Eksposisi singkat Kejadian 4:25
Mengapa Habel yang kemudian mati dibunuh oleh Kain itu perlu digantikan oleh Set? Apakah hal tersebut merupakan suatu kebetulan saja? Ataukah ada makna rohani yang dapat kita renungkan dari keputusan Allah untuk menghadirkan Set sebagai pengganti dari Habel?
Dalam
tulisan terdahulu kita telah banyak membicarakan kehidupan Kain dan Habel
dengan segala lika-likunya. Termasuk segala ironi yang menyelimuti kehidupan
mereka berdua.
Kain yang
begitu diagungkan oleh orang tuanya, justru bertumbuh dewasa sebagai pria yang
kejam dan tidak menghargai Tuhan. Sementara Habel yang kurang diharapkan
kehadirannya ke dalam dunia ini, justru mendapat perkenanan di hati Allah.
Ironi
berikutnya adalah, Kain yang jahat justru bertahan hidup dan mendapat banyak
hal dalam dunia ini. Sedangkan Habel yang dikasihi Allah malah seakan-akan mati
dengan sia-sia.
Dan
terakhir, kita mungkin merasa heran pada realita jalan hidup Habel yang
ternyata lebih mirip sebuah jalan kesia-siaan, sementara jalan hidup Kain-lah
yang justru lebih terlihat bagaikan sebuah jalan kemuliaan.
Mengapa
segalanya jadi terbolak-balik
seperti ini?
Apakah
Alkitab telah keliru ditulis? Saya yakin persoalannya bukan terletak pada
Alkitab yang seolah telah keliru di tulis. Tetapi persoalannya ada pada kita,
yaitu pada cara kita melihat dan menilai hidup ini, yang rupa-rupanya amat
berbeda dengan cara Tuhan melihat.
Jika pada
tulisan terdahulu saya mengakhiri penuturan dengan kisah kesuksesan Kain
beserta kaum keturunannya, maka pada tulisan kali ini, saya akan menyambung
kisah tersebut dengan mengangkat kisah Habel, terutama setelah ia mati
terbunuh. Benarkah pelita kebaikan Habel sudah redup sama sekali, digantikan
oleh sinar kemuliaan duniawi ala Kain?
Jika
demikian, bukankah hal itu seolah-olah berarti karya keselamatan Allah bagi manusia
sudah gagal bahkan sebelum dimulai? Apakah Allah kita adalah Allah yang
rencana-Nya gagal serta dikalahkan oleh kemuliaan manusia yang bersifat fana?
Kalau kita
membaca novel atau menonton film drama, mungkin ending dari kisahnya memang adalah kemuliaan dan kesuksesan
manusia. Tetapi ini adalah Alkitab. Ini adalah kisah Tuhan dan bukan terutama
kisah tentang manusia. Melalui Alkitab kita berharap untuk melihat kemuliaan
Tuhan dan bukan kemuliaan manusia. Dan kita bersyukur bahwa kisah permusuhan
antara keturunan ular dan keturunan wanita itu, tidak berakhir pada kisah Kain
dan Habel, tetapi masih terus berlanjut.
Adam bersetubuh pula dengan isterinya, lalu perempuan itu melahirkan
seorang anak laki-laki dan menamainya Set, sebab katanya: "Allah telah
mengaruniakan kepadaku anak yang lain sebagai ganti Habel; sebab Kain telah
membunuhnya." (Kej 4:25)
Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Set merupakan karunia bagi Adam dan Hawa dari Allah, sebab Set adalah pengganti dari Habel yang telah dibunuh oleh Kain. Sungguh luar biasa bukan? Betapa baiknya Allah bahkan terhadap manusia yang telah berdosa.
Jika kita bertanya-tanya, mengapa Habel perlu digantikan oleh Set, maka barangkali jawabannya adalah agar kita sadar bahwa kisah
Habel belum berakhir. Ia sama sekali tidak dilupakan, baik oleh manusia, apalagi
terutama oleh Tuhan. Keluarga Adam dan Hawa kembali dikaruniai seorang anak yang secara spesifik disebutkan bahwa anak itu adalah pengganti Habel. Di dalam Tuhan yang berdaulat, kekacauan seperti pembunuhan pun dapat diubah menjadi sebuah pengharapan.
