Alkitab
sebagai Catatan Sejarah Penyelamatan Yang Akurat
Serie tulisan: Bukti Alkitab adalah Firman
Tuhan
Ketika
Ia dekat Yerusalem, di tempat jalan menurun dari Bukit Zaitun, mulailah semua
murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring oleh
karena segala mujizat yang telah mereka lihat. Kata mereka: "Diberkatilah
Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di sorga dan
kemuliaan di tempat yang mahatinggi!" Beberapa orang Farisi yang turut
dengan orang banyak itu berkata kepada Yesus: "Guru, tegorlah
murid-murid-Mu itu." Jawab-Nya: "Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini
diam, maka batu ini akan berteriak." (Lukas 19:37-40)
Buku "Arkeologi Dan Sejarah Alkitab"
Sekilas, ucapan terakhir Tuhan Yesus dalam dialog di atas hanya terdengar seperti
suatu sindiran pada mereka yang tidak percaya. Namun nyatanya dengan kemajuan
ilmu pengetahuan yang dicapai manusia, kita tahu bahwa batu-batu pun dapat
menyampaikan sebuah kisah. Kisah yang sulit dibantah. Kisah yang menggedor
intelektual dan mengusik nurani setiap insan yang ragu. Saat ini telah
terbukti, bukan hanya manusia yang dapat bercerita, batu-batuan pun dapat meneriakkan
kemuliaan nama Tuhan. [Baca juga: Proses penulisan Alkitab yang sangat ajaib. Klik disini.]
Arkeologi: pengertian dan peranannya bagi Alkitab
Arkeologi, dalam pengertian sederhana,
merupakan suatu studi sistematis terhadap hal-hal yang ditinggalkan oleh
kebudayaan masa lampau. Studi ini mulai menarik perhatian para ilmuwan pada
sekitar abad 17, namun tujuan utamanya ketika itu adalah untuk mencari harta
karun. Baru pada abad 19, ilmu ini mulai berkembang untuk tujuan mempelajari
kebudayaan kuno.
Bagi Alkitab, peran atau fungsi arkeologi
adalah untuk memeriksa kebenaran dari peristiwa, orang-orang dan tempat-tempat yang
dituliskan dalam Alkitab. Atau dengan kata lain, arkeologi adalah suatu alat bantu
yang berguna untuk membuktikan bahwa Alkitab berisi catatan sejarah yang akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Namun ironisnya, ilmu ini mula-mula justru dipakai
oleh mereka yang tidak percaya kepada Yesus. Mereka melakukan berbagai
penggalian Arkeologi justru untuk membuktikan bahwa Alkitab penuh dengan mitos,
takhayul dan bahkan kebohongan. Akan tetapi, semakin banyak para ilmuwan ateis
itu menggali situs-situs sejarah masa lampau, semakin banyak pula temuan-temuan
yang membenarkan segala sesuatu yang tertulis di dalam Alkitab. Hingga
akhirnya, para ilmuwan itu justru memakai Alkitab sebagai panduan untuk
menemukan peninggalan-peninggalan sejarah yang belum mereka ketahui.
Hasil dari penggalian lebih lanjut tersebut
bahkan lebih mengejutkan lagi, kebudayaan-kebudayaan kuno yang semula diperkirakan
tidak mungkin ada, melalui arkeologi dengan Alkitab sebagai panduan, justru
ditemukan. Kota-kota yang selama ini hanya dianggap dongeng oleh para
intelektual, ternyata sungguh-sungguh ada, persis seperti yang dikatakan
Alkitab. Dalam kurun waktu kurang lebih 100 tahun terakhir ini, melalui
arkeologi telah terjadi suatu “ledakan penemuan” yang tak terbantahkan bahwa
apa yang ditulis dalam Alkitab benar adanya.
