Eksposisi singkat Markus 14:36
Oleh: Izar Tirta
Kata-Nya: "Ya Abba,
ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku,
tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau
kehendaki." (Markus 14:36)
Banyak orang berpendapat
bahwa semua agama itu sama saja, dan bahwa Yesus pada dasarnya sama mulianya
dengan para pendiri agama lain. Terdengar indah pendapat seperti itu, bukan?
Tetapi menurut Alkitab, pendapat semacam itu adalah tanda atau ciri dari mereka
yang akan binasa.
[Baca juga: Arti penting kebangkitan Yesus Kristus. Klik disini]
Sebab tidak mungkin ada
satu manusiapun di dunia ini yang dapat menyamai Yesus Kristus. Ia adalah suatu
teladan sempurna dari seorang Manusia sejati. Bahkan di dalam saat-saat
penderitaan-Nya pun, Yesus Kristus tetap mementingkan kehendak Bapa, ketimbang
memikirkan kehendak-Nya sendiri.
Tidak ada yang mustahil
bagi-Mu
Tidak ada yang mustahil bagi Allah untuk
mengambil cawan penderitaan itu dari Yesus, tetapi Allah memilih untuk tidak
mengambil cawan itu. Sebab dari semula Bapa memang telah berencana untuk
menyelamatkan manusia melalui pengorbanan Anak-Nya yang tunggal itu. Hal ini
perlu kita pahami agar kita sadar bahwa meskipun Allah punya kebebasan untuk
tidak menolong kita, tetapi Ia tetap secara bebas memilih untuk menyelamatkan
kita melalui Yesus.
Ambillah cawan ini dari pada-Ku
Yesus berharap Bapa mengambil cawan yang harus
Ia minum, cawan apakah itu? Cawan yang Yesus maksudkan adalah cawan murka Allah
yang disediakan bagi orang-orang berdosa.
Pada saat ini, orang-orang berdosa di dunia masih
tidak menyadari kengerian apa yang sedang menanti mereka di balik kematian.
Mereka berpikir bahwa segalanya akan berjalan baik-baik saja. Mereka pikir
asalkan mereka tekun menjalankan ritual agama maka segalanya akan beres. Mereka
berpikir bahwa diri mereka sudah cukup baik. Mereka pikir semua orang akan
diselamatkan dan masuk sorga juga pada akhirnya. Menurut Alkitab hal itu sangat
keliru.
Mereka tidak sadar bahwa ada murka Allah yang
menyala-nyala sedang menantikan mereka. Dan cawan murka Allah itulah yang kini
sedang disiapkan untuk diminum oleh Yesus Kristus. Ia yang tidak berdosa, harus
menanggung murka Allah yang menakutkan karena Allah berencana untuk
menyelamatkan para pendosa itu, jika mereka percaya dan taat pada Firman-Nya.
Jangan kehendak-Ku
Pada titik ini kita mungkin heran, mengapa
Yesus berkata seperti itu? Bukankah dengan demikian ada kesan bahwa kehendak
Yesus berlainan dengan kehendak Bapa-Nya?
Tidak ada yang mudah bagi Tuhan kita ketika Ia
harus menjadi Manusia demi menggantikan kita, orang-orang berdosa yang jahat
ini. Ketika dicobai iblis, Yesus tidak merintih atau pun mengeluh. Ketika disalahpahami,
Ia tidak marah. Ketika dibenci Ia tidak balas membenci. Ketika ditinggalkan dan
dikhianati, Ia tidak mengumpat. Betapa tabah hati-Nya, bukan? Tetapi siapakah
yang sadar bahwa di balik semua itu, Yesus tetap adalah seorang Manusia yang
memiliki hati dan perasaan seperti kita semua?
Di taman Getsemani, Tuhan Yesus membukakan
kepada kita sedikit realita dari rintihan hati-Nya yang menderita. Yesus merasa
takut menyadari apa yang akan Ia hadapi, sebab Ia bukanlah suatu Pribadi tak
berperasaan yang bisa diperlakukan apa saja tanpa hati-Nya terpengaruh sama
sekali.
[Baca juga: Resep hidup berkelimpahan. Klik disini]
Melihat orang lain menangis, Yesus bisa
menangis. Melihat orang lain bersuka cita, Yesus bisa ikut bersuka. Melihat
yang malang, Ia berbelas kasihan. Dan melihat hukuman mati yang siap menanti,
Yesus bisa merasakan pula suatu kegentaran di dalam hati-Nya. Yesus adalah Allah,
tetapi Ia juga adalah Manusia sepenuhnya, biarlah kita tidak melupakan hal itu.
Dalam natur Ilahi-Nya, Yesus tidak mungkin
berbeda kehendak dengan Sang Bapa. Tetapi di dalam natur Manusiawi-Nya, Yesus
Kristus memiliki kemungkinan untuk berbeda keinginan dengan Sang Bapa. Ketakutan yang mendalam itu telah mendorong Yesus untuk menaikkan permohonan
kepada Sang Bapa agar diluputkan dari kengerian salib.
