Pada suatu peristiwa ada seorang
pemberita Injil yang melayani di Korea . Dalam khotbahnya ia berkata:
“Percayalah pada Yesus Kristus, maka engkau akan diselamatkan!”
Tapi salah seorang yang hadir di
antara jemaat merespon kalimat itu dengan marah, ia berkata: “Kenapa saya harus
percaya pada Yesus?”
Pemberita Injil itu menjawab:
“Karena Alkitab Firman Tuhan berkata seperti itu.”
Si pemarah merasa belum puas, ia
bertanya lagi: “Lantas darimana saya tahu bahwa Alkitab memang Firman Tuhan?!!”
Pemberita Injil ini adalah
seorang yang setia dan jujur hatinya, namun ia tidak siap menghadapi pertanyaan
seperti ini. Pikirannya bekerja keras mencari jawaban sementara hatinya berdoa.
Akhirnya setelah beberapa saat hening, ia menjawab: “Baca sendiri! Engkau akan
tahu bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan!” [Baca juga: Apa saja bentuk-bentuk Firman Tuhan itu? Klik disini.]
***
Sekilas jawaban ini terasa agak
terlalu dipaksakan karena yang memberi jawab seolah putus asa hingga tidak
mampu memberi jawaban yang tepat. Akan tetapi, jawaban ini ada benarnya juga.
Bukti-bukti ke-Ilahi-an Alkitab memang di antaranya terdapat di dalam Alkitab
itu sendiri, atau kita sebut saja sebagai bukti internal. Dan selain itu ada
pula bukti-bukti, atau lebih tepatnya fakta-fakta, yang mendukung kebenaran
Alkitab yang dapat kita peroleh dari luar Alkitab, yang kita sebut saja sebagai
bukti eksternal.
Jadi, kalau kita coba
definisikan, bukti internal dari ke-Ilahi-an Alkitab adalah bukti-bukti atau
fakta-fakta yang dapat kita temukan di dalam teks Alkitab itu sendiri.
Sedangkan bukti-bukti eksternal adalah bukti-bukti yang ditemukan setelah
adanya penelitian lebih lanjut, yaitu berupa pengamatan, analisa perkembangan
sejarah maupun merupakan hasil temuan arkeologis. Untuk lebih jelasnya, mari
kita kupas satu persatu bukti-bukti tersebut, dan saya akan mengajak anda untuk
memulainya dari bukti eksternal terlebih dahulu. [Baca juga: Arkeologi meneguhkan Alkitab sebagai Firman Tuhan. Klik disini.]
Bukti eksternal:
Proses penulisan yang ajaib
Walaupun kitab pertama dalam susunan
Alkitab kita adalah Kejadian[1]
yang ditulis oleh Musa, namun Musa mungkin bukanlah penulis Alkitab yang paling
tua. Sebagian ahli berpendapat bahwa tulisan paling tua dari Alkitab mungkin
sekali adalah kitab Ayub yang ditulis pada sekitar tahun 2000 SM. Karena kitab
Kejadian ditulis oleh Musa maka pastilah usia dari kitab Kejadian lebih muda
dari tulisan Ayub, sebab Musa sendiri baru lahir pada tahun 1526 SM, yaitu
sekitar 500 tahun setelah Ayub.
Ayub yang tinggal di tanah Uz,[2]
diperkirakan hidup pada zaman yang tidak berjauhan dengan Abraham (Abraham lahir
kira-kira tahun 2166 SM). Ralp O.Muncaster, seorang profesor dari Vanguard University of Southern California,
menjelaskan hubungan antara Ayub dan Abraham seperti ini:
Bagian-bagian pertama Alkitab mungkin dicatat sejak
Abraham. Peristiwa-peristiwa Ayub diyakini terjadi sekitar masa Abraham di
Mesopotamia – daerah di mana tulisan sudah berkembang dengan baik. Kampung
halaman Abraham di Ur merupakan pusat pendidikan. Di Ur telah ditemukan
tablet-tablet tanah liat yang mencatat berbagai kontrak, mengajarkan
metode-metode dan matematika. Abraham, yang berasal dari keluarga kaya, mungkin
memiliki pendidikan yang tinggi. Mungkin manuskrip-manuskrip Ayub (atau
catatan-catatan lainnya) diteruskan dari Abraham ke Musa secara turun-temurun –
walaupun sampai kini belum ditemukan bukti yang mendukung. Kulit binatang
digunakan untuk mencatat dokumen-dokumen tertulis sejak tahun 3000 SM, sehingga
ada kemungkinan bahwa Abraham memiliki dokumen-dokumen tertulis yang mudah
dibawa-bawa semacam itu.[3]
Jika tulisan paling tua
diperkirakan adalah tulisan Ayub,[4]
maka tulisan paling muda, artinya yang paling dekat dengan tahun kita sekarang,
adalah tulisan rasul Yohanes. Diperkirakan pada tahun 95 M rasul Yohanes yang
sudah tua sedang ada di tempat pembuangan di pulau Patmos
yang gersang. Di sanalah rasul yang menyebut dirinya sebagai murid yang
dikasihi Yesus ini menerima penglihatan-penglihatan yang amat dahsyat.