Josh Mc.Dowell, seorang penulis dan apologet Kristen pernah mengatakan:
"Biblical archaeology is defined as the investigation of ancient material cultures with a view to illuminating the cultural milleus of biiblical narratives" (Josh McDowell, Evidence That Demands a Verdict)
Arkeologi tanpa sejarah adalah sesuatu yang
tidak berarti. Arkeologi hanya dapat memberitahukan adanya serangkaian
perkembangan kebudayaan, tetapi tidak dapat memberikan suatu kronologi atau
urutan waktu yang persis. Sejarah memberitahukan kepada kita kronologi,
peristiwa-peristiwa, orang-orang, tempat-tempat di masa lalu. Walaupun
arkeologi dapat membuktikan sejarah Alkitab, namun adalah di luar bidang
arkeologi untuk membuktikan bahwa Alkitab adalah Firman Allah.
Dengan kata lain, arkeologi hanyalah alat
bantu yang terbatas, dibutuhkan bukti-bukti lain yang
saling melengkapi untuk sampai pada kesimpulan bahwa Alkitab adalah Firman Allah.
Meskipun demikian, sumbangsih yang diberikan oleh arkeologi bagi diterimanya
Alkitab sebagai tulisan yang berotoritas di antara manusia yang tidak percaya,
tidaklah sedikit. Berikut ini kita akan melihat sedikit contoh dari temuan
arkeologi.
Dalam Kejadian 4 disebutkan bahwa salah
satu keturunan
Kain adalah Yubal yang disebut sebagai “bapa semua orang yang
memainkan kecapi dan suling.” Penggalian arkeologi di daerah Ur, tempat
lahirnya Abraham dan juga tempat yang diduga merupakan lokasi Taman Eden, menemukan
bukti paling awal dari alat musik senar dan tiup. Ini mengubah pandangan dunia
sebelumnya tentang sejarah musik tertua.
Kisah Nuh dengan air bah, barangkali lebih sering dipandang sebagai
dongeng sebelum tidur oleh manusia yang merasa dirinya pintar, akan tetapi
arkeologi telah menemukan lebih dari 200 laporan dari berbagai budaya di dunia
tentang banjir besar yang memusnahkan manusia dan binatang. Misalnya catatan
raja Asurbanipal, dari Asyur. Lalu pada tahun 1854 di daerah yang diperkirakan
lokasi Niniwe, ditemukan pula catatan yang sangat mirip dengan laporan Alkitab
tentang banjir itu. Begitu miripnya sampai detil-detil seperti nama Nuh, jumlah
orang dalam bahtera dan pelepasan seekor burung untuk melihat apakah air sudah
surut, disebutkan pula dalam catatan tersebut.
Menara Babel yang disebutkan dalam Kejadian 11 juga ditemukan di
daerah yang sangat diyakini sebagai wilayah Babel. Dalam wilayah itu ditemukan
tempat penyembahan yang menjulang tinggi dan dibangun dengan batu bata, persis
seperti yang dikatakan Alkitab. Sebuah tulisan dalam tablet tanah liat yang
ditemukan di sana menyebutkan tentang sebuah tempat penyembahan yang
“menggusarkan hati dewa” sehingga kuil itu dimusnahkan dalam semalam, dan
orang-orang di sana tercerai-berai sambil mengucapkan “suara-suara aneh” yang
tidak dapat saling mereka pahami.
Kota Sodom dan Gomora yang dihancurkan Tuhan, pernah dianggap
sebagai mitos belaka. Namun penggalian yang dilakukan di Tell Mardikh,
menemukan catatan-catatan yang menyebutkan dua nama kota itu. Sodom dan Gomora ternyata
memang pernah ada, dan telah benar-benar hancur karena dihukum oleh Tuhan.
Masih sangat banyak temuan-temuan arkeologis yang
meneguhkan catatan-catatan dalam Alkitab, dan tentu kita tidak dapat
membahasnya satu persatu dalam tulisan yang singkat ini. Namun yang penting
untuk kita perhatikan adalah bahwa semuanya itu dapat dipakai Tuhan untuk
memperingatkan generasi yang bengkok
di zaman kita ini bahwa benda-benda mati seperti bebatuan peninggalan masa
lampau pun dapat menceritakan kemuliaan Tuhan yang ajaib. Dari hal ini kita juga
dapat belajar bahwa sikap sombong dalam melayani Tuhan sangatlah tidak pantas.