Tentang Yesus Kristus yang memiliki dua
kehendak, Charles Hodge pernah mengatakan: ”The prossession of a human nature
involves of necessity the possession of a human will, ...” (Charles Hodges, Systematic Theology, 405)
Senada dengan Hodge, Wayne Grudem juga
berkata: “It seems necessary to say that Jesus had two distinct wills, a human
will and a divine will, …” (Wayne Grudem, Systematic Thelogy, 560)
Apakah Tuhan Yesus telah jatuh ke dalam dosa
karena memiliki keinginan yang berbeda dengan Sang Bapa, walau hanya seketika
sajapun? Tidak. Sebab jika hal itu merupakan dosa, maka Yesus tidak layak
menjadi Penebus yang sempurna bagi kita.
John Calvin melukiskan ketakutan dan
kebimbangan Yesus dengan cara demikian: so far as the pure and innocent nature of man could admit, he (Yesus) was
struck with fear and seized with anguish, so that, amidst the violent shocks of
temptation, he vacillated (bimbang) --as it were--from one wish to another.
Bahkan John Calvin juga mengajukan pertanyaan
retoris yang mirip sekali seperti pertanyaan kita: How was his will pure from all vice, while it did not agree
with the will of God?
Dan untuk itu Calvin
memberi jawaban: Though it be true rectitude to regulate all our feelings by
the good pleasure of God, yet there is a certain kind of indirect disagreement
with it which is not faulty, and is not reckoned as sin; if, for example, a
person desire to see the Church in a calm and flourishing condition, if he wish
that the children of God were delivered from afflictions, that all
superstitions were removed out of the world, and that the rage of wicked men
were so restrained as to do no injury. These things, being in themselves right,
may properly be desired by believers, though it may please God to order a
different state of matters: for he chooses that his Son should reign among
enemies; that his people should be trained under the cross; and that the triumph
of faith and of the Gospel should be rendered more illustrious by the opposing
machinations of Satan. We see how those prayers are holy, which appear to be
contrary to the will of God; for God does not desire us to be always exact in
inquiring what he has appointed, but allows us to ask what is desirable
according to the capacity of our senses. (John Calvin, Commentary on Matthew
26:39)
Tetapi kehendak-Mu yang jadi
Yang menjadi persoalan bukan apakah Yesus
sempat memiliki kehendak yang berbeda dengan Bapa-Nya atau tidak. Yang menjadi
persoalan adalah bahwa pada akhirnya Yesus menyerahkan segala sesuatu terjadi
menurut kehendak Sang Bapa. Inilah bentuk dari ketaatan yang sejati.
Ketaatan sejati bukan tanpa pergumulan.
Ketaatan sejati tidak sama seperti robot yang diprogram untuk melakukan
sesuatu. Di dalam ketaatan ada pergumulan. Di dalam ketaatan ada pilihan, yaitu
pilihan untuk taat atau untuk tidak taat.
Melalui apa yang Yesus katakan kita belajar
suatu teladan yang sangat indah. Yaitu bahwa Tuhan Yesus pun bukan Manusia yang
tidak pernah bergumul. Ketika dicobai Ia tersiksa, tetapi tetap taat melawan
semua godaan. Ketika ketakutan Ia juga tersiksa, tetapi tetap taat melawan
semua keinginan Manusiawi-Nya sendiri.
Benarlah yang dikatakan oleh penulis Ibrani: Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang
telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok
keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya, (Ibrani 5:8,9)
Kiranya kita dapat semakin menghargai
pengorbanan Yesus di atas kayu salib. Ia lakukan itu demi menyelamatkan kita, bukan
tanpa kesulitan, bukan tanpa pergumulan dan bukan tanpa ketakutan. Celakalah
kita jika sampai detik ini kita masih saja berkata: ada banyak jalan menuju ke
sorga. Kiranya Tuhan berbelas kasihan kepada kita. Amin.
Untuk comment dan permohonan doa silahkan WA ke: 087712051970
Beberapa pertanyaan reflektif:
Apakah maksud perkataan Yesus: "Tidak ada yang mustahil bagi-Mu?"
Apakah bagi Tuhan memang tidak ada yang mustahil?
Sebuah sebuah contoh dari hal yang mustahil Tuhan lakukan.
Apakah maksud perkataan Yesus: "Ambillah cawan ini dari pada-Ku?"
Apa yang dimaksud dengan cawan di Taman Getsemani?
Mengapa Yesus meminta Bapa mengambil cawan itu berlalu?
Apakah Tuhan Yesus berputus asa ketika meminta cawan murka Allah berlalu?
Apakah maksud perkataan Yesus: "Jangan kehendak-Ku?"
Apakah Tuhan Yesus memiliki kehendak yang berbeda dengan Bapa?
Apakah Tuhan Yesus menentang Bapa ketika berkata "Jangan kehendak-Ku?"
Apakah Tuhan Yesus telah berdosa karena memiliki kehendak yang berlainan dengan Bapa?
Apakah yang menjadi kehendak Tuhan Yesus di Taman Getsemani?
Apa maksud perkataan Yesus: "Tetapi kehendak-Mu yang jadi?'
Apa yang dimaksud dengan ketaatan? Apa ciri-cirinya?
Apa yang dimaksud dengan iman yang sejati? Klik disini
Sebagai orang Kristen, bolehkah kita merasa ragu-ragu dengan iman kita?
Sebagai orang Kristen, bolehkah kita merasa bimbang dengan iman kita?
Apakah Tuhan Yesus perlu belajar untuk menjadi taat?
Apakah Tuhan Yesus perlu proses untuk mencapai kesempurnaan?