Penglihatan itu ditulis oleh Yohanes dan tulisan itu kemudian menjadi kitab
yang sekarang kita kenal sebagai kitab Wahyu.
Dari dua data ini, yaitu tulisan
yang diperkirakan paling tua dan tulisan yang paling akhir dibuat, maka kita
mendapatkan rentang waktu yang tidak sedikit dalam sejarah penulisan Alkitab,
yaitu antara tahun 2000 SM sampai tahun 95 M atau sama dengan 2095 tahun.
Pada umumnya, literatur Kristen mengatakan bahwa Alkitab ditulis selama rentang waktu 1500 tahun, karena patokan yang diambil adalah kitab Kejadian yang ditulis oleh Musa pada kira-kira tahun 1446 SM. Sebenarnya perbedaan ini bukanlah masalah yang serius, apakah 2000 tahun atau 1500 tahun semuanya adalah rentang waktu perkiraan yang perbedaannya masih dapat ditoleransi, tergantung dari titik mana kita mengukurnya, Kejadian atau Ayub.
Orang yang mengambil titik tolak dari kitab Kejadian mungkin dengan maksud untuk memudahkan, yaitu antara kitab paling pertama dan kitab yang paling akhir penempatannya di Alkitab, yaitu Wahyu. Meskipun demikian, yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa merupakan suatu hal yang luar biasa jika di dalam rentang waktu sepanjang itu manusia bisa bekerja sama membuat suatu tulisan yang memiliki alur kisah konsisten dan berpuncak pada seseorang yang paling Agung di dunia ini yaitu Yesus Kristus.
Pada umumnya, literatur Kristen mengatakan bahwa Alkitab ditulis selama rentang waktu 1500 tahun, karena patokan yang diambil adalah kitab Kejadian yang ditulis oleh Musa pada kira-kira tahun 1446 SM. Sebenarnya perbedaan ini bukanlah masalah yang serius, apakah 2000 tahun atau 1500 tahun semuanya adalah rentang waktu perkiraan yang perbedaannya masih dapat ditoleransi, tergantung dari titik mana kita mengukurnya, Kejadian atau Ayub.
Orang yang mengambil titik tolak dari kitab Kejadian mungkin dengan maksud untuk memudahkan, yaitu antara kitab paling pertama dan kitab yang paling akhir penempatannya di Alkitab, yaitu Wahyu. Meskipun demikian, yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa merupakan suatu hal yang luar biasa jika di dalam rentang waktu sepanjang itu manusia bisa bekerja sama membuat suatu tulisan yang memiliki alur kisah konsisten dan berpuncak pada seseorang yang paling Agung di dunia ini yaitu Yesus Kristus.
Mungkinkah semua itu terjadi
karena ada semacam konspirasi di antara umat manusia yang sepakat untuk
bekerjasama dalam membuat sebuah tulisan dengan satu tema? Tidak sama sekali.
Antara penulis satu dengan penulis lain dipisahkan oleh waktu, lokasi, kondisi,
profesi, kebutuhan, suku dan budaya. Tidak mungkin ada suatu kesempatan di
antara mereka untuk membuat kesepakatan yang demikian, dan memang faktanya
tidak ada satupun indikasi dari sejarah maupun dari Alkitab sendiri bahwa para
penulis ini saling bekerjasama secara sadar.
Di tinjau dari sudut waktu saja,
mestinya sudah nyata bahwa kerjasama semacam itu tidak mungkin dilakukan.
Bagaimana mungkin dalam rentang 15 atau 20 abad, sekelompok umat manusia (yang
tidak semuanya saling mengenal secara pribadi) dapat bekerja sama begitu kompak
untuk menghasilkan sebuah karya tulis yang berkesinambungan? Sementara beberapa
penulis di antara mereka mungkin sama sekali tidak sadar bahwa kelak tulisannya
akan menjadi salah satu dari kitab-kitab dalam Alkitab, tulisan paling
berotoritas di muka bumi.
Lagipula, jangankan 15 abad, jika pada masa ini saja kita kumpulkan sekitar 40 penulis yang kita beri satu tema untuk mereka kembangkan, maka pastilah hasil tulisan ke 40 orang itu akan berbeda. Kecil sekali kemungkinan (kalau tidak mau mengatakan mustahil) bahwa hasil karya mereka memiliki sinkronisasi yang baik. Apalagi jika ke 40 penulis itu kita beri kebebasan untuk menulis apa saja sesuai cara pandang mereka, profesi mereka, kebutuhan mereka, budaya mereka dan lain sebagainya, maka mengharapkan bahwa mereka akan menulis sebuah tema yang sinkron sungguh-sungguh mustahil.