Sebab jika Tuhan mau, Ia dapat saja memakai benda-benda mati untuk bersaksi
bagi Dia, seperti yang dapat dibaca pada kisah kesaksian berikut ini.
Kesaksian dua orang William
Ada dua orang William, sama-sama berprofesi
sebagai arkeolog dan sama-sama tidak percaya pada Alkitab.
Yang pertama William Albright, ia berusaha
membuktikan bahwa kisah sejarah yang terdapat dalam Perjanjian Lama bukanlah
suatu kisah nyata. Ia bermaksud menggunakan arkeologi untuk membuktikan bahwa
Alkitab hanyalah omong kosong belaka. Akan tetapi, selama studi lapangan yang
ia mulai sejak tahun 1930 (hingga tahun kematiannya pada 1971) Albright
menemukan fakta-fakta yang justru mendukung Alkitab. Albright tidak dapat
menghindar lagi, ia akhirnya menjadi orang percaya.
Jika Albright meragukan PL, maka pada akhir
abad 19 William
Ramsay melakukan studi arkeologi yang mendalam di Asia Kecil dan Timur
Tengah untuk melecehkan tulisan Lukas
di PB yang tidak dipercayainya. Namun apa
mau dikata, semua temuan dari studinya itu justru menegaskan bahwa apa yang
dikatakan Lukas benar adanya. Dunia akademik tempat ia biasa bersosialisasi
ikut terguncang ketika Ramsay mengumumkan bahwa Lukas adalah salah satu
sejarahwan terbesar yang pernah ada. Tak pelak lagi, Ramsay pun akhirnya
menjadi percaya.
Sejarah: makna pentingnya bagi iman Kristen
Sebagai orang Kristen pusat perhatian kita
adalah Alkitab, yaitu Firman Tuhan yang juga berisi catatan sejarah dengan tingkat
keakuratan yang sangat tinggi. Kita tidak dapat sampai pada kesimpulan bahwa
Alkitab adalah Firman Allah semata-mata dari penyelidikan arkeologi, diperlukan
petunjuk-petunjuk dari sisi yang lain. Arkeologi bahkan tidak berarti sama
sekali tanpa adanya catatan dan penjelasan dari Alkitab.
Arkeologi juga tidak mungkin mampu menolong
umat manusia untuk masuk ke dalam pengenalan akan Pribadi Allah yang sejati.
Namun arkeologi dapat menjadi salah satu sarana penunjuk bagi manusia bahwa Alkitab
benar dan bahwa Alkitab adalah catatan sejarah yang dapat
diandalkan karena sifatnya yang akurat.
Semoga pengertian ini memperkaya cara pandang
kita terhadap Alkitab. Alkitab kita bukanlah buku kuno yang berisi dongeng,
melainkan suatu catatan sejarah yang akurat. Oleh karena itu, janganlah kita
anggap sepi cerita-cerita di dalam Alkitab. Walaupun beberapa di antaranya
terdengar bagaikan “dongeng hebat”
yang penuh dengan peristiwa fantastis, yakinilah bahwa semuanya itu
sungguh-sungguh pernah terjadi di dalam sejarah umat manusia.
Allah kita adalah Allah yang berbicara dan
berkarya melalui sejarah. Oleh karena itu sungguh bijaksana jika orang Kristen
memperhatikan sejarah penyelamatan yang dilakukan oleh Allah.
Akan tetapi pada zaman sekarang,
kekristenan mulai cenderung lebih suka pada hal-hal supranatural dan
mencari-cari suara Allah di masa kini pada orang-orang tertentu, terkagum-kagum
pada mukjizat-mukjizat serta mulai meninggalkan penyelidikan terhadap sejarah
penyelamatan Allah di dalam Alkitab. Sikap semacam ini amat berbahaya, sebab
bukan berarti bahwa Allah tidak mungkin lagi berbicara pada kita di masa kini.
Bukan pula berarti bahwa mukjizat sudah tidak mungkin lagi terjadi di masa
sekarang. Akan tetapi karena karya Allah yang sejati hanya dapat dipahami dengan benar
melalui sejarah penyelamatan yang dituliskan dalam Alkitab, maka
jika kita tinggalkan kebiasaan menggali Alkitab niscaya kita akan keliru dalam
mengenal Dia.
