayah bawah sadar kita. Mengapa? Karena
memikirkan tentang kematian merupakan hal yang tidak enak. Meskipun demikian
kita harus sadar bahwa terlepas dari enak atau tidak enak, kematian adalah
sebuah kenyataan. Dan bencana penyakit global adalah pesan dari Allah untuk
mengingatkan kita semua akan hal itu.
Bahwa kesempatan yang
diberikan kepada kita ada batasnya
Karena hidup kita pada
suatu saat akan berakhir, maka secara otomatis kesempatan kita untuk melakukan
apapun di dunia ini juga ada batasnya. Lantas, apa yang telah kita kerjakan
selama ini? Hal-hal yang baikkah? Atau hal-hal yang jahat? Terlepas dari
kenyataan bahwa kita diselamatkan oleh anugerah dan terlepas dari kenyataan bahwa
tidak ada manusia yang sempurna, perbuatan kita selama hidup akan tetap
diperhitungkan oleh Tuhan. Selama Tuhan memberi kita kesempatan untuk hidup, apakah
kita sibuk melayani diri sendiri, ataukah kita berusaha untuk melayani Dia?
Apakah kita sangat sibuk membangun kerajaan kita sendiri? Ataukah kita peduli
pada kemajuan Kerajaan-Nya?
Bahwa pada akhirnya
kita harus berdiri di hadapan Sang Hakim
Dalam ancaman virus
ini kita tahu bahwa manusia terbelah menjadi dua kelompok, yang meninggal dan
yang masih hidup. Kita bersyukur bahwa saat ini masih tergolong dalam kelompok
yang hidup, tetapi jangan kita lupa bahwa ada juga yang sudah tidak hidup lagi.
Meskipun urusan kena
virus atau tidak kena virus adalah hal yang menakutkan, tetapi Alkitab
mengajarkan bahwa ada suatu moment yang jauh lebih mengerikan dari hal itu,
yaitu moment ketika kita harus berdiri di hadapan Yesus Kristus.
Menurut Rasul Paulus,
kita semua akan menghadap tahta peradilan Yesus Kristus. Dan pada saat itu,
Yesus yang kita temui bukanlah Yesus dalam kapasitasnya sebagai Juru Selamat,
melainkan Yesus Kristus dalam kapasitasnya sebagai Hakim atas seluruh bumi. Ia
akan memisahkan seorang demi seorang, lalu membawa sebagian dari mereka kepada
Bapa, dan melemparkan sebagian yang lain ke dalam neraka.
Akhir kata
Orang yang kena virus,
tetapi ada di dalam Kristus, akan memiliki hidup kekal sekalipun ia harus mati
di dunia ini. Tetapi orang yang saat ini terluput dari virus pun, ia akan
mengalami kematian kekal yang sangat mengerikan, apabila ia tidak ada di dalam
Kristus.
Apa yang kita alami
saat ini adalah suatu penyakit yang serius dan dapat membawa seseorang kepada
kematian yang serius. Tetapi apakah kita sadar bahwa sesungguhnya ada suatu
penyakit yang jauh lebih serius, yaitu dosa, yang akan membawa seseorang bukan
saja pada kematian yang serius, tetapi juga kematian yang kekal.
Kiranya
apa yang terjadi akhir-akhir ini di tengah kita, menyadarkan kita pada arti
pentingnya hubungan kita dengan Tuhan kita. Sudahkah kita mengenal Dia
sebagaimana yang diberitakan oleh Alkitab? Ataukah selama ini kita mengikuti
Yesus yang palsu. Kiranya Tuhan menolong dan berbelas kasihan kepada kita.
Amin.