Lagipula, jangankan 15 abad, jika pada masa ini saja kita kumpulkan sekitar 40 penulis yang kita beri satu tema untuk mereka kembangkan, maka pastilah hasil tulisan ke 40 orang itu akan berbeda. Kecil sekali kemungkinan (kalau tidak mau mengatakan mustahil) bahwa hasil karya mereka memiliki sinkronisasi yang baik. Apalagi jika ke 40 penulis itu kita beri kebebasan untuk menulis apa saja sesuai cara pandang mereka, profesi mereka, kebutuhan mereka, budaya mereka dan lain sebagainya, maka mengharapkan bahwa mereka akan menulis sebuah tema yang sinkron sungguh-sungguh mustahil.
Di antara penulis itu ada Musa,
seorang terpelajar yang kemudian menjadi gembala. Ia menulis di padang gurun. Lalu ada
Yosua, seorang panglima militer, juga menulis di padang gurun. Lalu ada Samuel, seorang nabi. Ada penulis kitab Ruth,
yang tidak diketahui dengan pasti siapa orangnya. Ada raja, yaitu Daud dan Salomo yang menulis
di istana. Ada Ezra, seorang ahli kitab dan guru. Ada Yesaya, Yeremia,
Yehezkiel yang merupakan nabi. Ada Nehemia, juru minum raja. Ada Amos, seorang
gembala. Ada Matius, mantan pemungut cukai. Ada Lukas, seorang tabib. Ada
Yohanes, Petrus dan Yakobus yang sama-sama nelayan. Ada Paulus, seorang Farisi
yang pandai dan berpendidikan tinggi, dan masih banyak lagi. Beberapa penulis
teridentifikasi namanya, namun beberapa tidak diketahui. Kitab Ibrani misalnya,
yang sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti siapa penulisnya.
Selain waktu penulisan yang amat
panjang dan pribadi penulis yang amat beragam, bentuk atau karya tulis yang
dihasilkan pun berbeda-beda. Ada
tulisan yang dikategorikan sebagai kitab sejarah, tetapi ada pula yang
merupakan puisi dan lagu-lagu. Ada tulisan yang
merupakan biografi, namun ada pula yang berbentuk surat . Ada
tulisan yang isinya penuh dengan aturan yang jelas, tapi ada pula yang isinya
penuh dengan simbol-simbol. Ini semakin menunjukkan betapa rumit dan ajaibnya
proses penulisan Alkitab. Sehingga jika semua itu saling berhubungan dan saling
mengisi menjadi suatu mahakarya yang utuh, maka kita tidak dapat menyimpulkan
sesuatu yang lain daripada suatu pengakuan bahwa ada Oknum Ilahi di balik semua
penulisan tersebut.
Manusia adalah makhluk yang fana,
paling tidak selama hidup di bumi ini, sehingga tidak mungkin melihat suatu
mahakarya dengan rentang waktu yang demikian panjang serta dengan tingkat kerumitan
yang begitu tinggi. Tetapi jika Allah yang menjadi penulis sejati di balik
tangan-tangan manusia yang menulis, tentu saja hal seperti itu tidak mustahil.
Jadi, apakah Akitab hanya
merupakan kumpulan buku biasa ataukah suatu karya Ilahi? Proses penulisannya
yang ajaib telah memberi jawaban pada kita bahwa Alkitab adalah suatu karya
Ilahi. Alkitab adalah Firman Tuhan sejati yang ditulis oleh Pribadi yang mahatahu
dan kekal. Ia berkuasa untuk menuliskan semuanya itu, karena Dia adalah Pribadi
yang menguasai sejarah. Puji Tuhan untuk karya-Nya yang agung luarbiasa!
Renungkanlah hal ini baik-baik, sehingga kelak kita bisa menjelaskan pula dengan penuh kasih kepada mereka yang ragu-ragu.
Masih adakah bukti-bukti lainnya? Tentu, bahkan masih
banyak, namun kita akan membahasnya dalam tulisan-tulisan mendatang. Tuhan
memberkati. (Oleh: izar tirta)
[1]
Dalam artian lain, Kejadian juga pantas disebut kitab pertama, karena di dalam
kitab itulah dituliskan bagaimana segala sesuatu yang ada pertama kali
diciptakan atau pertama kali bermula.
[2]
Tak ada yang tahu persis dimana tepatnya lokasi tanah Uz, namun ada yang
memperkirakan antara Damsyik dan sungai Efrat.
[3] Ralph
O.Muncaster, Apakah Alkitab dapat
dipercaya? (Batam: Gospel Press, 2002), 10.
[4]
Memang ada pula perdebatan apakah kitab Ayub ditulis oleh Musa ataukah oleh
Ayub sendiri, akan tetapi umumnya tradisi gereja lebih cenderung menerimanya
sebagai tulisan Ayub.