Kita perlu memahami kenyataan bahwa
mukjizat-mukjizat dan hal-hal supranatural tidak selalu datang dari Allah,
iblis pun dapat melakukannya.[1]
Keselamatan dari bencana dan marabahaya juga tidak selalu merupakan karya
Tuhan, iblispun dapat melakukannya. Jika fokus kita hanya pada hal-hal demikian,
maka jangan kaget jika banyak jiwa-jiwa kristen saat ini telah dibelenggu oleh
si iblis. Iblis senang dengan orang Kristen kultural yaitu mereka yang dari
luar nampak giat melibatkan diri dalam budaya-budaya khas Kristen namun yang tidak
mau peduli atau tidak mau ambil pusing pada ajaran Firman.
Bukan tanpa alasan yang jelas jika Allah
memilih untuk berkarya di dalam sejarah. Sebab dengan cara ini, maka tuduhan
bahwa iman kristen bersifat subjektif dapat diantisipasi. Sejarah adalah
sesuatu yang objektif, dapat dibuktikan misalnya melalui arkeologi atau
berdasarkan saksi-saksi mata ataupun catatan-catatan yang telah dibuat oleh
orang-orang yang terlibat.
Oleh karena itu, mengatakan percaya kepada
Yesus (seharusnya) kini bukan lagi masalah pendapat pribadi karena hal tersebut
sudah ditorehkan dalam sejarah. Untuk lebih jelasnya saya beri contoh: Karena sejarah
mencatat bahwa Bung Karno adalah Presiden RI pertama, maka tidak mungkin ada
yang dapat berkata. “Yah itukan menurut kamu, kalau menurut apa yang kupercaya
sih bukan dia presiden RI pertama.”
Perkataan semacam itu menjadi aneh bukan? Sebab,
menerima fakta sejarah tentang Bung Karno sebagai Presiden pertama RI bukanlah masalah
pilihan pribadi yang bersifat subjektif. Suka atau tidak suka, percaya atau
tidak percaya, kejadiannya sudah seperti itu dan banyak yang menyaksikan hal
tersebut.
Dalam pengertian yang sama, karena
peristiwa-peristiwa dalam Alkitab adalah peristiwa sejarah, maka tentu tidak
dapat dibenarkan jika kini ada orang yang merasa bahwa percaya pada Yesus dan
percaya pada Alkitab semata-mata adalah masalah pilihan pribadi.
Apakah merupakan masalah pilihan pribadi
untuk percaya bahwa Matahari terbit di Timur? Apakah merupakan masalah pilihan
pribadi untuk percaya bahwa Jerman pernah menyerang Polandia? Apakah merupakan
pilihan subjektif untuk percaya bahwa Korea terbagi menjadi dua? Atau bahwa
tembok Jerman telah runtuh?
Untuk sesuatu yang telah nyata dibuktikan oleh
sejarah, sebenarnya tidak ada tempat bagi logika kita untuk menganggapnya sebagai
sekedar pilihan pribadi, bukan?
Janganlah kita tertipu oleh semangat zaman
ini yang suka melupakan masa lalu. Zaman ini telah terlalu arogan di dalam
kebodohannya. Sebagai orang Kristen kita justru harus mempelajari masa lalu,
karena melalui sejarah-lah Allah kita telah berbicara.
Tugas kitalah kini untuk mempelajari
kata-kata Allah di masa lalu dan menjadikannya bekal pelajaran bagi sikap hidup
kita di masa sekarang. Inilah cara yang dipilih Allah untuk mengajar kita dan
kita patut menghormati pilihan-Nya. Mari kita wartakan pula pengertian semacam ini
pada orang-orang yang mau membuka hatinya untuk Tuhan, sehingga kewibawaan
Alkitab dan kecintaan serta kerinduan untuk menggali sumber kehidupan
daripadanya boleh kembali dijunjung tinggi di antara orang-orang percaya.
Tuhan memberkati. (Oleh: izar tirta).
[1] Baca dan
renungkan Kel
7:11; Matius 24:24; Kis 8:9-11;
2 Tes 2:9-12.