Keselamatan kita bukanlah hasil prosedur-prosedur mekanis seperti layaknya sebuah mesin. Atau hasil dari formula-formula tertentu yang tidak ubahnya seperti mantra belaka. Keselamatan kita adalah terutama tentang relasi atau hubungan pribadi dengan Allah yang telah memberi keselamatan itu sendiri.
Ada orang yang berpikir bahwa urusan rohani itu dimulai dari bagaimana kita mengucapkan kalimat-kalimat tertentu atau karena kita melakukan prosedur-prosedur tertentu. Ucapkan kalimat ini, maka engkau akan terhitung sebagai orang dengan kepercayaan ini, ucapkan kalimat itu, maka engkau adalah bagian dari jemaat agama itu. Naikkan doa ini sebanyak sepuluh kali lalu tambah dengan doa itu sebanyak dua puluh kali, maka engkau akan begini dan akan begitu. Kirimkan pesan ini kepada seratus teman maka sesuatu keajaiban akan terjadi, tetapi jika engkau tidak melakukannya maka bencana akan datang.
Ada begitu banyak model di dalam spiritualitas mekanik prosedural semacam itu yang bisa kita lihat di dalam kehidupan. Sebuah spiritualitas individuil yang tidak memiliki relasi dengan siapa-siapa kecuali dengan seberapa banyak kita telah melaksanakan hal-hal tertentu di dalam kehidupan ini.
Kamu udah berdoa berapa kali? 10 kali? Well.. aku sih udah 15 kali. Kamu udah berpuasa berapa kali dalam satu bulan? Tidak pernah? Wah.. aku sih puasa setiap hari. Relasi kita akhirnya terjalin bukan dengan Tuhan tetapi dengan angka-angka, dengan prosedur-prosedur, atau dalam bahasa yang lebih agamawi… dengan ritual-ritual. Cara-cara sesat semacam itu jelas bukan ajaran Alkitab…
Meskipun demikian, orang Kristen pun tidak kebal dari kemungkinan untuk menyimpang ke arah situ. Jika kita melihat keselamatan sebagai anugerah, tetapi kita gagal melihat Siapa yang memberi anugerah, maka pada dasarnya kita salah melihat. Apabila kita melihat keselamatan sebagai hasil dari iman, tetapi gagal memandang kepada Siapa kita beriman, maka pada dasarnya kita juga telah keliru.
Kita tidak menjadi Kristen karena kita ini fasih atau lancar mengucapkan kalimat “aku percaya Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan.” Itu namanya mantra ! Kekristenan tidak pernah mengajarkan model spiritualitas ala password semacam itu. Sebab kalau kekristenan kita hanya dibangun dari ucapan-ucapan atau jargon-jargon seperti itu saja, maka iblis pun bisa kita masukkan ke dalam persekutuan Kristen, mengapa? Karena iblis pun pernah mengucap kalimat: “Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.” (Markus 1:24)
Kita tidak diajar untuk menjadi Kristen ala password seperti itu, kita menjadi Kristen karena kita menjalin relasi kasih dengan Bapa melalui Kristus dengan pertolongan Roh Kudus. Ini adalah sesuatu yang tidak dilakukan oleh iblis, atau oleh siapapun yang ada di luar kerajaan Allah.
Anugerah adalah sesuatu yang indah, tetapi keindahannya bukan terletak di dalam anugerah itu sendiri, melainkan terletak di dalam Dia yang telah memberi anugerah. Iman adalah sesuatu yang berharga, tetapi esensi dari iman bukan terletak dari iman itu sendiri melainkan terletak pada Pribadi yang kita imani tersebut.
Di dalam dunia kita diajar, asalkan engkau cukup percaya, maka apapun yang engkau percayai akan berhasil. Kalimat semacam ini populer sekali di dalam dunia kita, tertama kalau kita ikut seminar-seminar marketing atau mendengarkan para motivator yang berusaha meyakinkan kita untuk menjadi orang yang sukses di dunia ini. Penekanan mereka adalah pada seberapa besar kepercayaanmu.
Alkitab mengajarkan, iman sebesar biji sesawi pun bisa memindahkan gunung, mengapa? Sebab yang terpenting bukan imannya sebesar apa, yang terpenting adalah kepada Siapa iman itu diletakkan. Yang memindahkan gunung bukan iman kita, tetapi Dia yang berkehendak melakukannya bagi kita di dalam kedaulatan-Nya. Alkitab bahkan berkali-kali mencatat orang-orang yang mengalami keragu-raguan namun tetap mendapat pertolongan dari Tuhan. Penekanan Alkitab adalah pada kebesaran Allah, bukan pada kebesaran iman seseorang.
Betapa berbedanya cara pandang dunia dan cara pandang Alkitab tentang arti sebuah kepercayaan. Oleh karena itu, sungguh memilukan jika mimbar gereja pun ada kalanya menyuarakan hal-hal yang tidak berbeda dengan suara-suara para motivator dunia tersebut, bukan?
Keselamatan kita adalah pemberian Allah, oleh karena itu, tujuan dari keselamatan kita pun bukan sekedar demi diluputkan dari neraka saja, melainkan agar kita dapat dengan bebas mencintai Allah yang telah menyelamatkan kita. Adakah hal ini menimbulkan suatu ketertarikan atau gairah di dalam hati kita? Ataukah kita malah menjadi kecewa karena menyangka keselamatan adalah tentang sesuatu yang lain??
Biarlah pertanyaan-pertanyaan semacam ini menjadi perenungan pribadi kita di hadapan Allah. Kiranya Tuhan memberkati kita, Amin.