Apa lagi yang dapat kita renugnkan dari pertanyaan, mengapa Habel perlu digantikan oleh Set?
Tuhan
menggantikan kehadiran Habel karena sebetulnya ia adalah wakil dari keturunan perempuan,
yaitu orang-orang yang mendapat anugerah untuk mengenal Tuhan. Semula Hawa
menyangka bahwa Kain-lah yang merupakan keturunan yang akan meremukkan kepala
si ular. Namun sang waktu telah membuktikan bahwa anggapan Hawa itu ternyata
keliru. Kain tidak lain dan tidak bukan justru adalah keturunan si ular itu sendiri,
yang memiliki jiwa menentang dan menantang Tuhan.
Dengan
matinya Habel, bukan berarti bahwa harapan manusia akan datangnya keselamatan
yang dari Tuhan akan pupus sama sekali, sebab Tuhan telah menghadirkan keturunan
yang lain sebagai pengganti dirinya.
Kita
bersyukur, bahwa Adam dan Hawa tidak secara langsung menerima kutukan dari
Tuhan pada saat mereka jatuh ke dalam dosa. Adam dan Hawa memang dihukum oleh
Tuhan, bahkan mengalami kematian ketika diusir dari hadirat Alah, namun mereka
tidak dikutuk secara langsung seperti Kain. Hal ini memberi peluang pada Adam
dan Hawa untuk masih bisa melahirkan keturunan yang tidak dikutuk oleh Tuhan.
Lahirnya
Set membawa sukacita besar bagi keluarga Adam dan Hawa. Dengan sukacita
pengharapan, Hawa menamai anak itu sambil mengkaitkannya secara langsung dengan
Habel. Melalui Set, kita melihat bahwa sukacita Hawa telah dipulihkan kembali. Cara
Hawa meresponi kelahiran Set mengingatkan kita pada kegembiraan wanita itu
waktu pertama kali mendapatkan Kain.
Kita
bersyukur bahwa walaupun Allah menghukum orang berdosa, namun cinta kasih-Nya yang
besar itu masih memberi peluang bagi manusia untuk menikmati anugerah-Nya. Kita
turut bergembira melihat Hawa yang seperti kembali mampu untuk tersenyum. Hawa
pernah dua kali keliru menilai. Ia terlalu gembira atas Kain dan ia terlalu
putus asa atas Habel. Dua-duanya sama kelirunya. Tapi kini, pada akhirnya,
melalui kebaikan hati Tuhan, Hawa boleh kembali memiliki harapan.. and this time … for a good reason.
Hawa bukan
saja kembali mengkaitkan kelahiran seorang anak dengan Tuhan, tetapi Hawa juga
telah berhasil memandang Habel dari sudut pandang yang tepat. Anak yang sia-sia
itu, ternyata dipandang benar oleh Tuhan. Anak yang sia-sia itu, ternyata
merupakan bukti bahwa bagaimana pun juga Tuhan masih mengasihi umat manusia.
Anak yang kurang diharapkan itu, ternyata justru menjadi cikal bakal dari
pengharapan akan anugerah Tuhan. Melalui Set, anak pengganti Habel itu, sinar
pengharapan kembali terbit di hati Hawa.
UNTUK
DIRENUNGKAN
Kita dapat
dengan mudahnya keliru dalam menilai kehidupan. Apa yang kita pikir penting,
ternyata tidak dianggap penting oleh Tuhan. Apa yang kita anggap tidak
berharga, ternyata memiliki nilai kekekalan di dalamnya. Kita butuh Firman
Tuhan sebagai pedoman dalam menilai kehidupan di sekitar kita.
Keadaan yang tanpa harapan sekalipun tidak dapat
menghalangi kebaikan Tuhan dalam memberi anugerah-Nya kepada manusia.
Sebaliknya, keberhasilan dan kesuksesan hidup yang begitu kita dambakan, belum
tentu merupakan representasi dari berkat yang sejati dari Tuhan kita. (Oleh: Izar Tirta)
Baca Artikel Kristen Lainnya:
Mengapa dunia kita penuh dengan bencana? Klik disini
Apakah kiamat sudah dekat? Klik disini
Apakah kiamat sudah dekat? Klik disini